Jumat, 27 September 2013

Mengapa Curiga Dengan Pembelian Alutsista Bais TNI?


Setelah Indonesia melakukan reformasi pada tahun 1998, pemerintah membuka keran kebebasan, terutama kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Segala sesuatu menjadi agak transparan dan penulis yakin akan semakin lebih transparan di masa mendatang. Itulah kekuatan sistim demokrasi yang kini kita anut dan yakini bersama. Tidak ada yang bisa menutupi sebuah keburukan, kecuali dengan akal dan muslihat pastinya. Kasus-kasus  korupsi dibongkar, kongkalikong di mediakan, intinya rakyat bebas berpendapat dalam koridor hukum tertentu pastinya.
Nah, nampaknya residu kecurigaan masa lalu terhadap fungsi sospol TNI masih membekas dikalangan politisi, LSM maupun pengamat yang pintar sekalipun. Memang tidak dapat disalahkan dengan tuduhan-tuduhan miring tersebut, TNI menerima dengan legowo.
Kini muncul berita yang berasal dari kantor Kementerian Pertahanan, dimana dijelaskan bahwa Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI akan dilengkapi dengan alat sadap seharga US$ 5,6 juta dalam rangka pencapaian target Minimum Essensial Force yang diharapkan akan tercapai pada tahun 2019. Kemhan menyatakan membeli perangkat intelijen dari perusahaan asal Inggris, Gamma TSE Ltd.
Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemhan, Brigadir Jenderal TNI Sisriadi  mejelaskan di kantor Kemenhan, Rabu (25/9/2013), bahwa Kemenhan membeli peralatan intelijen antisadap yang akan digunakan oleh Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. Ditegaskannya, "Yang dibeli itu bukan alat sadap, tapi alat intelijen antisadap." Pengadaan peralatan intelijen itu digunakan agar arus informasi antara Bais TNI dan kantor-kantor Atase Pertahanan RI di seluruh dunia dapat berlangsung dengan aman. Alat tersebut diperlukan untuk menjamin bahwa pengiriman data atau informasi strategis tidak terganggu atau tersadap pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro  di Markas Rindam Jaya, Jakarta, Selasa (24/9/2013) menyatakan bahwa peralatan intelijen yang dibeli Kemenhan itu akan digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. tidak akan digunakan untuk intelijen level bawah, seperti intelijen kriminal atau intelijen ekonomi. Alat tersebut untuk kepentingan intelijen strategis.
Publik di Indonesia demikian sangat curiga apabila mendengar kata alat sadap. Kasus pembeberan hasil sadapan ditayangkan di media elektronik saat sidang terdakwa Anggoro di Mahkamah Konstitusi, diperdengarkan dengan jelas hasil sadapan tilpon dari KPK saat itu. Bagi masyarakat awam, rasa alergi terhadap penyadapan tilpon/HP jelas membuat rasa tidak nyaman. Kini urusan sadap menyadap di era komunikasi yang demikian maju menjadi bagian tugas badan intelijen dari negara-negara besar dalam rangka pulbaket (pengumpulan bahan keterangan).  Sampai-sampai peserta KTT G-20 di Inggris, termasuk delegasi Presiden SBY juga disadap pada tahun 2009.
Urusan sadap menyadap negara-negara besar diungkapkan oleh mantan kontraktor CIA/NSA, Snowden warga AS yang kini mendapat suaka di Rusia. Snowden membocorkan dokumen rahasia kepada harian Guardian, dua buah dokumen badan intelijen Inggris, Government Communications Headquarters (GCHQ) yang berjudul “Mastering the Internet” dan “Global Telecoms Exploitation”. Dokumen itu menjelaskan secara rinci bagaimana sebuah operasi dengan sandi “Tempora” yang selama 18 bulan telah mengumpulkan, menganalisa dan menyimpan data dalam jumlah yang demikian besar, lalu membagikan hasil informasi yang didapatnya itu kepada badan intelijen Amerika, National Security Agency (NSA).
Nah, Kementerian Pertahanan dalam upayanya untuk pencapaian MES yang dikerjakan dalam dua renstra memandang bahwa Bais TNI perlu dilengkapi dengan peralatan sandi komunikasi untuk mengamankan arus informasi dari kantor Atase Pertahanan RI di luar negeri  ke Bais. Jadi seperti yang disampaikan oleh Kapuskom Kemhan, yang dibeli nampaknya adalah alat anti sadap (kriptografi).
Dalam kriptografi, enkripsi adalah proses pesan encoding (atau informasi) sedemikian rupa sehingga penyadap atau hacker tidak bisa membacanya, hanya dapat dibaca oleh penerimanya. Dalam skema enkripsi, pesan atau informasi (disebut sebagai plaintext) dienkripsi dengan menggunakan algoritma enkripsi, mengubahnya menjadi ciphertext yang terbaca (ibid). Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kunci enkripsi, yang menentukan bagaimana pesan tersebut akan dikodekan.
Setiap musuh yang dapat melihat ciphertext tidak  bisa melihat pesan asli tersebut. Pihak pengirim, bagaimanapun dengan peralatannya akan memecahkan ciphertext dengan menggunakan algoritma dekripsi, yang biasanya memerlukan kunci dekripsi rahasia, musuh jelas tidak memiliki akses. Untuk alasan teknis, skema enkripsi biasanya membutuhkan algoritma kunci-generasi secara acak.
Demikian rumitnya sistem pengamanan sandi untuk mengamankan arus informasi penting antara Athan dengan Bais TNI. Itulah pemanfaatan peralatan yang dibeli dari Gamma TSE.
Dari sisi kecurigaan politik, pada intinya sudah dijawab dan dijelaskan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, bahwa TNI akan netral dalam pemilu 2013. Moeldoko pernah menjadi tetangga penulis di kompleks Kowilhan Setu. Penulis percaya Panglima TNI  akan menjaga posisi TNI sebagai unsur pertahanan tidak terlibet dalam politik praktis. Mengingat peralatan yang dibeli merupakan alutsista intelijen dengan klasifikasi sangat rahasia, sehingga tidak diketahui kemampuannya secara umum.
Kalaupun peralatan tersebut dapat juga dipergunakan untuk menyadap, TNI tidak akan menggunakannya untuk kepentingan politik. Tidak ada seorangpun tokoh mantan militer yang dapat memengaruhi netralitas TNI dimasa datang. Tetapi kewaspadaan dan kecurigaan masyarakat ya boleh-boleh saja, namanya era demokrasi kebebasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar