Selasa, 12 Mei 2020

Treva-15 – Perkenalkan Ransus “Tactical Recovery And Evacuation” Terbaru Zeni TNI AD



Satuan Zeni Tempur (Zipur) TNI AD, total akan menerima 18 unit M3 Amphibious Rig yang dipesan dalam kondisi full gress. Dalam beberapa gelombang pengiriman dari Ceko, selain M3 Amphibious Rig, komposisi pengadaan alat berat untuk Korps Zeni ini sebenarnya mencakup beberapa ransus (kendaraan khusus) lain, yaitu rantis pokko 3 unit, rantis trackway 5 unit dan recovery vehicle 2 unit. Nah yang disebut terakhir sebagian telah tiba di Indonesia, yaitu ransus recovery vehicle yang diketahui dari jenis Treva-15 dari Excalibur Army.
Dikutip dari situs excaliburarmy.cz, Treva-15 dengan bekal blade pada bagian depannya adalah kendaraan tactical recovery and evacuation vehicle. Punya tugas dalam misi pemulihan taktis dan evakuasi kendaraan tempur/taktis, Treva-15 dilengkapi fasilitas crane dengan kapasitas 15 ton, bahkan dengan extension kapasitas crane bisa ditambah 4 ton. Crane yang menggunakan basis AV-15, punya panjang lengan standar 7 meter dan bila menggunakan extension bisa mencapai 11,4 meter.
Selain bekal crane, Treva-15 dapat menarik ranpur lapis baja secara langsung dengan sling hingga kapasitas 40 ton. Selain itu, Treva-15 dapat menderek (angkat) ranpur yang punya bobot 30 ton. Lain lagi bila Treva-15 berperan sebagai penarik trailer, maka muatan yang dapat ditarik di atas trailer bisa mencapai kapasitas 65 ton.


Secara keseluruhan, Treva-15 punya berat 31,5 ton dan dibangun menggunakan basis truk Tatra T815-7 8×8, sejenis dengan heacytruck yang digunakan oleh Korps Marinir TNI AL. Truk ini diawaki dua personel dan ada tambahan dua personel lagi pada kompartemen di bagian belakang yang dilengkapi pintu tersendiri.

Dengan mesin diesel Tatra T3C-928.90, Treva-15 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 80 km per jam di jalan mulus dan 25 km per jam di jalan offroad. Dengan tangki bahan bakar penuh, normalnya Treva-15 dapat menjelajah sampai 800 km. Dalam unit kendaraan, sudah dilengkapi generator, welding and cutting equipement serta mobile workshop. Treva-15 dari dimensinya punya panjang 11,6 meter, lebar 2,55 meter dan tinggi 3,38 meter.



OV-10F Bronco, ‘Kuda Liar’ AS yang Kenyang Misi Tempur di Indonesia





Pesawat tempur taktis OV-10F Bronco milik TNI AU. Sumber gambar: Majalah Angkasa.


               Siapa tak kenal OV-10 ‘Bronco‘, pesawat anti-gerilya (Counter-Insurgency/ COIN) yang selalu bikin kelompok pemberontak kocar-kacir meski baru mendengar deru mesinnya dari kejauhan. ‘Kuda Liar’ ini merupakan peranakan dari North American Rockwell, pabrik pesawat asal Amerika Serikat (AS).
Sejumlah negara di dunia tercatat sebagai operator pesawat ini. Di antaranya adalah AS, Jerman, Maroko, Kolombia, Republik Dominika, Thailand, Filipina dan Venezuela. Selain negara-negara tersebut, perusahaan militer swasta (PMC) asal AS, Blackwater (sekarang Academi) juga tercatat sebagai penggunanya.
Tak ketinggalan, TNI Angkatan Udara (AU) pun pernah diperkuat Kuda Liar yang dibekali dua mesin Garrett T76-G turboprop ini. Versi yang diakuisisi adalah OV-10F, sebanyak 16 unit. Sepanjang masa dinasnya di Indonesia, unit yang tersisa hanya tujuh saja, sebelum akhirnya secara resmi dipensiunkan pada akhir September 2009.
Pesawat serang ringan bersayap tinggi ini resmi masuk dalam jajaran pasukan penggebuk TNI AU pada tahun 1976. Pesawat itu lalu bergabung di Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi di Maospati, Magetan, Jawa Timur selama periode 1976-1989.
Kemudian selama periode 1989-2004 Bronco dipindahkan ke Skadron Udara 1 di Lanud Abdul Rachman Saleh, Malang, Jawa Timur yang sebelumnya mati suri. OV-10F diungsikan karena kandangnya diisi jet tempur F-16 Fighting Falcon. Tahun 1999, skadron beserta penghuninya dipindahkan ke Lanud Supadio di Pontianak Kalimantan Barat.
Hingga akhir hayatnya (2004-2009), pesawat tempur taktis buatan AS ini bermukim di Skadron Udara 21 di Lanud Abdul Rachman Saleh. Skadron ini juga kembali dihidupkan setelah lama dibubarkan. OV-10F pindah ke skadron ini lantaran rumahnya di Skadron Udara 1 ditinggali penghuni baru, Hawk 100/200.

Walaupun berjenis pesawat sayap tetap, kemampuan OV-10F mirip dengan kemampuan helikopter serbu berat yang cepat, mampu terbang jarak jauh, murah dan sangat dapat diandalkan.
OV-10F menjadi tulang punggung TNI AU dalam melakukan operasi serangan udara setelah P-51D ‘Mustang‘ dipensiunkan. Selama 33 tahun pengabdian, OV-10F paling banyak melaksanakan operasi keamanan dalam negeri. Di antaranya adalah Operasi Seroja di Timor-Timur (sekarang Timor Leste), Operasi Tumpas di Irian Jaya (sekarang Papua), Operasi Halilintar di Tanjung Pinang, Operasi Guruh di Maluku, Operasi Halau di Kepulauan Natuna, Operasi Rencong Terbang di D.I. Aceh, dan Operasi Oscar di perairan Sulawesi.
Pesawat tail boom ganda ini mampu terbang pada kecepatan sekitar 560 km/jam, memuat bahan peledak eksternal seberat 3 ton, dan mampu terbang tanpa henti selama 3 jam atau lebih. Dalam banyak kejadian, pesawat ini mampu terbang baik hanya dengan menggunakan satu mesin.
Sederet keunggulan pesawat ini antara lain; mampu mengemban misi memuat berbagai macam senjata dan kargo, area pandang pilot yang luas, kemampuan terbang dan mendarat di landasan yang pendek, biaya operasi yang murah dan kemudahan dalam perawatan.
Dari segi persenjataan, pesawat ini dibekali satu M197 cannon 20 mm atau empat senapan mesin M60C 7.62x51mm, roket FFAR atau WAFAR, rudal AIM-9 Sidewinder serta bom hingga seberat 227 kg.
Setelah mengalami sejumlah kecelakaan yang merenggut nyawa penunggangnya, TNI-AU memutuskan untuk mengganti OV-10F Bronco dengan pesawat berkemampuan serupa, namun dengan generasi yang baru.
Dua kecelakaan fatal terakhir menyebabkan gugurnya tiga penerbang TNI AU. Mayor (Pnb) Robby Ibnu Robert dan Letnan Dua (Pnb) Harchus Aditya Wing Wibawa gugur dalam kecelakaan pesawat dengan nomor ekor TT-1011 di Gunung Limas, Desa Gadingkembar, Malang, pada 21 Juli 2005.
Kemudian pada 23 Juli 2007, OV-10 Bronco TT-1014 jatuh dari ketinggian 500 kaki atau sekitar 167 mdpl di Dusun Bunut, Desa Bunut Wetan, Kecamatan Pakis, sekitar 1,5 km arah selatan ujung landasan 35 Lanud Abdulrahman Saleh. Instrukturnya, Mayor (Pnb) Danang Prasetyo selamat karena sempat mengoperasikan kursi lontar.
Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya diputuskan Embraer EMB 314 Super Tucano asal Brazil sebagai penggantinya.
Selama pengabdiannya di TNI AU, dari kokpit Bronco telah lahir puluhan marsekal, mulai dari bintang satu hingga bintang empat. Setidaknya, ada empat Kepala Staf Angkatan Udara yang merupakan penerbang Bronco, yakni adalah Rilo Pambudi, Hanafie Asnan, Herman Prayitno, dan Imam Sufaat.

Pertempuran Amerika-Vietnam di La Drang Membuktikan, Taktik Gerilya ala Jenderal Soedirman

Evacuating a casualty at Landing Zone X-Ray during the Battle of Ia Drang Valley
PHOTOS BY JOSEPH L. GALLOWAY

Dalam Perang Vietnam (1955-1975) pasukan Vietnam Utara (North Vietnam Army/NVA) dan para gerilyawan Viet Cong pernah melakukan serangan gerilya hit and run terhadap pasukan AS dan Vietnam Selatan (Army of The Republic of Vietnam /ARVN) .
Seperti taktik perang gerilya yang pernah dilakukan pasukan RI dalam pertempuran di Ambarawa (Palagan Ambarawa) dan berhasil memukul mundur pasukan Sekutu, pasukan Viet  Cong dan NVA juga sukes membuat kalang kabut pasukan AS di La Drang.
Namun yang unik pasukan AS juga menerapkan taktik perang gerilya pasukan RI ketika bertempur di Palagan Ambarawa menggunakan taktik supit urang.

Taktik tempur pasukan AS di Vietnam dengan cara menerapkan taktik perang gerilya RI sebenarnya tidak mengherankan.
Di Akademi Militer AS West Point, taktik perang gerilya yang telah dibukukan oleh Jenderal AH Nasution dalam buku bertajuk Pokok-pokok  Gerilya (Fundamentals of Guerrilla Warfare) telah dijadikan bahan pelajaran utama.
Pertempurang di La Drang atau Pleiku dipicu oleh serangan hit and run pasukan NVA terhadap kamp Special Force yang berbasis di Plei Me, yang berlokasi 40 km sebelah selatan Pleiku.
Pasukan 3rd Brigade AS dan  ARVN yang bermarksa di Pleiku kemudian dikirim untuk menghadapi NVA.
Tapi ketika pasukan ARVN tiba di lokasi, pasukan NVA ternyata telah menghilang dan diperkirakan menyeberang ke Kamboja. Komandan 3rd Brigade, Kolonel Thomas Brown, lalu memerintahkan satuan intelnya untuk mengendus keberadaan pasukan NVA itu.
Posisi pasukan NVA akhirnya diketahui dan berada Chu Pong Mountain yang berjarak 22 km sebelah utara Plei Me.

Kolonel Brown lalu memerintahkan pasukan dari 1st Battalion (7th cavalry) yang dikomandani Letkol Hal Moore, menggempur NVA.
Pasukan 1st Battalion yang dikirim ke medan tempur dengan puluhan  heli akan mendarat di sejumlah titik Landing Zone , LZ-X Ray, LZ Albany, LZ Columbus, LZ Tango, LZ Yankee, LZ Whiskey, dan LZ Victor,  dan didukung oleh tembakan artileri.

Serangan ke Chu Pong Mountain dimulai pada tanggal 14 November 1965. Unit pertama yang merupakan elemen Bravo Company 1st Battalion dan dikomandani oleh Kapten John Herren  mendarat di LZ X Ray menggunakan delapan helikopter Huey.
Begitu mendarat personil Bravo Company segera mengamankan area LZ X Ray agar helikopter yang mendarat berikutnya aman.
Tak berapa lama kemudian peleton-peleton Bravo Company mulai bergerak menuju pertahanan Vietcong dan pasukan NVA.
Peleton yang dipimpin oleh Sersan John Mingo secara tak sengaja berhasil menangkap seorang gerilya Viet Cong yang tak bersenjata dan kemudian menginterogasinya.
Dari Viet Cong yang diinterogasi diperoleh keterangan bahwa pasukan NVA yang berada di Chu Pong Mountain berjumlah 1600 personil. Jumlah pasukan musuh yang cukup besar itu membuat pasukan  Bravo Company yang hanya berjumlah 200 orang menunda gerakannya.
Mereka memilih menunggu kompi-kompi pasukan yang menyusul tiba dan setelah itu baru melanjutkan patrolinya.
Menjelang siang pasukan dari 7th Cavalry yang dikirim dalam jumlah setingkat batalyon terus berdatangan dengan puluhan helikopter Huey.
Pasukan yang datang menyusul ini merupakan elemen Alpha Company dan dipimpin oleh Kapten Tony Nadal.

Baik pasukan Bravo Company maupun Alpha Company kemudian membangun perimeter sepanjang sayap kanan dan kiri di sepanjang  sungai kecil.
Mereka makin meningkatkann kewaspadaanya karena di bukit-bukit yang terletak di seberang sungai terdapat markas-markas tersembunyi Vietcong dan NVA yang sewaktu-waktu bisa menyerang.
Pasukan Bravo dan Alpha Company terus bergerak maju dan makin mendekati pertahanan musuh.
Lewat tengah hari secara tiba-tiba pasukan Vit Cong dan NVA yang telah menunggu melancarkan tembakan.   
Pertempuran sengit pun pecah di hutan pegunungan yang banyak ditumbuhi rumput gajah itu.
Taktik bertempur pasukan AS adalah menggukan taktik supit urang seperti yang diterapkan oleh Panglima Besar Soedirman dalam Palagan Ambarawa.
Taktik itu adalah  menjepit posisi musuh dari arah sayap kiri dan kanan.

Musuh yang kemudian mundur lalu akan dikejar oleh sejumlah peleton tentara sementara peleton lainnya bertahan di posisi sambil mempertahankan perimeter sekaligus berperan sebagai pasukan pemburu cadangan.
Tapi peleton yang terlalu bersemangat memburu Viet Cong yang mundur kadang terpisah dari pasukan induknya sehingga malah terjebak.
Peleton tersebut itu akhirnya justru  menjadi bulan-bulanan Viet Cong yang telah menunggu dan kemudian menyergapnya dari posisi sayap kanan serta kiri menggunakan taktik tempur hit and run.

Terlalu bersemangat mengejar musuh kemudian masuk jebakan dan dihujani tembakan dialami oleh salah satu peleton Bravo Company, Peleton II,  yang dipimpin oleh Letnan Henry Herrick. 


Setelah pada menit-menit awal pasukannya berhasil membunuh puluhan Viet Cong, dalam pertempuran sengit yang berlangsung 25 menit, Letnan Herrick telah kehilangan lima orang anak buahnya.

Letnan Herrick yang sedang meminta bantuan lewat radio bahkan menyusul tewas setelah kepalnya dihantam peluru sniper Viet Cong.
Tapi pesan Letnan Herrick untuk meminta bantuan tembakan artileri dan gempuran udara ternyata diterima oleh Kapten Herren.
Ketika pasukan Viet Cong berhasil dipukul mundur, peleton Letnan Herrick kehilangan delapan personil prajurit dan 13 personil lainnya luka-luka.
Upaya untuk mengevakuasi korban yang tewas luka-luka tetap dilakukan kendati di bawah tembakan gencar musuh.
Nasib serupa juga dialami oleh Peleton III Alpha Company. Peleton III yang dipimpin oleh Letnan Bob Taft bertempur melawan sekitar 150 prajurit Viet Cong.
Kendati melawan musuh dalam jumlah lebih besar pasukan Peleton III berhasil mendesak Viet Cong dan kemudian mengejarnya.

Personil Peleton III serta merta melepas ransel punggungnya agar bisa lebih cepat lari mengejar musuh. Akibatnya Peleton III terputus dari induk pasukan dan masuk jebakan Viet Cong yang telah menyiapkan taktik hit and run.
Ketika sudah memasuki lingkaran jebakan, personil Peleton III dihujani tembakan dari arah kiri dan kanan.
Korban pun berjatuhan termasuk komandan peleton, Letnan Bob Taft.
Posisi Letnan Taft kemudian digantikan oleh anak buahnya, Sersan Lorenzo Nathan yang telah berpengalaman dalam Perang Korea.
Di bawah komando Sersan Nathan pasukan Peletonj III ternyata sanggup bertempur lebih baik dan berhasil memukul mundur pasukan musuh.
Personil Peleton III bahkan berhasil menyatukan diri dengan induk pasukan dan peleton lainnya yang kemudian bergerak maju untuk melancarkan serangan penghancuran terhadap posisi Vietcong.
Dengan persenjataan yang cocok untuk pertempuran jarak dekat seperti senapan mesin BAR dan peluncur granat, pasukan Bravo serta Alpha Company akhirnya berhasil menghancurkan sisa-sisa prajurit Vietcong yang terus melancarkan perlawanan sengit.

Ratusan personil Vietcong terbunuh dan dari salah satu mayat prajurit Viet Cong, personil Peleton III berhasil menyita dog tag atas nama Letnan Bob Taft yang mayatnya terpaksa ditinggalkan akibat gempuran sengit Viet Cong.
Jasad Letnan  Bob Taft akhirnya berhasil dievakuasi meskipun tim SAR dan medis  yang mengangkut tubuh Letnan Taft terus dihunjani tembakan saat menyeberangi sungai.
Untuk membantu pasukan Alpha dan Bravo Company yang kewalahan menghadapi musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak, pasukan baru pun terus di datangkan di lokasi pendaratan LZ-X Ray dan LZ-Albany, yakni satuan Charlie dan Delta Company.  
Kehadiran dua kompi pasukan yang masih segar itu dengan cepat merubah peta pertempuran karena pasukan Vietcong dan NVA makin terdesak dan memilih untuk bergerak mundur.
Seluruh kompi pasukan AS lalu dengan cepat membangun formasi perimeter pagar betis yang sulit ditembus, pertahanan melingkar 360 derajat. 
Formasi tempur pagar betis antigerilya  ini pernah diterapkan oleh pasukan TNI ketika berperang melawan pasukan DI/TII pimpinan Karto Suwiryo yang menerapkan perang secara gerilya.
Kendati perimeter yang dibangun pasukan AS cukup kuat pasukan NVA  yang jumlahnya seperti tak pernah habis tetap saja melancarkan serangan hit and run  dan berhasil menimbulkan kerugian cukup besar.

Serangan pasukan NVA ditujukan kepada Alpha dan Delta Company serta berlangsung dalam jarak dekat.
Puluhan korban tewas dan luka termasuk komandan Delta Company, Kapten Ray Lefebvre.
Serangan balasan pasukan AS bahkan menemui kendala karena pasukan NVA ternyata meiliki bunker yang sulit dihancurkan oleh senjata antitank, Light Antitank Weapon (LAW).

Pertempuran yang berlangsung hingga malam tiba bahkan menimbulkan korban jiwa yang makin besar bagi pasukan AS.
Taktik pertahanan melingkar yang dibangun oleh pasukan AS ternyata rapuh karena pasukan NVA justru menyerang pada titik-titik lemah perimeter.
Dalam pertempuran berlangsung semalam sebanyak 47 personil Bravo Company gugur, satu  diantaranya adalah perwira. Sementara Alpha Company kehilangan 34 korban tewas dan tiga diantaranya prajurit berpangkat perwira.
Esok harinya pertempuran terus berlanjut. Pasukan AS yang dilengkapi senapan mesin berat M-60 berusaha keras mendesak Vietcong dan NVA yang tanpa henti terus datang menggempur.

Pesawat tempur seperti F-100 Super Sabre pun dikerahkan dan menjatuhkan bom-bomNapalm kea rah pasukan Vietcong serta NVA.
Pertempuran di Ia Drang yang berlangsung lima hari itu dan kedua belah pihak saling menerapkan taktik perang ala gerilya RI itu akhirnya memang berhasil memukul mundur pasukan Vietcong dan NVA.
Tapi pasukan AS harus membayar mahal karena sebanyak 307 personil tewas dan 524 personil lainnya luka-luka.
Sedangkan pasukan Vietcong dan NVA yang tewas sebanyak 1.519  personil.


Jumat, 08 Mei 2020

Vietnam War: Ketika Pasukan Mobil Udara AS Dibuat Babak Belur oleh Gerilyawan Viet Cong







Pertempuran yang melibatkan Divisi Kavaleri Amerika Serikat di Vietnam merupakan perang yang sangat dahsyat dan menimbulkan banyak korban jiwa. Salah satu Divisi Kavaleri AS yang bertempur di Vietnam dan meninggalkan kisah legendaris adalah Divisi Kavaleri ke-1 (1st Cavalry Division).


1st Cavalry Division yang bermarkas di Fort Berning, AS mendapat perintah untuk bertempur di Vietnam tanggal 28 Juli 1965.
Kekuatan yang dikerahkan terdiri dari 16.000 personel, 470 pesawat tempur berbagai jenis seperti heli  CH-47 Chinook, OV-1 Mohawk, CH-54 Flying Crane, UH-1, OH-13, dan lainnya.
Operasi tempur 1st Cavalry Division di Vietnam merupakan operasi mobil udara, yakni pasukan lebih banyak diterjunkan dengan helikopter ke medan laga dan didukung oleh gempuran artleri maupun meriam dari ratusan heli serbu.
Ribuan pasukan 1st Cavalry Division dikirim ke Vietnam dengan kapal-kapal angkut yang memakan waktu sebulan.
Selama dalam perjalanan, semua pasukan mendapat latihan tambahan yaitu teknik perang hutan, antigerilya, dan ketangguhan fisik agar begitu mendarat di Vietnam mereka betul-betul sanggup bertempur secara profesional.
Setelah mendarat di Vietnam dan membangun pangkalan, 1st Cavalry Division pada 10 Oktober 1965 untuk pertama kalinya mendapat perintah bertempur melawan tentara Vietnam Utara dan gerilyawan Viet Cong.
ist cavalry
Operasi tempur yang melibatkan 1st dan 2nd Battalion 7th Cavalry, 1st Squadron 9th Cavalry, 1st Battalion 12th Cavalry, 1st Battalion, dan 21st Cavalry itu dinamai dengan Operation Shiny Bayonet.
Pada minggu pertama bertempur, ribuan pasukan 1st Cavalry Division yang sering disebut First Team ini sempat dibuat frustasi. Sebabnya, karena Viet Cong hanya menerapkan taktik perang gerilya, hit and run sehingga segenap potensi kemampuan belum bisa digunakan.
Pertempuran yang sebenarnya baru berlangsung pada 23 Oktober ketika 9th Cavalry bertemu dengan pasukan Viet Cong dan Vietnam Utara, NVA 33rd di kawasan hutan lebat Plei Me.
Dalam pertempuran sengit itu 9th berhasil menghancurkan resimen NVA 33rd.
Pada tanggal 9 November, giliran 3th Brigade, 7thCavalry dan 1st Battalion bertempur melawan Viet Cong di Ia Drang Valley dan Pleiku.
Serbuan mobil udara itu berlangsung sengit. Selain didukung gempuran artleri, heli serbu, bombardemen oleh pesawat B-52, juga berlangsung pertempuran satu lawan satu dengan bayonet selama lima hari.
Perang Vietnam
Perang sengit yang memakan banyak korban itu berakhir setelah tiga resimen Viet Cong yang bertahan berhasil dihancurkan oleh 1stCavalry. Tapi 1stCavalry harus membayar mahal karena lebih dari 300 prajuritnya tewas.
Memasuki tahun 1966, perang yang dihadapi oleh 1stCavalry makin sengit. Pada tanggal 28 Januari 1stCavalry melancarkan Operation Masher yang melibatkan 3rdBrigade.
Dalam pertempuran di kawasan Bong San, 3rdBrigade mendapat perlawanan hebat dari Viet Cong dan dalam minggu pertama Operation Masher sebanyak 77 personil 3rdgugur.
Operation Masher berakhir setelah dua batalyon Viet Cong berhasil dihancurkan. Sebanyak 1350 personil Viet Cong tewas.  Tanggal 7 Februari, 1stCavalry melancarkan misi tempur search and destroylewat operasi bersandi White Wing.
Satuan yang diterjunkan antara lain, 1stBrigade, 1stdan 2ndBattalion, 5thCavalry, dan 2ndBrigade.  Pasukan gabungan itu melancarkan pengepungan terhadap posisi pasukan Viet Cong di kawasan lembah yang dikenal dengan nama Iron Triangle.
Perlu waktu 4 hari untuk menghancurkan kekuatan musuh bagi satuan-satuan 1stCavalry.  Kekuatan pasukan Viet Cong di Iron Triangle akhirnya berhasil ditumpas setelah dihujani gempuran artleri dan bombardemen udara oleh armada B-52.
Operasi White Wing terus dilanjutkan  secara gencar hingga memasuki bulan Maret yang juga merupakan bulan terakhir bagi operasi tempur bersandi  search and destroy itu.
Viet Cong
Pada minggu pertama bulan Maret, selama enam hari pertempuran satuan-satuan 1stCavalry sukses menggulung kekuatan Viet Cong di kawasan Propinsi Binh Dinh. Keberhasilan operasi di Binh Dinh menandai berakhirnya Operasi White Wing.
Setelah beristirahat sekitar sebulan, memasuki Mei satuan-satuan 1stCavalry kembali diterjunkan ke medan laga.  Operasi bersandi “Crazy Horse” itu  tetap bermoto search and destroy dengan sasaran kawasan bukit dan berhutan lebat yang membentang antara Suoi Ca serta Vinh Thanah.
Pasukan Viet Cong membangun pertahanannya di balik rumput gajah yang lebat dan mempunyai diameter ketinggian di atas manusia sehingga sulit terdeteksi.
Umumnya jika konsentrasi persembunyian Viet Cong diketahui, 7thCavalry langsung menghujani dengan tembakan artleri didukung, tembakan roket, pemboman oleh pesawat F-4 dan B-52.
Sedangkan sisa-sisa pasukan Viet Cong yang berusaha melarikan diri akan disergap oleh personel 1stCavalry dengan senjata-senjata perorangan.Hingga akhir tahun 1966, 1stCavalry terus membukukan keberhasilannya dalam sejumlah operasi seperti Thayer I dan Thayer II.
Tapi menjelang akhir tahun 1stCavalry dikejutkan oleh serangan Viet Cong yang dilancarkan secara mendadak.  Serangan yang dilancarkan dua hari setelah perayaan Natal itu, 27 Desember pukul 01.05, membuat sejumlah satuan 1stCavalry yang sedang bertugas kocar-kacir.
Dalam serangan yang sengaja memanfaatkan kelengahan lawan itu, Viet Cong mengerahkan satuan 22ndRegiment dan 3rdNorth Vietnamese Army.
Gempuran yang mengandalkan ribuan gelombang manusia itu juga didukung oleh persenjataan berat seperti meriam 82 mm, mortir 60 mm, senapan mesin caliber 57 mm, dan senapan mesin dalam jumlah besar.
Satuan-satuan 1stCavalry yang sedang bertugas seperti 1stBattalion, 12thCavalry, 2ndBattalion, 19thArtillery and Battery C, 6thBattalion, 16thArtillery, dan lainnya berusaha keras  membangun perimeter agar tak bisa ditembus pasukan Viet Cong.
Perang Vietnam
Namun, serbuan Viet Cong terlalu kuat dan berhasil menerobos perimeter serta menguasai sejumlah posisi meriam dan senapan mesin.  Ratusan personil 1stCavalry gugur dalam pertempuran sengit yang berlangsung dalam jarak dekat dan diwarnai duel satu lawan satu itu.
Dalam kondisi terdesak, 1stCavalry lalu memanggil bantuan gempuran artleri dan udara.
Tak lama kemudian tiba bantuan serbuan udara, air support yang dilancarkan oleh 2ndBattalion 19thCavalry, 2ndBn 20thArtillery, 1stAviation Detachment, 1stSquadron 9thCavalry, AC-47Flare/Gun Aircraft Spooky USAF, dan Tactical Fighters/Bombers, 7thUSAF.
Berkat bantuan serbuan udara itu, pasukan Viet Cong akhirnya berhasil dipukul mundur pada pukul 02.15.Memasuki tahun 1967 hingga awal tahun 1968, 1stCavalry disibukkan oleh misi tempur Operation Pershing yang sangat melelahkan.
Operasi ini merupakan mobil udara yang lebih dikenal dengan skytrooper. Sasarannya adalah sarang-sarang persembunyian Viet Cong yang berada pada bunker-bunker bawah tanah.
Biasanya unit-unit 1stCavalry diterjunkan ke daerah sasaran dengan helikopter dan selanjutnya berburu Viet Cong di bunker-bunker bawah tanah.
Dalam operasi tempur Pershing yang merupakan misi terpanjang itu, 1stCavalry Division berhasil membunuh 5.401 Viet Cong, menawan 2.400 personel, dan menyita senjata perorangan sebanyak 1.300 unit serta 137 senjata berat lainnya.
Akan tetapi, militer AS juga harus membayar mahal karena ribuan prajuritnya telah tewas dalam misi Operation Pershing itu.

Airspace

Sabtu, 18 April 2020

Daftar Belanja Alutsista Prabowo

Di tengah gurun pasir Abu Dhabi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memegang burung elang di tangan kiri. Gaya pakaiannya begitu trendi meski di bawah terik matahari. Memakai kemeja jins biru dan topi koboi, dia sedang dijamu sebagai tamu kehormatan bagi pemerintah Uni Emirat Arab (UEA).
Kedatangan Prabowo pada 24 Februari 2020, dirasa begitu spesial bagi Menteri Pertahanan Uni Emirat Arab Mohammed bin Ahmed Albawardi. Berada di gurun pasir, Prabowo sengaja diajak rapat. Salah satunya membahas rencana Indonesia membeli Alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Antara Prabowo dan menteri pertahanan (UEA) membahas rencana kerjasama mengenai drone dan persenjataan. Karo Humas Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Totok Sugiharto menyebut kedatangan atasannya ke Abu Dhabi itu demi mencapai target pemenuhan alutsista sesuai dengan Minimum Essential Force alutsista Indonesia.
"Diplomasi pertahanan secara khusus juga diperlukan untuk mencegah terjadinya ketegangan antar negara" ujar Totok.
Sejak dilantik sebagai menteri pertahanan, Prabowo sudah berkunjung ke sejumlah negara. Misi ini dilakukan demi membeli sejumlah alutsista. Setidaknya dia sudah menyambangi delapan negara.
infografis alutsista
Sejak tanggal 14 November 2019, Prabowo terbang ke Malaysia. Kemudian dilanjutkan pada 17 November 2019 menuju Thailand. Bahkan pada 27-29 November 2019, Prabowo dan rombongan Kementerian Pertahanan berangkat menuju Turki. Di sana dia bertemu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Bulan berikutnya, pada 15 Desember 2019, Prabowo berangkat ke China. Kemudian berlanjut ke Jepang pada 20 Desember 2019. Bulan itu perjalanan berakhir di Filipina pada 27 Desember 2019.
Di bulan Januari 2020, Prabowo hanya mengunjungi satu negara saja yaitu ke Prancis pada 11-13 Januari 2020. Terakhir Prabowo sedang berada di Abu Dhabi sejak 24 Februari 2020.
Juru Bicara Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar mengatakan bahwa dalam enam bulan ini Prabowo akan fokus kepada alutsista. Dahnil mengatakan bahwa proses pembelian alutsista memakan waktu yang cukup lama. Bisa bertahun-tahun karena prosesnya G to G atau government to government. Maksudnya adalah tidak melalui perantara (makelar) yang membuat harga alutsista menjadi lebih mahal.
Dahnil juga mengatakan bahwa Prabowo akan fokus pada pembelian pesawat tempur dan kapal perang. "Beliau fokus pada pesawat tempur. Kemudian soal kapal perang, juga radar karena yang paling urgent di kita hari ini. Menurut Pak Prabowo yang penting itu radar. Termasuk fokusnya adalah industri peluru," kata Dahnil Anzar sebelum keberangkatan Prabowo ke Abu Dhabi pada 20 Februari lalu.
Sekian banyak negara dikunjungi, Prabowo begitu tertarik membeli sejumlah alutsista. Media Prancis La Tribun mengabarkan bahwa Pemerintah Indonesia tertarik membeli 48 jet unit tempur Dassault Rafale dan 4 kapal selam Scorpene, dan 2 kapal perang Korvet Gowind produksi Prancis.
Untuk pesawat tempur Dassault Rafale, harga 1 unitnya dibanderol Rp1,5 triliun. Adapun ketertarikan Prabowo dikarenakan merasa Prancis memiliki industri pertahanan yang maju.
Dassault Rafale didesain bersayap delta dipadukan dengan kanard aktif terintegrasi untuk memaksimalkan kemampuan manuver (+9 g atau -3 g) untuk kestabilan terbang. Maksimal, 11 g dapat diraih jika dalam keadaan darurat. Kanard juga mengurangi laju pendaratan hingga 115 knot.
Dari sisi elektronik, pesawat ini dilengkapi sistem Thales RBE2 berjenis passive electronically scanned array (PESA). Alat ini bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap jet tempur lainnya dan dapat mendeteksi secara cepat serta mampu melacak berbagai target dalam pertempuran jarak dekat.
Kemudian, Rafale dilengkapi dengan sistem radar juga dilengkapi RBE2 AA, berupa active electronically scanned array (AESA). Radar ini digunakan untuk mendeteksi lawan hingga 200 km. Rafale juga dilengkapi dengan sejumlah sistem sensor pasif, yakni sistem optik-elektro berupa Optronique Secteur Frontal (OSF), yang terintegrasi dengan pesawat. OSF ini bisa mendeteksi dan mengidentifikasi target-target udara.
Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA, yang bisa melindungi pesawat dari serangan udara maupun darat. Selain menyerang musuh di udara, Rafale juga mampu menarget musuh-musuh di darat dengan peralatan mereka bernama alat intai Thales Optronics's Reco New Generation dan Damocles electro-optical.
Rafale dilengkapi dua unit mesin Snecma M88, mesin ini membuat pesawat ini mampu melesat hingga 1,8 mach atau 1.912 km per jam dengan ketinggian puncak, dan ketinggian rendah 1,1 mach atau 1.390 km per jam.

Kerja Sama Mandek dengan Rusia

Rencana pembelian jet dari Prancis bertolak belakang dengan kesepakatan Indonesia untuk memboyong 11 unit Sukhoi Su-35 dari Rusia. Kontrak rencana pembelian itu sudah ditandatangani pada Februari 2018.
Memang selama prosesnya ada beberapa hal membuat distribusinya terhambat. Mulai dari perkara imbal dagang, sampai ancaman dilayangkan Amerika Serikat. Padahal sejak 2016, 2016, Presiden Joko Widodo sudah melakukan pertemuan terbatas dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kota Sochi. Kedua kepala negara sepakat meningkatkan meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan. Salah satunya membahas pembelian Sukhoi Su-35.
Pesawat tempur Sukhoi Su-35 memiliki kemampuan untuk menyerang objek di daratan. Supaya lebih ringan dan mampu bermanuver di atas udara, pesawat ini mengalami beberapa pengurangan, seperti campuran logam berkekuatan tinggi dan meningkatkan volume bahan bakarnya hingga mampu menampung 11.500 kg avtur.
Dengan pengurangan itu membuat pesawat mampu bermanuver hingga 120 derajat ketika melakukan penyerangan dan meningkatkan kecepatan saat lepas landas maupun mengurangi kecepatan saat mendarat.
Adapun keunggulan pesawat Sukhoi SU-35, dilengkapi dengan dua penampil kristal cair (liquid crystal display atau LCD) guna memberikan semua informasi kepada pilot butuhkan dalam format picture in picture.
Pesawat ini diklaim memiliki kecepatan hingga 1.400 km per jam di atas laut dan 2.400 km per jam di ketinggian 60 ribu kaki. Kekuatan utama dari Su-35 berada pada sensor. Radar jenis NIIP Tikhomirov Irbis-E dirasa mampu mendeteksi 30 target di udara, empat objek di darat dengan jarak hingga 400 km.
Selain itu, Pesawat ini juga dilengkapi 30 mm GSh-30 internal cannon dan mampu menembakkan 150 butir peluru. Terdapat 12 slot, terdiri dari 2 wingtip rails dan 10 wing dan mampu membawa misil, roket dan bom dengan bobot maksimal 8.000 kg. Harganya pun lebih murah di banding Dassault Rafale. Sukhoi Su-35 per unit dijual Rp855 miliar.
Analisis pertahanan dan militer, Connie R Bakrie, mengatakan mahal atau tidaknya harga sebuah alutsista itu relatif. Namun dalam prinsip bisnis, membeli melalui proses tender akan mendapatkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang terbaik.
"Jangan lupa ini bukan tentang Prabowo suka A, B atau C tapi tentang bagaimana Mabes TNI, Panglima, Kasau dan jajaran TNI AU ingin mengarahkan pembangunan kekuatannya," ujar Connie.
Memang keputusan pembelian senjata tidak terlepas dari konstelasi politik Russia dan AS. Menurutnya, Indonesia akan mencari masalah jika membeli Sukhoi dari Rusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan Amerika akan melakukan embargo kepada Indonesia bila itu dilakukan.
"Jadi untuk apa sebenarnya cari gara-gara (masalah) dgn membeli Sukhoi? Kita kan bisa mengukur untung rugi serta kesiapan jika kita di embargo AS karena membeli Sukhoi," ujar Connie.
Di tengah kecaman dari AS, Prabowo justru mengincar pesawat tempur F-16 Block 72 Viper buatan negara tersebut. Pesawat tempur ini merupakan tipe terbaru dari F-16 Fighting Falcon. Tipe baru ini dijuluki "Viper". F-16 Block 70/72 merupakan produksi F-16 yang terbaru dan tercanggih, karena menggabungkan berbagai kapabilitas dari tipe F-16 sebelumnya.
F-16 Block 70/72 memiliki radar APG-83. Radar di pesawat termasuk dalam Active Electronically Scaned Array (AESA) atau radar Array. Selain itu, beberapa teknologi di F-16 Block 70/72 juga terbaru dan tidak tersedia di tipe-tipe Block F-16 lainnya.
Radar mampu melacak 20 target secara bersamaan, mampu menghasilkan peta radar aperture sintetis dengan resolusi tinggi, memiliki jangkauan hingga 160 mil laut dari target darat hingga operasi mode udara-ke-udara dan udara-ke-permukaan yang menjadi satu. Radar Array juga mampu melacak target jarak jauh dari udara.
Selanjutnya, F-16 Block 70/72 dilengkapi dengan sistem teknologi canggih yang mendukung Integrated Radar Warning Receiver (RWR). Artinya, F-16 Block 70 memiliki teknologi yang sadar akan ancaman RF dan sistem penanggulangan elektronik (ECM).
Pesawat tempur ini punya senjata yang bisa diandalkan, seperti sistem target dengan AAQ-33 Sniper Advanced Targeting Pod, AAQ-28 Litening II Advanced Targeting Pod, hingga AAQ-32 Integrated FLIR Targeting System. Kemudian Roket atau Senjata Pods, yang terdiri dari roket MK-4, MK-66 2.77-in, APKWS Laser 2.75-in, MK-4, MK-66 2.77-in, roket pod LAU-68/131 dan LAU-3A/5003.
Khusus membahas Perkembangan Pengadaan Alutsista TNI Tahun 2020-2024 dan Pengadaan Pesawat Sukhoi SU-35, Menko Polhukam Mahfud MD pada 20 Februari lalu, menggelar Rapat Koordinasi Khusus.
Dalam rapat yang digelar di kantor Kemenko Polhukam, turut hadir Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa, Wakasal Laksamana Madya TNI Mintoro Yulianto, Kasau Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, dan jajaran kementerian/lembaga lainnya.
"Tadi koordinasi saja. Kan lagi banyak, misal terkait keputusan strategis pengadaan alutsista dan sebagainya kan harus ada keputusan politik yang akan diambil presiden. Nah membahas salah satunya terkait dengan itu," jelas Dahnil.
Dahnil mengatakan bahwa keputusan akhir terkait alutsista apa saja yang akan dibeli ada ditangan presiden. Menurutnya, belanja alutsista tak hanya sekedar spesifikasi. Tetapi, juga terkait geopolitik dan geostrategis. Hal itu sudah disampaikan Prabowo kepada Presiden Jokowi.
"Seluruh pertimbangan geopolitik, geostrategis, spek dan kebutuhan terhadap pertahanan kita, sudah disampaikan Pak Menhan ke Pak Presiden. Misalnya, Sukhoi baiknya apa dan sebagainya. Misalnya, Sukhoi baiknya apa dan sebagainya. Yang pada akhirnya putusan politik ada di Pak Presiden," ucapnya.
Jika dirinci semua harga alutsista yang ingin dibeli Prabowo rasanya anggaran dana Kemenhan tidak cukup. Anggota Komisi I DPR RI Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa alutsista incaran Prabowo harus dipelajari dulu Komisi I DPR.
Kemudian mereka akan melihat prinsip pembeliannya. Paling penting rencana pembelian itu harus transparan, efisien, dan tepat guna. "Jadi jangan nanti pas sudah dibeli, tapi tidak ada gunanya. Sayang-sayang bukan?" ujar Abdul Kadir kepada merdeka.com.
Abdul Kadir juga menambahkan bahwa Komisi I akan mempertimbangkan mulai dari dari spesifikasi, kualitasnya hingga tenaga ahlinya juga harus ada. Menurutnya tidak mungkin jika suatu alat teknologi yang canggih tidak mempunyai ahli teknologi.
Menurut Abdul Kadir, sumber daya manusia di Indonesia masih kurang khususnya di bidang pesawat sekaligus di bidang militer. Hal ini yang menjadi kendala bagi Indonesia untuk meningkatkan sistem pertahanan negara sendiri. Padahal poin itu yang diinginkan Presiden Jokowi, sehingga tidak terlalu banyak impor alutsista.
Anggota Komisi I dari partai PKB itu juga mengatakan bahwa seharusnya pemerintah fokus dalam membangun industri pertahanan Indonesia. Selain itu juga harus memodernisasi alutsista yang sudah ada. "Kita tidak bisa bergantung impor terus. Itu bahaya."
Sedangkan Connie R Bakrie, melihat bahwa apa yang dilakukan Prabowo selama ini sudah baik. Sudah menyadari bahwa pertahanan Indonesia membutuhkan revitalisasi dan retrofit. Namun, seharusnya sistem pertahanan Indonesia harus diperbaiki terlebih dahulu.
"Jangan diterjemahkan sebagai beli senjata secara brutal tanpa memperbaiki sistem manajemen pertahanan kita terlebih dulu," kata Connie.
Aggaran dana Kemhan merupakan yang paling tinggi dari kementerian lainnya yaitu sebesar Rp127 triliun. Pada 2019, tercatat alokasi untuk Kemenhan mencapai Rp106,1 triliun, sedangkan pada 2018 sebesar Rp107,7 triliun.
Kendati mendapat anggaran paling tinggi dibanding kementerian lain, dana sebesar Rp 127 triliun itu dibagi kewenangannya pada lima kuasa pengguna anggaran (KPA). KPA itu mencakup Kemenhan 21 persen, Mabes TNI 9 persen, TNI AD 60 persen, TNI AL 20 persen, dan TNI AU 17 persen.