Sudah lumrah bila suatu angkatan bersenjata memiliki helikopter
standar. Yang artinya berangkat dari tipe yang sama dan digunakan oleh
beragam angkatan, bahkan bisa juga digunakan oleh kepolisian. Demikian
pula dengan TNI dan Polri, saat ini untuk kelas helikopter angkut ringan
digunakan NBO-105,
dan heli angkut sedang mengadopsi NBell-412. Seri memang boleh sama,
tapi untuk masing-masing institusi ‘jeroannya’ bisa berbeda, seperti
sistem senjata dan navigasi.
Hal diatas adalah bagian dari kelengkapan alutsista masa kini,
bagaimana dengan di masa lampau? Nyatanya sejak masa orde lama TNI sudah
punya pengalaman dalam mengoperasikan heli standar, yakni Mil Mi-4 yang
tergolong sebagai heli angkut sedang (medium). Oleh pihak barat (NATO),
heli ini disebut dengan kode Hound, jadikan kemudian populer disebut
Mi-4 Hound. Dirunut dari sejarahnya, heli ini mulai diproduksi antara
tahun 1951 hingga 1979, dan karena sudah sangat tua, saat ini Mi-4
benar-benar sudah dipensiunkan di seluruh dunia.
Mi-4 diproduksi oleh Mil OKB, perusahaan Uni Soviet (sekarang MIL
Moskow helicopter plant – Rusia). Dilihat dari spesifikasinya, Mi-4
menggunakan mesin tunggal Schwetsow/Shvetsov ASh-82V (ASh-82W) 14
silinder berpendingin udara dengan kekuatan 1763 hp. Untuk kecepatan,
maksimum 209 km per jam dengan jangkauan terbang 250 km. Bisa
diperkirakan heli ini cukup boros bahan bakar. Sementara untuk
ketinggian terbang, maksimum adalah 5.500 meter dari permukaan laut.
Mi-4 Penerbad TNI AD di museum Satria Mandala
Sebagai heli angkut sedang, bobot kosong Mi-4 mencapai 5.300 kg,
sementara berat maksiumum saat take off bisa mencapai 7.800 kg. Heli
dengan 4 bilah baling-baling ini mempunyai diamater baling-baling utama
21 meter, sedangkan baling-baling pada ekor berdiameter 3,6 meter.
Secara keseluruhan, heli ini punya panjang 25,02 meter dan tinggi 5,19
meter.
Meski kini tinggal kenangan, heli dengan 2 awak ini punya keunggulan
di kelas transpor menengah, diantaranya bisa membawa 15 personel pasukan
bersenjata lengkap. Bahkan heli ini punya clamshell door, sesuatu yang
tak dimiliki di heli kelas menengah TNI buatan barat. Yang bisa dibawa
dalam perut kabinnya memang spektakuler, yakni sebuah jip GAZ-59, atau
sebuah meriam gunung kaliber 76mm berikut amunisi dan personelnya.
Sebagai perbandingan, meriam gunung M-48 kaliber 76 mm milik Armed TNI AD kini memang bisa dibawa oleh heli NBell-412 atau Bell-205, tapi lewat gantungan tali, itu pun belum termasuk personelnya.
Tampak sisi belakang dengan clamshell door
Inilah suasana ruang kabin/cargo saat clamshell door dibuka
Sementara itu, untuk senjata yang bisa dibawa bisa beragam,
tergantung pada versinya. Semisal untuk versi yang digunakan TNI AD
dibekali SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm, letak senjata berada
dibawah body. Tapi beberapa operator di luar negeri kerap memasangkan
roket, atau bom laut, torpedo, pelontar ranjau laut untuk versi anti
kapal selam. Tergantung pada kebutuhan, maklum heli ini dirancang hingga
pulan versi, termasuk ada versi untuk VIP. Untuk versi sipil juga
banyak ragamnya, seperti untuk kebutuhan petugas pertanian, pemadam
kebakaran, dan ambulance udara.
Jadi Heli Standar TNI
Di lingkungan TNI, Mi-4 mulai digunakan menjelang masa operasi Trikora, kedatangannya satu paket dengan heli angkut berat Mi-6. Dalam komposisi penggunanya, sebanyak 16 unit Mi-4 digunakan oleh TNI AU (dahulu AURI). Kemudian 14 unit Mi-4 untuk Penerbad TNI AD. Sementara Penerbal TNI AL mendapat jatah 14 unit Mi-4, dari 14 unit sembilan buah merupakan tipe heli AKS (anti kapal selam), lima buah angkut sedang, dan helikopter VIP. Seperti halnya keturunannnya saat ini, yakni Mi-17, dahulu kedatangan Mi-4 pada tahun 1965 diangkut menggunakan pesawat Antonov An-12, baru kemudian dirakit oleh teknisi AURI di Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Di lingkungan TNI, Mi-4 mulai digunakan menjelang masa operasi Trikora, kedatangannya satu paket dengan heli angkut berat Mi-6. Dalam komposisi penggunanya, sebanyak 16 unit Mi-4 digunakan oleh TNI AU (dahulu AURI). Kemudian 14 unit Mi-4 untuk Penerbad TNI AD. Sementara Penerbal TNI AL mendapat jatah 14 unit Mi-4, dari 14 unit sembilan buah merupakan tipe heli AKS (anti kapal selam), lima buah angkut sedang, dan helikopter VIP. Seperti halnya keturunannnya saat ini, yakni Mi-17, dahulu kedatangan Mi-4 pada tahun 1965 diangkut menggunakan pesawat Antonov An-12, baru kemudian dirakit oleh teknisi AURI di Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Mi-4 miliki Penerbal TNI AL dalam versi transport sedang
Selain digunakan mendukung operasi Trikora, Mi-4 juga berperan besar
dalam operasi Dwikora, selama berlangsungnya konfrontasi dengan Malaysia
di Kalimantan Barat. Pasca tumbangnya orde lama, Mi-4 dengan SMD DShK-38 kaliber 12,7 mm juga banyak digunakan untuk mendukung operasi penumpasan sisa-sisa pemberontakan PKI di Jawa Tengah antara tahun 1965 – 1966.
Pasca revolusi 1965, nasib Mi-4 tak beda jauh dengan alat perang
buatan Uni Soviet lainnya. Tanpa pasokan suku cadang diberlakukan
kanibalisasi pada perangkat. Akhirnya pada tahun 1972, seluruh heli Mi-4
milik TNI telah dinyatakan grounded. Berakhirlah masa bakti heli ini
yang terbilang singkat di Indonesia. Tapi patut disyukuri, tidak seperti
Mi-6 yang tak ada ‘bekasnya’ di Republik ini, maka sosok Mi-4 masih
dapat dijumpai oleh generasi penerus. Mi-4 diantaranya dijadikan koleksi
di museum Satria Mandala, dan di museum TNI AL Surabaya.
Mil-Mi4 versi AKS milik Penerbal
Foto dokumentasi Mi-4 Penerbal TNI AL
Mi-4 milik TNI AU (AURI) dalam evakuasi medis
Mi-4 TNI AL versi AKS (anti kapal selam) di museum TNI Surabaya
Beginila caranya Mi-4 bisa “menelan” muatan dalam ukuran besar
Di lingkungan Uni Soviet dan sekutunya, Mi-4 ibarat ‘heli sejuta umat,’
begitu banyak negara di Asia Timur/Selatan, Afrika, dan Eropa Timur yang
mengandalkan helikopter ini. Besarnya populasi heli ini bisa dilihat
dari jumlah yang telah dibuat. Rusia sendiri mengklaim telah memproduksi
3.500 unit Mi-4, belum ditambah lagi ada 550 unit Harbin Z-5, Mi-4 yang
diproduksi secara lisensi oleh Cina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar