Jakarta (28/5/2013)- Peranan intelijen
menjadi sangat vital dan integral apabila dikaitkan dengan pertahanan
dan keamanan negara. Sebagai insan intelijen yang bertugas untuk menjaga
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menjadi penting
dan mendesak untuk manunggal dan meningkatkan kemitraan dengan rakyat.
Demikian rangkuman wawancara dengan mantan Kepala Badan Koordinasi
Intelijen (BAKIN) periode 1996-1998–yang sekarang berubah nama menjadi
Badan Intelijen Negara (BIN)–Letnan Jenderal TNI (Purn) Moetojib di
kompleks BIN, Jakarta, Rabu (8/5/2013).
Berikut petikan wawancara dengan Mantan Kepala BAKIN, Moetojib :
1. Bagaimana perjalanan karir Anda, sehingga berhasil menduduki jabatan puncak sebagai Kepala BAKIN?
Pada mulanya saya tidak pernah bermimpi ataupun bercita-cita sebagai
Kepala BAKIN. Kalau dirunut selama perjalanan karir saya tidak pernah
menjabat dalam posisi yang berhubungan dengan intelijen maupun masuk
komunitas intelijen. Saya tidak mengetahui secara pasti alasan Presiden
Soeharto menunjuk saya menjadi Kepala BAKIN, padahal jabatan saya ketika
itu sebagai Gubernur Lemhanas. Menurut Jenderal Edi Sudrajat dan
Jenderal faisal Tanjung yang menjadi atasan saya, Presiden Soeharto
mengatakan : “Intelijen itu ilmu yang bisa pelajari. Karena itu, sambil
bekerja sambil belajar.” Pesan Preiden Soeharto terhadap saya,
“Sampaikan kepada saya apa yang kamu lihat sesungguhnya, jangan sampai
terbalik”. Waktu itu saya menjawab : “Baik Pak saya akan lakukan
itu.Kalau saya melihat kucing, saya bilang kucing, kalau saya melihat
macan, saya bilang macan”.
2. Apa yang Anda pikirkan ketika pertama kali memimpin BAKIN?
Pada awal masuk BAKIN, saya berpandangan seyogyanya orang intel harus
dapat membuka mata dan kuping selebar-lebarnya, namun mulut tertutup
rapat jangan banyak bicara. Dalam pikiran saya, makin banyak orang tidak
mengenal intelijen semakin baik, karena intelijen berhadapan dengan
sesuatu yang rahasia. Semakin kita tertutup, maka akan semakin selamat.
Berbeda dengan jabatan saya sebelumnya, semua orang boleh mengenal
karena public figure, seperti Panglima Kodam, Komandan Sesko
ABRI, Gubernur Lemhanas. Kesemua jabatan tersebut dikenal publik. Satu
prinsip yang saya pegang sampai hari ini, orang boleh mengenal diri saya
sebagai Kepala BAKIN, tetapi yang lebih penting orang tidak boleh
mengetahui isi dalam kepala saya tentang kegiatan yang saya lakukan.
3. Adakah pengalaman yang menarik dan impresif selama Anda menjabat sebagai Kepala BAKIN?
Banyak sekali pengalaman menarik selama saya menjabat sebagai Kepala
BAKIN. Namun hal itu tidak dapat dibagikan, mengingat rahasia negara
baru boleh disampaikan setelah 30 tahun dengan pertimbangan sudah tidak
menimbulkan dampak apa-apa. Salah satu yang menarik, pada saat BAKIN
diberi kesempatan sebagai tuan rumah penyelenggara pertemuan komunitas
intelijen ASEAN yang dilaksanakan di dua tempat, yaitu Jakarta dan Bali.
Salah satu hasil yang dicapai dalam pertemuan tersebut adalah
kesepakatan mengenai permasalahan yang merugikan salah satu negara
ASEAN, semua negara ASEAN harus membantu agar tidak berdampak terhadap
negara lainnya. Hasil kesepakatan tersebut dilaporkan kepada Presiden
Soeharto dengan mengajak para peserta negara ASEAN untuk menghadap
Presiden.
4. Bagaimana Anda melihat bahwa intelijen sebagai bagian dari sistem pertahanan Negara?
Intelijen sebagai bagian dari sistem pertahanan Negara, karena sistem
pertahanan dan keamanan tidak bisa dilakukan tanpa intelijen. Pada
dasarnya, dalam kehidupan semua harus mengetahui informasi lebih dahulu,
seperti pernyataan Sun Tzu yang mengatakan, kalau kita sudah mengetahui
50% informasi, kemenangan sudah didapat. Berdasarkan pengalaman saya
yang banyak di pasukan tempur dan komando teritorial, kedua wilayah
tersebut merupakan ruang dan alat juang. Merujuk pada sistem pertahanan
kita adalah sistem pertahanan rakyat semesta yang sesuai dengan budaya
gotong royong. Penggunaan sistem pertahanan rakyat semesta harus
dilakukan secara integral dan total. Sebagai petugas inteljen, harus
bisa bergaul, mengayomi dan manunggal dengan rakyat. Inilah kekuatan
sishankamrata yang sebenarnya. Aparat intelijen tidak bisa berbuat
apa-apa tanpa menggandeng rakyat. Aparat intelijen dapat menerapkan
sistem hankamrata dengan baik dan efektif, bila menjalin kemitraan
dengan rakyat. Oleh karena itu, aparat intelijen harus dapat merangkul
erat komando teritorial. Komando teritorial terbukti sudah membina
rakyat sebagai alat deteksi dini yang efektif.
5. Bagaimana Anda melihat permasalahan bangsa saat ini dan solusinya?
Saya melihat krisis demi krisis melanda bangsa ini, kemudian berubah
menjadi metamorphosis krisis yang bermacam-macam, mulai dari krisis jati
diri dan karakter. Permasalahan bangsa ini bersumber dari manusianya
bukan karena kecerdasan dan kesehatan yang kurang, tetapi lebih pada
karakter dan jati diri bangsa yang kurang. Solusi terhadap masalah
bangsa, perlu dirumuskan 2 (dua) strategi konsep dasar. Pertama,
rekonstruksi moral secara total dengan membangun karakter dan jati diri
bangsa di berbagai lini, mulai dari lembaga pendidikan sampai pada
tataran masyarakat. Kedua, konsolidasi kebangsaan untuk mengembalikan
kepada nilai-nilai dasar Pancasila, atau dalam istilah lain membangun
neo-nasionalisme dengan formulasi baru. Dalam perang kemerdekaan masa
lalu, bambu runcing digunakan untuk melawan tank. Ini adalah merupakan
simbol yang menunjukan kekuatan nasionalisme saat itu. Neo-nasionalisme
yang dimaksud adalah nasionalisme yang mengapresiasi kebhinekaan,
persatuan dan kesatuan, sebagai anugerah Tuhan. Isinya termasuk
mengatasi kemiskinan, kebodohan, dan mengatasi isme-isme lainnya sebagai
musuh bersama yang bertentangan dengan Pancasila.
6. Bagaimana Anda melihat profesionalisme intelijen saat ini?
Saya menyambut baik dan mengapresiasi peningkatan fungsi intelijen
maupun pemahaman mengenai intelijen, dengan didasarkan pada tantangan
yang semakin bertambah canggih dan berat. Intelijen harus bisa mengikuti
kemajuan tantangan dengan meningkatkan profesionalisme yang harus terus
dikaji dan disesuaikan dengan konteks tantangan jaman. Profesionalisme
intelijen yang dimaksud yaitu, intelijen yang lebih mengutamakan
pendekatan soft power, bukan lagi hard power, termasuk
didalamnya ialah bidang intelijen ekonomi, social dan budaya. Intelijen
harus mempunyai perangkat itu. Secara lebih teknis lagi, sumber daya
manusia (SDM) sangat mutlak untuk ditingkatkan. Hal ini untuk
mempermudah dalam mendeteksi adanya tantangan. Tantangan yang terlihat
sekarang ini adalah adanya usaha untuk mempengaruhi dan merubah
peraturan serta perundang-undangan yang ada, kemudian diikuti dengan
serbuan budaya ke negara setempat. Indonesia saat ini berada dalam
posisi terdesak. Dalam bidang politik, hukum, ekonomi lebih banyak
mengedepankan liberalisme daripada Demokrasi Pancasila.
7. Apa harapan Anda terhadap organisasi intelijen?
BIN harus terus menerus menyempurnakan organisasinya, termasuk
meningkatkan kualitas anggotanya, yang disesuaikan dengan tantangan
jaman. Perubahan persepsi seolah-olah intelijen jaman dulu hanya
menghadapi perang hard power, namun sekarang perang yang dihadapi adalah perang dengan soft power. Perang ini meliputi perang di bidang ideologi, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Perang soft power
membutuhkan pemikiran canggih dan harus dapat mempersiapkan diri, serta
harus memiliki daya tahan. Kembali pada konsep sishamkamrata intelijen
harus dapat mengambil hati rakyat. Aparat intelijen harus pandai dalam
membuat dan membangun jaringan dan akses dengan rakyat, melalui
pemanfaatan komando teritorial yang sudah tergelar. Aparat intelijen
perlu terus mengefektifkan sistem hankamrata untuk disinergikan dengan
fungsi intelijen. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar