Setelah Indonesia melakukan reformasi
pada tahun 1998, pemerintah membuka keran kebebasan, terutama kebebasan
dalam menyampaikan pendapat. Segala sesuatu menjadi agak transparan dan
penulis yakin akan semakin lebih transparan di masa mendatang. Itulah
kekuatan sistim demokrasi yang kini kita anut dan yakini bersama. Tidak
ada yang bisa menutupi sebuah keburukan, kecuali dengan akal dan
muslihat pastinya. Kasus-kasus korupsi dibongkar, kongkalikong di
mediakan, intinya rakyat bebas berpendapat dalam koridor hukum tertentu
pastinya.
Nah, nampaknya residu kecurigaan masa
lalu terhadap fungsi sospol TNI masih membekas dikalangan politisi, LSM
maupun pengamat yang pintar sekalipun. Memang tidak dapat disalahkan
dengan tuduhan-tuduhan miring tersebut, TNI menerima dengan legowo.
Kini muncul berita yang berasal dari
kantor Kementerian Pertahanan, dimana dijelaskan bahwa Badan Intelijen
Strategis (Bais) TNI akan dilengkapi dengan alat sadap seharga US$ 5,6
juta dalam rangka pencapaian target Minimum Essensial Force yang
diharapkan akan tercapai pada tahun 2019. Kemhan menyatakan membeli
perangkat intelijen dari perusahaan asal Inggris, Gamma TSE Ltd.
Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom)
Publik Kemhan, Brigadir Jenderal TNI Sisriadi mejelaskan di kantor
Kemenhan, Rabu (25/9/2013), bahwa Kemenhan membeli peralatan intelijen
antisadap yang akan digunakan oleh Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.
Ditegaskannya, "Yang dibeli itu bukan alat sadap, tapi alat intelijen
antisadap." Pengadaan peralatan intelijen itu digunakan agar arus
informasi antara Bais TNI dan kantor-kantor Atase Pertahanan RI di
seluruh dunia dapat berlangsung dengan aman. Alat tersebut diperlukan
untuk menjamin bahwa pengiriman data atau informasi strategis tidak
terganggu atau tersadap pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro
di Markas Rindam Jaya, Jakarta, Selasa (24/9/2013) menyatakan bahwa
peralatan intelijen yang dibeli Kemenhan itu akan digunakan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. tidak akan digunakan untuk intelijen
level bawah, seperti intelijen kriminal atau intelijen ekonomi. Alat
tersebut untuk kepentingan intelijen strategis.
Publik di Indonesia demikian sangat
curiga apabila mendengar kata alat sadap. Kasus pembeberan hasil sadapan
ditayangkan di media elektronik saat sidang terdakwa Anggoro di
Mahkamah Konstitusi, diperdengarkan dengan jelas hasil sadapan tilpon
dari KPK saat itu. Bagi masyarakat awam, rasa alergi terhadap penyadapan
tilpon/HP jelas membuat rasa tidak nyaman. Kini urusan sadap menyadap
di era komunikasi yang demikian maju menjadi bagian tugas badan
intelijen dari negara-negara besar dalam rangka pulbaket (pengumpulan
bahan keterangan). Sampai-sampai peserta KTT G-20 di Inggris, termasuk
delegasi Presiden SBY juga disadap pada tahun 2009.
Urusan sadap menyadap negara-negara
besar diungkapkan oleh mantan kontraktor CIA/NSA, Snowden warga AS yang
kini mendapat suaka di Rusia. Snowden membocorkan dokumen rahasia kepada
harian Guardian, dua buah dokumen badan intelijen Inggris, Government
Communications Headquarters (GCHQ) yang berjudul “Mastering the Internet” dan “Global Telecoms Exploitation”.
Dokumen itu menjelaskan secara rinci bagaimana sebuah operasi dengan
sandi “Tempora” yang selama 18 bulan telah mengumpulkan, menganalisa dan
menyimpan data dalam jumlah yang demikian besar, lalu membagikan hasil
informasi yang didapatnya itu kepada badan intelijen Amerika, National
Security Agency (NSA).
Nah, Kementerian Pertahanan dalam
upayanya untuk pencapaian MES yang dikerjakan dalam dua renstra
memandang bahwa Bais TNI perlu dilengkapi dengan peralatan sandi
komunikasi untuk mengamankan arus informasi dari kantor Atase Pertahanan
RI di luar negeri ke Bais. Jadi seperti yang disampaikan oleh Kapuskom
Kemhan, yang dibeli nampaknya adalah alat anti sadap (kriptografi).
Dalam kriptografi, enkripsi adalah
proses pesan encoding (atau informasi) sedemikian rupa sehingga penyadap
atau hacker tidak bisa membacanya, hanya dapat dibaca oleh penerimanya.
Dalam skema enkripsi, pesan atau informasi (disebut sebagai plaintext)
dienkripsi dengan menggunakan algoritma enkripsi, mengubahnya menjadi
ciphertext yang terbaca (ibid). Hal ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan kunci enkripsi, yang menentukan bagaimana pesan tersebut
akan dikodekan.
Setiap musuh yang dapat melihat
ciphertext tidak bisa melihat pesan asli tersebut. Pihak pengirim,
bagaimanapun dengan peralatannya akan memecahkan ciphertext dengan
menggunakan algoritma dekripsi, yang biasanya memerlukan kunci dekripsi
rahasia, musuh jelas tidak memiliki akses. Untuk alasan teknis, skema
enkripsi biasanya membutuhkan algoritma kunci-generasi secara acak.
Demikian rumitnya sistem pengamanan
sandi untuk mengamankan arus informasi penting antara Athan dengan Bais
TNI. Itulah pemanfaatan peralatan yang dibeli dari Gamma TSE.
Dari sisi kecurigaan politik, pada
intinya sudah dijawab dan dijelaskan oleh Panglima TNI Jenderal TNI
Moeldoko, bahwa TNI akan netral dalam pemilu 2013. Moeldoko pernah
menjadi tetangga penulis di kompleks Kowilhan Setu. Penulis percaya
Panglima TNI akan menjaga posisi TNI sebagai unsur pertahanan tidak
terlibet dalam politik praktis. Mengingat peralatan yang dibeli
merupakan alutsista intelijen dengan klasifikasi sangat rahasia,
sehingga tidak diketahui kemampuannya secara umum.
Kalaupun peralatan tersebut dapat juga
dipergunakan untuk menyadap, TNI tidak akan menggunakannya untuk
kepentingan politik. Tidak ada seorangpun tokoh mantan militer yang
dapat memengaruhi netralitas TNI dimasa datang. Tetapi kewaspadaan dan
kecurigaan masyarakat ya boleh-boleh saja, namanya era demokrasi
kebebasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar