Minggu, 29 September 2013

Mil Mi-4 Hound: Helikopter Standar TNI “Tempo Doeloe”

Sudah lumrah bila suatu angkatan bersenjata memiliki helikopter standar. Yang artinya berangkat dari tipe yang sama dan digunakan oleh beragam angkatan, bahkan bisa juga digunakan oleh kepolisian. Demikian pula dengan TNI dan Polri, saat ini untuk kelas helikopter angkut ringan digunakan NBO-105, dan heli angkut sedang mengadopsi NBell-412. Seri memang boleh sama, tapi untuk masing-masing institusi ‘jeroannya’ bisa berbeda, seperti sistem senjata dan navigasi.
Hal diatas adalah bagian dari kelengkapan alutsista masa kini, bagaimana dengan di masa lampau? Nyatanya sejak masa orde lama TNI sudah punya pengalaman dalam mengoperasikan heli standar, yakni Mil Mi-4 yang tergolong sebagai heli angkut sedang (medium). Oleh pihak barat (NATO), heli ini disebut dengan kode Hound, jadikan kemudian populer disebut Mi-4 Hound. Dirunut dari sejarahnya, heli ini mulai diproduksi antara tahun 1951 hingga 1979, dan karena sudah sangat tua, saat ini Mi-4 benar-benar sudah dipensiunkan di seluruh dunia.
Mi-4 diproduksi oleh Mil OKB, perusahaan Uni Soviet (sekarang MIL Moskow helicopter plant – Rusia). Dilihat dari spesifikasinya, Mi-4 menggunakan mesin tunggal Schwetsow/Shvetsov ASh-82V (ASh-82W) 14 silinder berpendingin udara dengan kekuatan 1763 hp. Untuk kecepatan, maksimum 209 km per jam dengan jangkauan terbang 250 km. Bisa diperkirakan heli ini cukup boros bahan bakar. Sementara untuk ketinggian terbang, maksimum adalah 5.500 meter dari permukaan laut.

Mi-4 Penerbad TNI AD di museum Satria Mandala

Sebagai heli angkut sedang, bobot kosong Mi-4 mencapai 5.300 kg, sementara berat maksiumum saat take off bisa mencapai 7.800 kg. Heli dengan 4 bilah baling-baling ini mempunyai diamater baling-baling utama 21 meter, sedangkan baling-baling pada ekor berdiameter 3,6 meter. Secara keseluruhan, heli ini punya panjang 25,02 meter dan tinggi 5,19 meter.
Meski kini tinggal kenangan, heli dengan 2 awak ini punya keunggulan di kelas transpor menengah, diantaranya bisa membawa 15 personel pasukan bersenjata lengkap. Bahkan heli ini punya clamshell door, sesuatu yang tak dimiliki di heli kelas menengah TNI buatan barat. Yang bisa dibawa dalam perut kabinnya memang spektakuler, yakni sebuah jip GAZ-59, atau sebuah meriam gunung kaliber 76mm berikut amunisi dan personelnya. Sebagai perbandingan, meriam gunung M-48 kaliber 76 mm milik Armed TNI AD kini memang bisa dibawa oleh heli NBell-412 atau Bell-205, tapi lewat gantungan tali, itu pun belum termasuk personelnya.

Tampak sisi belakang dengan clamshell door

Inilah suasana ruang kabin/cargo saat clamshell door dibuka

Sementara itu, untuk senjata yang bisa dibawa bisa beragam, tergantung pada versinya. Semisal untuk versi yang digunakan TNI AD dibekali SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm, letak senjata berada dibawah body. Tapi beberapa operator di luar negeri kerap memasangkan roket, atau bom laut, torpedo, pelontar ranjau laut untuk versi anti kapal selam. Tergantung pada kebutuhan, maklum heli ini dirancang hingga pulan versi, termasuk ada versi untuk VIP. Untuk versi sipil juga banyak ragamnya, seperti untuk kebutuhan petugas pertanian, pemadam kebakaran, dan ambulance udara.
Jadi Heli Standar TNI
Di lingkungan TNI, Mi-4 mulai digunakan menjelang masa operasi Trikora, kedatangannya satu paket dengan heli angkut berat Mi-6. Dalam komposisi penggunanya, sebanyak 16 unit Mi-4 digunakan oleh TNI AU (dahulu AURI). Kemudian 14 unit Mi-4 untuk Penerbad TNI AD. Sementara Penerbal TNI AL mendapat jatah 14 unit Mi-4, dari 14 unit sembilan buah merupakan tipe heli AKS (anti kapal selam), lima buah angkut sedang, dan helikopter VIP. Seperti halnya keturunannnya saat ini, yakni Mi-17, dahulu kedatangan Mi-4 pada tahun 1965 diangkut menggunakan pesawat Antonov An-12, baru kemudian dirakit oleh teknisi AURI di Lanud Husein Sastranegara, Bandung.

Mi-4 miliki Penerbal TNI AL dalam versi transport sedang




Mi-4 Penerbal TNI AL dengan kelengkapan SMB 12,7 mm pada bagian bawah body

Selain digunakan mendukung operasi Trikora, Mi-4 juga berperan besar dalam operasi Dwikora, selama berlangsungnya konfrontasi dengan Malaysia di Kalimantan Barat. Pasca tumbangnya orde lama, Mi-4 dengan SMD DShK-38 kaliber 12,7 mm juga banyak digunakan untuk mendukung operasi penumpasan sisa-sisa pemberontakan PKI di Jawa Tengah antara tahun 1965 – 1966.
Pasca revolusi 1965, nasib Mi-4 tak beda jauh dengan alat perang buatan Uni Soviet lainnya. Tanpa pasokan suku cadang diberlakukan kanibalisasi pada perangkat. Akhirnya pada tahun 1972, seluruh heli Mi-4 milik TNI telah dinyatakan grounded. Berakhirlah masa bakti heli ini yang terbilang singkat di Indonesia. Tapi patut disyukuri, tidak seperti Mi-6 yang tak ada ‘bekasnya’ di Republik ini, maka sosok Mi-4 masih dapat dijumpai oleh generasi penerus. Mi-4 diantaranya dijadikan koleksi di museum Satria Mandala, dan di museum TNI AL Surabaya.

 
 Mil-Mi4 versi AKS milik Penerbal

Foto dokumentasi Mi-4 Penerbal TNI AL
 
Mi-4 milik TNI AU (AURI) dalam evakuasi medis
 
Mi-4  TNI AL versi AKS (anti kapal selam) di museum TNI Surabaya
 
Beginila caranya Mi-4 bisa “menelan” muatan dalam ukuran besar
 
Di lingkungan Uni Soviet dan sekutunya, Mi-4 ibarat ‘heli sejuta umat,’ begitu banyak negara di Asia Timur/Selatan, Afrika, dan Eropa Timur yang mengandalkan helikopter ini. Besarnya populasi heli ini bisa dilihat dari jumlah yang telah dibuat. Rusia sendiri mengklaim telah memproduksi 3.500 unit Mi-4, belum ditambah lagi ada 550 unit Harbin Z-5, Mi-4 yang diproduksi secara lisensi oleh Cina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar