Jumat, 27 Juni 2014

Prancis Tawarkan ToT Kapal Selam

 Kapal selam Scorpene buatan Prancis
Kapal selam Scorpene buatan Prancis

Menteri Muda Pertahanan Prancis Kader Arif menilai Indonesia sebagai mitra penting bagi negaranya. Indonesia diharapkan menjadi pintu masuk bagi Prancis untuk menjalin kerja sama pertahanan dengan negara-negara ASEAN.
Hal tersebut disampaikan Arif saat menerima kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Paris, Kamis (26/6/2014). Sjafrie didampingi Kepala Badan Sarana Pertahanan Laksamana Muda Rachmat Lubis.
Arif mengapresiasi peran yang dilakukan Indonesia baik dalam menjadi perdamaian di kawasan maupun dalam operasi penjaga perdamaian. Seperti halnya Indonesia, Prancis melakukan hal yang sama dengan penempatan pasukan perdamaian di banyak negara.
Untuk membuat peran itu berjalan lebih baik, Tentara Nasional Indonesia perlu dilengkapi dengan alat utama sistem persenjataan yang memadai. Menurut Arif, Prancis siap untuk memenuhi kebutuhan alutsista maupun pengembangan industri pertahanan Indonesia.
“Saya berterima kasih bahwa TNI AD mempercayai untuk menggunakan meriam Caesar 155 mm buat Prancis. Saya mendukung bukan hanya untuk pembelian alutsista, tetapi juga pengembangan industrinya seperti yang akan dilakukan PT Pindad dengan Nexter untuk pengembangan Caesar maupun dengan Roxel untuk industri propelan,” kata menteri muda berdarah Aljazair itu.
Menurut Arif, Prancis akan memberikan dukungan untuk transfer teknologi. Termasuk juga untuk industri kapal selam apabila dibutuhkan Indonesia.
Kapal selam Scorpene buatan Prancis
Kapal selam Scorpene buatan Prancis

Industri kapal selam Prancis bisa dikatakan cukup maju, bersaing dengan kapal selam Jerman, Rusia dan Amerika Serikat. Baru baru ini Brasil juga menandatangani kontrak kerjasama pembuatan kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Brasil.
Salah satu kapal selam produk andalan Prancis adalah Sorpene yang memiliki kemampuan, antara lain:
– anti-surface warfare
– anti-submarine warfare
– special operations
– intelligence gathering
– offensive minelaying
– area surveillance and blockade
– land strikes against land-based objectives

Rancang Bangun Jet Tempur Indonesia

Model KF-X fighter jet
Model KF-X fighter jet

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) terus melanjutkan kegiatannya merancang pesawat jet tempur IF-X (Indonesian Fighter Experimental), melalui Kegiatan System Requirement Review (SRR).
Dalam kegiatan SSR tersebut, sejumlah pemangku kepentingan diikutkan, antara lain Kemhan, TNI-AU, KKIP, Bappenas, BPPT, LAPAN, Perguruan Tinggi (ITB, UI, ITS, UGM dan UNDIP) serta beberapa industri lokal terkait seperti PT.LEN, CMI, dan InfoGlobal.
Jet tempur yang dirancang bersama dengan Korea Selatan ini disebut-sebut bakal menyaingi F18, dan harganya pun juga lebih murah.
Dalam siaran pers, Kamis (26/6/2014), PTDI mengatakan, SRR merupakan salah satu tahapan dalam program pengembangan dan rancang bangun pesawat tempur. Pada tahapan ini diharapkan program akan mendapatkan berbagai masukan baik teknis maupun non-teknis dari para pakar pada bidangnya masing-masing, secara independen.
Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dibagi dalam lima panel. Satu panel paripurna dan empat panel lainnya meliputi:
Requirement study, System Engineering and Technology Readiness.
Configuration Design and Analysis
Propulsion and Subsystems
Air Combat Systems.
Pesawat tempur KF-X/IF-X dirancang bangun bersama oleh para ahli dari Indonesia dan Korea Selatan. Sejak tahun 2011 lalu, tim dari kedua bangsa telah bekerja keras di Korea Selatan untuk menghasilkan konfigurasi yang bisa memenuhi kebutuhan dan persyaratan operasi Angkatan Udara kedua negara.
Disain Pesawat Tempur KFX / IFX
Disain Pesawat Tempur KFX / IFX

Pesawat ini masuk dalam kategori generasi 4,5 yang kemampuannya akan melebihi sejumlah pesawat tempur produk negara lain. Dengan kemampuannya itu diharapkan akan menjadi salah satu pilihan utama bagi sejumlah negara yang membutuhkan pesawat tempur. Sementara untuk pesawat IF-X dirancang bangun sendiri oleh putera-puteri bangsa Indonesia berdasarkan persyaratan operasi murni dari Angkatan Udara Republik Indonesia.
Dengan penyelenggaran acara tersebut di atas, diharapkan tim KFX/IFX mendapatkan masukan untuk dapat dijadikan pegangan  dalam melakukan tindakan ataupun berupa rekomendasi untuk perbaikan rancang bangun (desain).
“Bagaimanapun bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan program pesawat tempur yang kita rancang sekarang ini bukan saja akan menjadi salah satu sumber kekuatan alutsista dalam negeri, melainkan juga akan menjadi salah satu posisi tawar NKRI yang diperhitungkan. Putera-puteri terbaik bangsa yang terlibat dalam rancang bangun pesawat tempur KF-X/IF-X adalah para pionir yang melahirkan generasi pertama pesawat tempur dan ini akan menjadi bagian sejarah penting bangsa Indonesia ke depan,” tutur Direktur Utama PTDI Budi Santoso.
Pesaing pesawat ini adalah F18 buatan Amerika Serikat dan Dessault Rafale buatan Prancis. Produksi tipe IFX di dalam negeri menghemat pengeluaran anggaran karena harga jual lebih murah.
Pesawat untuk varian Indonesia yakni IFX akan diproduksi di markas PTDI di Bandung, Jawa Barat. Jet tempur KFX mulai diproduksi secara massal pada tahun 2020. Saat ini tenaga ahli PTDI sedang mempersiapkan rancangan pesawat tempur generasi 4,5 tersebut. (detik.com).

Kamis, 26 Juni 2014

Tentara Harus Cerdas, Terampil, Adaptif

Presiden SBY memainkan alat musik drum saat melakukan kunjungan kerja sekaligus bernostalgia di Akademi Militer di Gunung Tidar.
Presiden SBY memainkan alat musik drum saat melakukan kunjungan kerja sekaligus bernostalgia di Akademi Militer di Gunung Tidar.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan perwira TNI ke depan semakin cerdas, terampil, dan adaptif. Dalam 10 tahun terakhir, kata dia, pemerintah terus berupaya meningkatkan profesionalisme tentara diiringi dengan peningkatan kesejahteraan.

"Tentara ke depan harus profesional, termasuk paham soal revolusi bidang militer yang berlangsung selama tiga dekade terakhir,” katanya saat melantik perwira remaja TNI di Lapangan Sirgantara kompleks Akademi Angktan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis 26 Juni 2014.

Dalam kesempatan itu, Presiden didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro,  Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan para Kepala Staf Angkatan serta Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Secara khusus, Presiden SBY memberikan ucapan selamat kepada 453 perwira remaja yang  dilantik dan berhasil menyandang gelar sarjana pertahanan dan keamanan. Mereka diharapkan mampu mengemban tugas negara dan bisa lebih menyikapi dalam menghadapi penugasan di masa mendatang.

Menurut dia, menjadi tentara adalah tugas panjang, penuh tantangan, tetapi juga impian untuk meraih jenjang karier. "Bisa sangat berliku, tapi saat dijalani dengan semangat, sabar, ikhlas dan tawakal, maka setiap prajurit bisa mencapai jenjang karir dan sukses yang lebih tinggi".

Untuk mengabdi dengan profesionalisme, katanya, prajurit perlu kecakapan. Apalagi, dengan industri yang ada butuh peran untuk pengembangan indutri strategis seperi industri pertahanan nasional yang didirikan untuk keutuhan serta kedaulatan.
 

Blusukan Meninjau LST, CN-295 dan Tank AMX-13 Retrofit

Menjelang akhir-akhir masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Kementrian Pertahanan mengebut sejumlah proyek pengadaan alutsista, terutama dari Industri Dalam Negeri. Sebelum bertolak ke Jerman, Wamenhan Sjafrie Sjamsoedin blusukan ke sejumlah Industri pertahanan. Dalam sehari, mantan Pangdam Jaya itu memantau proses produksi alutsista di PT.DI, Pindad dan Lampung. Dan tampak dalam foto di bawah ini adalah Kapal Angkut Tank produksi Daya Radar Utama yang hampir rampung.
(all photo: Kementrian Pertahanan)

Tampak memang LST yang dibangun khusus untuk mengangkut MBT Leopard II ini berukuran sangat besar. Dalam spesifikasinya, direncanakan LST ini mampu mengangkut 10 MBT sekaligus. Namun demikian, pengerjaan LST yang dilakukan secara paralel dengan Dok Kodja Bahari ini mengalami keterlambatan. Saat ini proses pengerjaan sudah 88%. Mesin dan kabel-kabel sudah terpasang. Yang perlu dilakukan saat ini memasang piringan putar, pintu rampa, serta propeller.  Sementara direncanakan LST itu akan dipasang senjata 2x40mm di haluan serta 12,7mm di buritan.
Sebelum ke PT.DRU, Wamenhan juga sempat mengunjungi PT.DI dan PT.Pindad di Bandung Jawa Barat. Di PT.DI, wamenhan meninjau final assembly dari CN-295 ke-8 pesanan Pemerintah. Bodi utuh, sayap serta sirip CN-295 ke-8 ini aslinya dibawa langsung dari Spanyol. Namun perakitan, wiring, pemasangan mesin hingga test terbang semua dilakukan di Bandung. Ini adalah bagian dari Transfer Teknologi yang dijanjikan pihak Airbus kepada Indonesia.


Di Pindad, Wamenhan meninjau proses retrofit Tank AMX-13. Saat ini sedang dilakukan retrofit 4 unit Tank buatan Prancis tersebut. Selain versi Kanon, Retrofit juga menyentuh AMX-13 versi Angkut Pasukan dan Komando. Direncanakan pada 5 Oktober nanti 9 unit Tank AMX-13 Retrofit Pindad itu akan ikut berparade.







 


 ARC.

Gak Punya Jembatan? Leopard bisa berenang

Adu debat sesi ketiga antara Capres semalam memang menghadirkan satu pertanyaan menggelitik terkait dengan tank Leopard 2. Salah satu Capres mengatakan bahwa Leopard tidak cocok, karena jembatan (di pulau Jawa, relevan dengan situasi penempatan Leopard 2 saat ini) tidak sanggup menahan bobot Leopard 2. Meme pun segera bertebaran di internet, bagaimana caranya tank
seberat 60ton lebih tersebut bisa berenang?


Di luar fakta bahwa Leopard 2 sudah ditransportasikan dari Bandung ke Surabaya tanpa kendala berarti (termasuk melintasi jalan dan jembatan Pantura), nyatanya para desainer tank kebanggaan, Jerman ini sudah memikirkan bagaimana tank harus bermanuver (dalam keadaan terpaksa) melintasi sungai tanpa jembatan. Maklum saja, rel kereta dan jembatan sudah pasti jadi sasaran pertama serangan udara untuk menghancurkan noda dan kapabilitas transportasi. Di luar hangatnya persaingan antar Capres, ARC hanya ingin menghadirkan fakta Sejati di balik argumen dan opini yang ada.


Dalam triumvirat desain tank, mobilitas dan proteksi adalah dua hal yang bertolak belakang. Semakin tebal perlindungan tank, tentu bobotnya makin berat yang berdampak pada makin turunnya mobilitas. Dibandingkan tank amfibi atau kendaraan intai dengan kulit alumunium yang lebih ringan, MBT jelas bukan tandingan kalau soal diajak lintas genangan. Namun bukan berarti MBT mati kutu saat harus melintas rintangan berupa sungai yang cukup dalam. MBT memang tidak bisa mengambang, tapi bisa menyelam. Tak terbayangkan bukan, monster lapis baja seberat 50-60 ton masuk kedalam sungai, dan tiba-tiba sudah muncul diseberang? Pada kenyataannya, hampir semua pabrikan tank merancang agar MBT lansirannya mampu menyelam pada kedalaman tertentu.

Maklum saja, yang namanya rintangan berupa lintasan air adalah hal jamak yang ditemukan diseluruh bentang benua, khususnya Eropa, yang merupakan benua asal MBT Leopard 2. Berdasar estimasi, rata-rata di daratan Eropa terdapat bentang air berupa sungai atau kanal selebar 6 meter setiap 20km, kemudian selebar 100 meter setiap 35-60km, 100-300 meter setiap 100-150km, dan selebar 300 meter setiap 250-300km. Untuk permukaan air yang tak terlalu dalam seperti genangan atau kanal kecil, MBT seperti Leo 1 dan 2 didesain dengan kemampuan dasar water-wading atau melintasi genangan sampai kedalaman 1-1,4 meter, namun untuk sungai dalam, MBT harus mengandalkan varian AVLB atau jembatan ponton.

Namun kedua opsi penyeberangan diatas tetap punya batasan. Kalau harus mengandalkan jembatan gunting, rentangnya terbatas sementara lebar sungai bisa mencapai 50, bahkan 300 meter. Jembatan ponton pun relatif lama dalam menyeberangkan tank. Oleh karena itu, MBT didesain agar bisa menyelam dan melanjutkan perjalanan secara mandiri, dengan batasan-batasan tertentu. Operasi lintas badan air (water-fording) tergolong operasi yang amat riskan dan berbahaya, karena pengemudi benar-benar buta dengan keadaan sekitar saat ada di dalam air.

Dasar sungai pun biasanya penuh sedimentasi lumpur yang bisa membuat transmisi selip dan rantai terpeleset sehingga tank keluar dari jalur. Belum lagi kesiapan mesin yang harus dalam keadaan prima agar tidak overheat dan lalu berhenti saat tank sedang berada di dasar sungai. Setelah keluar pun, tank juga harus langsung siap tempur, mengingat dalam operasi sebenarnya, para awaknya harus siap untuk segala kemungkinan. Pemilihan titik penyeberangan harus dicermati oleh pasukan pengintai, bebas dari kehadiran pasukan musuh, jangkauan artileri lawan, ataupun hambatan di permukaan air seperti es yang membeku atau ranting dan batang kayu. Operasi penyeberangan harus dilakukan dalam keadaan teratur dan tak terburu-buru, karena kerusakan pada snorkel berarti kematian pelan bagi krunya. Membuka hatch di kedalaman 4 meter sama sekali tak bisa dilakukan, dan dalam keadaan darurat, awak MBT yang tenggelam hanya bisa berdoa dan berharap pada kru kendaraan recovery yang bisa makan waktu berjam-jam.


Krauss-Maffei sebagai perancang Leopard 1 dan Leopard 2 sudah menyiapkan sejumlah alat yang memampukan MBT andalan Jerman ini untuk berenang. Berbeda dengan Uni Soviet yang menggariskan bahwa komandan harus tiba diseberang lebih dulu dan mengarahkan tanknya yang sedang menyelam via radio, doktrin Jerman menggariskan bahwa dalam keadaan apapun, komandan harus tetap tinggal bersama dengan tank dan awaknya. Teknik water-fording pada Leopard 1 dan 2 secara garis besar sama, dimana komandan mengarahkan gerak tank dengan snorkel khusus berbentuk menara yang mencuat diatas permukaan air.


Syarat pertama agar Leo 1 dan 2 mampu menyeberang adalah kedalaman air, yang tak boleh melebihi 4 meter agar tak membahayakan mesin. Seluruh lubang bukaan pada tank-lubang meriam, mulut laras senapan mesin koaksial dan senapan mesin diatas kubah, lensa optik, lubang knalpot, lubang tempat memasukkan munisi, hatch, harus dipastikan dalam keadaan tertutup sempurna, dan bila diperlukan dilapis dengan gemuk khusus yang mampu menahan air untuk tidak masuk. Sil-sil karet harus dipastikan agar tidak robek ataupun berlubang. Snorkel kemudian dipasang pada hatch komandan, dimana snorkel ini terbagi dalam tiga segmen teleskopik yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan, disesuaikan dengan kedalaman air. Didalam snorkel ini juga terdapat tangga, sehingga komandan dapat memanjat keluar dan melihat keadaan sekaligus mengarahkan tank saat berjalan didalam air. Snorkel desain Jerman ini memiliki keunggulan, karena memungkinkan awaknya menyelamatkan diri dalam keadaan darurat, mengingat diameternya yang bisa dilalui manusia. Pengemudi juga mengecek deviasi dari jalannya tank, dengan mengemudi dalam keadaan lurus, dan melihat simpangan yang dihasilkan. Seperti ban mobil, track pada tank pun memerlukan spooring
Setelah persiapan penyeberangan siap-pengecekan selesai, kubah dan laras dikunci kearah belakang seperti dalam konfigurasi pengangkutan trailer sehingga tak menimbulkan hambatan dan tekanan tidak merusak seal di mulut laras, tank dijalankan dengan sangat pelan agar tak menimbulkan gelombang berlebih saat mulai memasuki air. Udara yang diperlukan oleh mesin kini dipasok melalui snorkel, karena katup di knalpot sudah ditutup melalui sistem hidrolik, dan sistem pendingin dibanjiri oleh air agar mesin tidak lekas overheat. Leopard memiliki bilge pumps yang
bekerja dengan memompa air yang masuk ke kompartemen awak dan mesin. Komandan yang memunculkan tubuhnya diatas snorkel berbicara dengan menggunakan interkom, memberi perintah bagi pengemudi yang tak bisa melihat apapun didalam air. Leopard dijalankan dalam gigi maju terendah, bergerak terus sampai akhirnya muncul di permukaan seberang. Setelah tiba diseberang, persiapan pasca penyeberangan pun dilakukan, dengan melepas semua sumbat-sumbat yang ada.
Namun dalam keadaan darurat, misalkan MBT harus dipersiapkan untuk bertempur, snorkel dapat dilepaskan secara cepat dengan bahan peledak kecil yang sudah terpasang. Sumbat pada mulut laras tank tak perlu dilepas, karena akan luruh begitu saja saat munisi 120mm melesat meninggalkan laras.

Pada dasarnya, operasi water-fording merupakan operasi yang sangat riskan bagi tank dan awaknya, dan biasanya dilakukan sebagai cara terakhir pada saat sudah tak ada alternatif penyeberangan. Oleh karena itu, lokasi jembatan selalu menjadi titik yang harus direbut secara cepat bagi pasukan yang melakukan invasi, karena lebih mudah melintasi sebuah jembatan dibandingkan harus menyiapkan operasi water fording yang menempatkan satu skuadron tank dalam keadaan tak berdaya. Sementara bagian yang bertahan harus mempertahankannya mati-matian, atau bila sudah tidak ada cara lagi, menghancurkannya sebelum tank musuh dapat melintas.

ARC. 

KRI Keris Gagalkan Pembajakan Kapal Taiwan

 
REAKSI CEPAT: KRI Keris berhasil menggagalkan pembajakan Kapal FN Kuo Rong di perairan Flores, NTT. (Armatim for Jawa Pos)
Jajaran Armada RI Kawasan Timur (Armatim) berhasil menggagalkan pembajakan kapal di wilayah perairan Laut Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (25/6). Awak kapal perang RI (KRI) Keris mengamankan tindakan kriminal belasan anak buah kapal (ABK) FN Kuo Rong 333 sekitar 57 mil dari Pulau Lembata, Flores.
Kapal berbendera Taiwan yang dinakhodai Chen Chih Wen itu dibajak ABK-nya sendiri. Kapal hendak dilarikan ke Kepulauan Solomon, timur Papua Nugini. Namun, upaya itu dihadang KRI Keris setelah berkoordinasi dengan pesawat patroli maritim Cassa. Pesawat di bawah pembinaan Pusat Penerbangan TNI-AL (Puspenerbal) tersebut lantas melaporkan data-data koordinat keberadaan kapal Taiwan itu.
’’Kapal yang hilang dilaporkan Kantor Search and Rescue (SAR) Kupang ke Gugus Keamanan Laut Koarmatim lost contact sejak Jumat (13/6),’’ jelas Kepala Dinas Penerangan Armatim Letkol Laut (KH) Abdul Kadir kemarin. Kapal itu berdimensi panjang 26,02 meter, lebar 5,5 meter, dan berat 99 GT. Ketika ditangkap, jumlah ABK FN Kuo Rong 333 sebanyak 12 orang.
Kadir menjelaskan, untuk membebaskan kapal tersebut, Guskamla Armatim mengerahkan KRI bertipe kapal cepat rudal dan satu Cassa. Kebetulan, unsur pesawat udara itu sedang melaksanakan operasi keamanan laut sehari-hari di perairan Indonesia Timur. Operasi merupakan salah satu upaya penegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Indonesia.
Kadir menambahkan, proses penegakan keamanan di laut sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan internasional. Untuk penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut, tersangka ABK dan barang bukti kapal digiring menuju Pangkalan TNI-AL (Lanal) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). (sep/JPNN/c7/ca, www.jawapos.com) JKGR.

Komitmen Drone Indonesia

 
Drone RQ-4 Global Hawk, AS
Drone RQ-4 Global Hawk, AS

Dukungan kuat untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri telah diutarakan dengan tegas oleh calon presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo agar Indonesia tidak tergantung terus ke negara lain.
Dalam debat ketiga yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu, capres Joko Widodo berulang kali menyebukan rencananya mengembangkan pesawat “drone” atau tanpa awak, serta menggunakan teknologi hybrid dan cyber untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Hal yang sama juga disampaikannya dalam debat sebelumnya.
Pesawat tanpa awak itu juga akan digunakan untuk pemantauan dan melindungi perairan Indonesia dari kasus pencurian ikan, meski rencana itu juga mendapatkan kritikan keras sehubungan pengoperasiannya butuh biaya dan satelit, sementara perusahaan telekomunikasi Indosat telah dijual ke Singapura.
Kubu Jokowi menyebutkan “drone” berbiaya murah, namun lebih efektif dalam melindungi maritim Indonesia. Kerugian yang diakibatkan pencurian ikan oleh nelayan asing setiap tahunnya diperkirakan sedikitnya Rp300 triliun. Sementara harga satu pesawat tanpa awak diperkirakan hanya Rp20 miliar.
Biaya pengoperasian diklaim murah, juga menggunakannya tak rumit. Pesawat drone itu, menurut Jokowi, akan dioperasikan di tiga kawasan, yaitu Timur, Barat, dan Tengah Indonesia.
Penggunaan drone itu selain berguna untuk pertahanan, juga disebutkan bermanfaat untuk melindungi kekayaan Indonesia.
Sementata itu, capres Prabowo Subianto juga tak kalah tegas untuk menyatakan dukungannya dalam memodernisasi industri pertahanan dalam negeri, serta mendukung pembelian tank tempur utama Leopard II dari Jerman. Meski pembeliannya ditentang Jokowi, namun Menhan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan tank Leopard sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia.
Meski demikian, dukungan kedua capres itu terhadap modernisasi industri pertahanan nasional merupakan tantangan keras bagi industri strategis dalam negeri untuk menjawabnya.
Drone / UCAV MQ - 9 Reaper Amerika Serikat, bawa rudal, termasuk hellfire, anti-tank
Drone / UCAV MQ – 9 Reaper Amerika Serikat, bawa rudal, termasuk hellfire, anti-tank

Banyak negara dalam sepuluh tahun terakhir berlomba-lomba mengembangkan pesawat tanpa awak, termasuk Indonesia. Ketika mantan Presiden AS George W Bush mengumumkan “Perang Atas Teror”, CNN menyebutkan Pentagon hanya memiliki kurang dari 50 pesawat tanpa awak. Kini, negara adi daya itu memiliki lebih dari 7.500 pesawat.
Sejauh ini, baru AS, Israel dan Inggris yang diketahui telah menggunakan pesawat tanpa awak atas musuh mereka. Belakangan ini banyak negara sudah menggunakan drone, seperti Korea Utara yang dilaporkan telah mengirimkannya ke wilayah Korsel.
Namun, pesawat tanpa awak juga digunakan Republik Rakyat Tiongkok untuk memantau suatu kepulauan tak berpenghuni di Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan oleh Jepang, Tiongkok, dan Taiwan.

Karena biayanya cukup murah dan efektivitas yang lebih tinggi yang menyebabkan banyak negara mengembangkan pesawat tanpa awak. Misalnya harga pesawat militer berawak seperti F-35C mencapai 63 juta dolar AS. Pesawat supersonik itu memang memiliki multi fungsi, seperti pertempuran udara ke udara, dukungan udara jarak dekat dan pengeboman taktis. Harga drone jauh lebih murah, padahal sebagian peran pesawat berawak itu sudah diambil alih drone.
Pengoperasian “drone” tak menimbulkan risiko kehilangan awaknya meski dioperasikan di medan yang sangat berat, sementara risiko kehilangan pilot cukup besar di pesawat tempur berawak.
Di masa depan, penyerangan dan perang udara (dog fight) bukan tidak mungkin akan diperankan oleh pesawat-pesawat tempur tanpa awak ini (unmaned combat aerial vechile (UCAV), bukan lagi pesawat tempur konvensional. Pesawat tanpa awak bisa dikendalikan secara otomatis oleh komputer yang ditaruh dalam pesawat, atau dikendalikan menggunakan remote control, atau bisa juga dikendalikan pilot atau “combat system officer” yang berada di daratan atau dalam kendaraan lainnya.
Drone / UCAV Eitan Israel
Drone / UCAV Eitan Israel

Pesawat tanpa awak ini umumnya digunakan untuk keperluan militer, namun kini banyak negara mengembangkannya untuk keperluan sipil seperti pemantauan dan penelitian.
Sebagai mesin perang di udara, pesawat “drone” sudah terbukti keampuhannya. Pesawat “Predator” milik AS yang berpangkalan di Afghanistan menjadi mesin perang andalan negara itu di Afghanistan dan Yaman. Harga Predator jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya pesawat pengebom B-2 Stealth yang harganya berkisar 737 juta hingga 2,2 miliar dolar AS per unit.

Konflik
Maraknya konflik bersenjata dan sengketa perbatasan antarnegara, terutama di perbatasan yang kaya akan sumber daya alam, akan mendorong banyak negara untuk mengembangkan pesawat tanpa awak untuk keperluan pengintaian maupun misi militer lainnya.
Indonesia sendiri memiliki masalah perbatasan dengan negara tetangganya, sementara kekayaan maritimnya banyak dicuri nelayan asing.
Sebelas tahun lalu, AS yang mendominasi penggunaan pesawat tanpa awak ini. Namun sekarang bukan lagi monopoli AS, karena makin banyak negara yang berminat mengembangkan atau membelinya, termasuk Indonesia. CNN menyebutkan lebih dari 70 negara kini memiliki pesawat tanpa awak, meski hanya sebagian kecil dari negara itu yang memiliki pesawat puna (tanpa awak) yang dipersenjatai.
Lonjakan kemajuan teknologi pesawat tanpa awak akan mengubah cara pandang suatu negara menghadapi perang dan ancaman, yang tentunya memacu perlombaan senjata. AS serta Israel sejauh ini merupakan eksportir utama teknologi dan pesawat drone ke banyak negara.
Melihat konflik perbatasan yang makin rawan di masa depan, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam yang semakin terbatas, merupakan langkah tepat yang diambil Indonesia untuk mengembangkan pesawat puna (tanpa awak) sendiri.
Komitmen capres Jokowi untuk membangun pesawat tanpa awak itu menjadi “amunisi” kuat untuk mengembangkannya, meski banyak pihak mengkritiknya karena dinilai belum tepat atau teknologinya terlalu canggih.
Indonesia jauh sebelum debat capres digelar, sudah melakukan kajian dan rekayasa teknologi untuk mengembangkan drone.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pernah menguji terbang prototipe pesawat tanpa awak terbaru di Halim Perdanakusuma Jakarta. Meski dinilai sukses, namun performa pesawat itu masih jauh dari memuaskan, seperti suara mesinnya yang masih terlalu bising. Dengan kata lain, pesawat nirwana semestinya tidak berisik atau tidak mengeluarkan suara besar.
Pesawat Tanpa Awak, UAV Wulung BPPT Indonesia
Pesawat Tanpa Awak, UAV Wulung BPPT Indonesia

Pesawat Luwung mempunyai bentang sayap 6,36 meter, dan terbuat dari bahan komposit. Pesawat ini mampu terbang empat jam pada ketinggian 8.000 kaki, dapat lepas landas pada jarak 300 meter, serta memiliki kecepatan operasional 52-69 knot. Pesawat ini juga dilengkapi dengan “target lock camera system” untuk misi pengintaian, serta mampu terbang hingga 73,4 km.
Penelitian dan pengembangan pesawat tanpa awak Indonesia memang masih harus terus ditingkatkan, seperti bagaimana mengembangkan jarak tempuh operasionalnya, menambah daya angkutnya serta bagaimana meminimalkan tingkat kebisingannya.
Indonesia baru memasuki fase pengembangan teknologi, setelah itu baru masuk ke tahapan “engineering manufacturing”, kemudian yang terakhir adalah tahap produksi.
Mulai tahun 2011, BPPT dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sudah bekerja sama mengembangkan drone untuk misi pemantauan dari udara. BPPT telah mengembangkan pesawat udara nir awak sejak tahun 2004, dan telah menghasilkan berbagai prototipe puna, seperti Gagak, Pelatuk, Seriti, Alap-alap dan terakhir “Wulung” atau burung elang. Kesemuanya untuk mendukung patroli di perbatasan Indonesia.
pesawat nirawak Lapan Surveillance UAV (LSU) 02 (photo: Lapan.go.id)
pesawat nirawak Lapan Surveillance UAV (LSU) 02 (photo: Lapan.go.id)

Untuk mengembangkannya sesuai kebutuhan Indonesia, diperlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut dengan dukungan kebijakan politik dan keuangan yang lebih besar dari pemerintah hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 diikuti pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. ( Hisar Sitanggang / Ruslan Burhani / Antara). JKGR.

Tank Leopard, Komitmen Jangka Panjang

 
MBT Leopard 2 Revolution Indonesia
MBT Leopard 2 Revolution Indonesia

Pemerintah Indonesia telah membeli 180 unit Tank Leopard dan Marder dari Rheinmetall, Jerman dengan biaya US$ 280 juta. Pemerintah mendapat harga sangat murah setelah melakukan negosiasi yang luar biasa. Kini, dengan harga tersebut Indonesia memiliki kurang lebih 2 batalion kavaleri Tank Berat.
“Harganya US$ 280 juta. Awalnya hanya dapat 44 MBT (main battle tank). Tetapi kita lakukan suatu pemikiran-pemikiran yang kita sesuaikan kebutuhan postur TNI Angkatan Darat, sehingga kita akhirnya bisa memiliki kurang lebih 2 batalion dari Kavaleri Tank Berat,” kata Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) dalam jumpa pers seusai penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman, Senin (23/6/2014) sore.
Dalam pengadaan ini, pemerintah Indonesia melakukan negosiasi langsung dengan Rheinmetall, tidak melalui tangan-tangan calo. Hal ini terlihat juga dalam penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama ini.
Dengan memiliki 180 unit tank Leopard dan Marder, kata Sjafrie, sistem pertahanan Angkatan Darat akan lebih dibanding negara-negara tetangga. “Awalnya tidak dimiliki Indonesia, tapi sudah dimiliki negara-negara Asean lainnya.
Berarti kita harus tertantang bagaimana TNI bisa hadir bersama-sama dengan teknologi militer yang dimiliki negara-negara tetangga kita,” kata Sjafrie.
Pengadaan Loepard dan Marder ini merupakan bagian dari revolusi industri militer berteknologi tinggi, peningkatan profesionalisme, dan peningkatan kemampuan yang setara dengan negara-negara lain. “Lebih dari 15 tahun TNI AD belum pernah melakukan modernisasi alutsista, baru ada modernisasi sejak 2010,” jelas Sjafrie.

Modernisasi TNI
Modernisasi alutsista termasuk pembelian Leopard sudah masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) yang disusun pemerintah. Saat ini sudah masuk Renstra yang kedua. Namun pemerintah juga telah menetapkan Renstra jangka panjang hingga tahun 2029.
“?Saat ini sudah masuk Renstra yang kedua. Kita masih ada 1 Renstra sampai 2024, tapi kita punya jangka panjang hingga 2009. Diharapkan pada 2029 kita tidak lagi dalam posisi minimum essential force (kekuatan pokok minimal), tapi sudah masuk dalam kekuatan ideal,” ujar Sjafrie.
Sekarang Indonesia masih mendekati MEF, yang memiliki persyaratan memiliki mobilitas tinggi dan daya pukul yang dahsyat. “Inilah yang dimiliki alutsista strategis kita. Angkatan Darat dengan kemampuan tank berat, alutsista Angkatan Udara dengan kemampuan AU strategis dan alutsista Angkatan Laut dengan kemampuan kapal laut. Inilah implementasi dari alutsista strategis yang dilakukan pada 2010-2014, dikembangkan 2015 dan selanjutnya,” tegas dia.
Sjafrie yakin Renstra mengenai alutsista akan dilanjutkan pemerintah meski berganti pemerintahan. “Insya Allah karena ini merupakan bagian komitmen jangka panjang yang kita lakukan. Kita harapkan sistem pertahanan Indonesia ini yang sudah mengalami dua tahap. Tahap pertama, revitalisasi sistem pertahanan pada 2004-2009.
Tahap kedua, membangkitkan sistem pertahanan kita pada 2010-2014 seperti kita lihat sekarang. Tahap berikutnya, kita mengembangkan sistem pertahanan pada 2015-2019. Tentunya pada 2029 nanti kita pada posisi modern secara mandiri,” jelasnya. (detik.com) JKGR.

Meriam Caesar dan Proyeksi Persenjataan

Meriam Caesar 155mm Pesanan TNI AD (photo: Metro TV)
Meriam Caesar 155mm Pesanan TNI AD (photo: Metro TV)

TNI Angkatan Darat mendapatkan penguatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan menerima empat unit artileri medan, Caesar 155 mm. Indonesia merupakan negara keempat pengguna alutsista buatan Nexter, Prancis.
Caesar mempunyai keunggulan mampu bergerak sendiri karena larasnya berada di atas kendaraan. Setiap kendaraan mampu membawa maksimum 32 munisi yang siap ditembakkan.
Menurut Komandan Pusat Persenjataan Artileri Medan Brigjen Sonhadji, TNI Angkatan Darat akan menerima total 37 unit Caesar hingga tahun 2016. Alutsista ini akan ditempatkan di Batalion Purwakarta dan Ngawi.
Caesar selama ini sudah dipergunakan Tentara Prancis di Afganistan, Lebanon, dan Mali. Daya jangkau tembakan Caesar bisa mencapai 39 kilometer dan bahkan diperjauh hingga 42 kilometer. Selain Prancis, sekarang ini yang menggunakan Caesar adalah satu negara Timur Tengah dan Thailand.

Tambahan Persenjataan
Di tempat terpisah, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyatakan TNI di tiga matranya perlu menambah persenjataan untuk mengamankan wilayah Indonesia dari segala aspek.
“Minimal kita harus punya tiga kapal selam dan kapal patroli cepat terutama untuk wilayah-wilayah perbatasan, di jalur perdagangan yang sibuk,” kata Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Jakarta, 24/06/2014.
Ia menambahkan, sebetulnya Indonesia sudah menambah kapal perang tetapi belum dilengkapi persenjataan dan alat pendukung.
Presiden SBY menatap model kapal selam Kilo Rusia (photo: setneg)
Presiden SBY menatap model kapal selam Kilo Rusia (photo: setneg)

Bicara soal TNI AL Indonesia masih harus diperkuat wahana pengintai maritim, karena untuk saat ini pesawat pengintai TNI AL masih terbatas jumlah dan jangkauannya. Sinergitas antara sayap udara maritim dengan kapal perang permukaan dan bawah permukaan akan menjadi prioritas ke depan.
Sementara, tantangan terbesar di kelautan dari sisi ekomomi adalah menyelamatkan potensi ekonomi nasional dari kejahatan-kejahatan yang masih terjadi, di antaranya pencurian ikan.
“Ke depan, rencana strategis yang harus diprioritaskan adalah memperbesar postur anggaran pertahanan untuk wilayah laut” ujar Ketua Komisi I DPR.
DPR mendukung rencana induk TNI AL yang akan membangun tiga komando armada Indonesia, yaitu di wilayah barat, tengah, dan timur. Antisipasi dinamika Laut China Selatan juga harus dilakukan secara baik.
Mahfud menyinggung juga soal buku Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat terbitan Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Komunkasi Sosial. Di situ disebutkan anggaran pertahanan Indonesia meningkat 400 persen, dari Rp 21,42 triliun pada 2004 menjadi Rp 84,47 triliun pada 2013.
Ini peningkatan terbesar sepanjang sejarah APBN untuk sektor pertahanan sejak 10 tahun terakhir. Pada 1980-an, postur TNI pernah menjadi paling menonjol di ASEAN namun kini tidak lagi dari beberapa sisi.
Akan tetapi, secara akumulatif, dana negara di sektor pertahanan ini telah Rp 440,94 triliun pada 2004 sampai 2013.
Dalam buku yang disunting Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun, itu disebutkan, modernisasi arsenal TNI semata-mata untuk menjaga kedaulatan Indonesia serta menjaga keamanan regional maupun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.(Metro TV dan Antara) JKGR.

Wamenhan: Tank Leopard Sangat Penting


Wamenhan berbincang dengan pihak Rheinmetall Jerman (detik.com)
Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin berbincang dengan pihak Rheinmetall Jerman (detik.com)

Pemerintah telah memutuskan pengadaan 180 unit tank Leopard dan Marder buatan Rheinmetall Jerman untuk modernisasi alutsista Indonesia. Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan, kehadiran Leopard sangat penting untuk Indonesia, terutama untuk tugas operasi militer perang.
“Jadi, tank Leopard adalah bagian kekuatan TNI dalam rangka pertahanan militer untuk tugas melakukan operasi militer perang. Misi TNI itu ada dua, operasi militer perang dan operasi militer non perang. Alustista strategis seperti Leopard, kapal selam, dan pesawat tempur F16 digunakan untuk operasi militer perang dalam menghadapi operasi lawan, bukan digunakan untuk kebutuhan non militery operation,” tegas Sjafrie.
Penegasan Sjafrie ini disampaikan dalam jumpa pers seusai penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman, Senin (23/6/2014). Sjafrie yang didampingi Dubes RI untuk Jerman Fauzi Bowo dan para delegasi Indonesia menanggapi polemik mengenai Leopard yang kembali muncul di dalam negeri setelah tank berjenis main battle tank ini dibahas dalam debat Capres hari Minggu (22/6/2014).
Rombongan Wakil Menteri Pertahanan RI, tinjau tank Leopard di Jerman (detik.com)
Rombongan Wakil Menteri Pertahanan RI, tinjau tank Leopard di Jerman (detik.com)

Sebagaimana diketahui, dalam debat itu capres nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) tidak setuju dengan pengadaan Leopard karena tank ini tidak sesuai kondisi jalan dan jembatan di Indonesia. Menurut Jokowi, bobot tank seberat 62 ton itu bisa merusak infrastruktur jalan di Indonesia.
Sjafrie menjelaskan banyak kelebihan yang diperoleh Indonesia setelah memiliki Leopard. “Kita bisa menunjukkan keunggulan operasional dalam menghadapi operasi militer perang dan menghadapi operasi non perang. Inilah fungsi alutsista strategis dalam operasi militer perang,” tegas Sjafrie.
Menurut dia, salah satu persyaratan negara kuat, harus mampu mempunyai peralatan operasi militer perang. “Sebagaimana kita ketahui, suatu negara memiliki kewajiban peralatan pertahanan yang kuat, bukan untuk ofensif, tapi merupakan suatu bagian daripada atribut bangsa dan negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, menghadapi lawan dalam operasi militer,” tegas jenderal purnawirawan bintang tiga ini.
Dengan demikian, kata Sjafrie, pesanan 180 unit Leopard dan Marder ini merupakan wujud modernisasi peralatan militer Indonesia dalam membangun kemampuan pertahanan untuk mendukung terjaganya kedaulatan RI. “Ini merupakan salah satu bagian kecil dari sejumlah modernisasi yang dilakukan, baik dari alutsista yang diproduksi dalam negeri maupun luar negeri untuk memperkuat kekuatan militer kira, sehingga kekuatan militer kita memenuhi kebutuhan bangsa dan negara untuk memangun suatu negara kuat. Inilah wujud dari dedikasi sistem pertahanan negara kepada bangsa dan negara,” ujar dia.
Karena itu, Sjafrie memastikan bahwa pengadaan Leopard akan terus dilakukan pemerintah Indonesia hingga tuntas. Proses pengadaan Leopard dan Marder ini akan selesai pada 2016. (detik.com). JKGR.

COMBAT MANAGEMENT SYSTEM


http://www.len.co.id/images/stories/product_image/cms/ceemes.jpg
Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia, memiliki 18.307 pulau, perairan seluas 93.000 km persegi, serta garis pantai sepanjang 54.716 km. Kondisi geografis tersebut mengharuskan Indonesia memiliki pertahanan maritim yang kuat.
Salah satu parameter yang menentukan kekuatan pertahanan maritim tersebut adalah kemampuan tempur KRI yang dimiliki oleh TNI AL. KRI harus mampu melakukan pendeteksian serta memberikan reaksi terhadap ancaman secara efektif dan efisien.
Keberhasilan pendeteksian serta reaksi terhadap ancaman sangat dipengaruhi oleh teknologi serta kemampuan dari sistem sensor dan persenjataan yang dimiliki oleh KRI sedangkan efektifitas dan efisiensinya sangat ditentukan oleh sistem yang mengintegrasikan sensor dan senjata tersebut.
Sistem tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan operasional pertempuran seperti :
- Melakukan pengolahan data yang berasal dari berbagai sensor menjadi informasi terkait navigasi, potensi ancaman serta reaksi yang dapat dilakukan untuk melumpuhkan ancaman tersebut.
- Memberikan visualisasi menyeluruh terhadap situasi taktis pertempuran.
- Menyediakan sarana untuk melakukan reaksi secara efektif & efisien melalui sistem persenjataan yang dimiliki.
- Menyediakan sarana untuk melakukan koordinasi dengan unit lain dalam suatu gugus tempur, seperti melakukan pertukaran data sasaran, perintah, dll.
Menyadari pentingnya hal tersebut, PT Len Industri (Persero) sebagai salah satu BUMNIP (BUMN Industri Pertahanan) yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kedaulatan NKRI, berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kekuatan pertahanan maritim Republik Indonesia. Sebagai bentuk komitmen tersebut, PT Len Industri (Persero) mempersembahkan salah satu karya terbaiknya yaitu Combat Management System (CMS).

Teknologi CMS Len
http://www.len.co.id/images/stories/product_image/cms/dscn5152.jpg

OMG DDS Compliant Middleware
CMS Len menggunakan teknologi middleware yang memenuhi standar OMG-DDS, yang merupakan standar internasional yang mendefinisikan mekanisme komunikasi real-time & mission-critical.

IHO S-57 and S-63 Compliant
CMS Len mampu menampilkan peta elektronik yang memenuhi standard IHO S-57 and S-63.

Software-Based Radar Scan Conversion
CMS Len menggunakan teknologi software-based radar scan conversion sehingga integrasi dengan radar dapat dilakukan secara fleksibel, mulai dari radar legacy hingga radar modern.

Multi Hypothesis Tracking (MHT)
Algoritma radar tracking yang digunakan merupakan algoritma yang lebih mutakhir sehingga proses tracking radar menjadi lebih handal.

C/Java Development
CMS Len dikembangkan menggunakan bahasa pemrograman C & Java, sehingga proses pengembangannya bisa dilakukan lebih cepat (kelebihan bahasa pemrograman Java) tanpa mengorbankan performansinya (kelebihan bahasa pemrograman C).

Supported Interface Protocols
CMS Len mendukung berbagai protokol software dan hardware yang umum digunakan pada aplikasi marine seperti: Serial Interface (RS-232, RS-422, RS-485), NMEA, Synchro/Resolver Interface, TCP/IP, dsb. Selain itu, Len juga siap mengimplementasikan protokol proprietary  yang digunakan pada berbagai sistem sensor & senjata

Fitur Utama CMS Len
CMS Len menyediakan berbagai fungsi untuk mendukung aktivitas pertempuran maupun patroli TNI AL, diantaranya adalah:

Picture Compilation
Kemampuan untuk menyajikan visualisasi terhadap situasi taktis peperangan yang antara lain meliputi tampilan track (sesuai dengan simbol-simbol yang digunakan di TNI-AL), peta laut elektronik serta video radar.

Maneuver/Formasi Gugus Tempur
Menyajikan saran untuk melakukan manuver tertentu di dalam sebuah formasi yang meliputi Open/Close at Given Bearing, Open/Close to Given Distance, Stationing, Transit at given distance.

Fungsi Peperangan Laut
Menyediakan fungsi-fungsi yang membantu kegiatan peperangan laut seperti : Plan Cordon (Menyajikan informasi taktik pengepungan sasaran bawah air), Furthest On Circle (Menyajikan informasi pertahanan preventif terhadap ancaman kapal selam), dll.

Naval Gunfire Support
Memberikan kemampuan melakukan tembakan bantuan ke darat yang meliputi Direct, Indirect, dan Blind Bombardment.

Air Control
Kemampuan melakukan kalkulasi dan menyajikan saran untuk koordinasi dengan unit tempur udara, seperti mengarahkan unit udara pembawa torpedo untuk melakukan penyerangan terhadap kapal selam, memandu pesawat/helikopter ke suatu target untuk melakukan pencegatan (interception), memandu helikopter pada saat helikopter melakukan pendaratan di dek kapal, melakukan konversi koordinat bujur/lintang-georef.

Fungsi Umum Navigasi
Menyediakan fungsi-fungsi navigasi umum seperti Closest Point Approach (CPA), Collision Avoidance, Man Overboard Recovery, Parallel Index, Route Handling (Waypoint).

Firing Control System
Kemampuan melakukan tracking sasaran serta melaksanan penembakan yang meliputi deteksi jangkauan sasaran, kalkulasi sudut cegat, serta stabilisasi Turet.  (www.len.co.id) JKGR.

Dukungan Minimum Essential Force

Filipina memesan dua unit Perusak Kawal Rudal (PKR) 105 Meter-FRIGATE buatan PT PAL. (Foto: PT PAL)

Minimum Essential Force (MEF) atau kekuatan pokok minimum TNI menjadi salah satu poin penting dalam hal pertahanan negara menuju era global. Persoalan yang tidak kalah penting adalah peningkatan kemampuan industri militer dalam negeri, seperti LAPAN, Pindad, PT PAL, PT DI, BPPT, PT Dahana, dan sebagainya.
“Kapasitas alutsista yang modern dan memadai tentu akan meningkatkan pamor dan menambah rasa percaya diri bangsa kita di tengah-tengah dinamika hubungan antarnegara yang terjadi,” ujar Direktur Utama PT PAL, Muhammad Firmansyah Arifin, kepada JMOL di Surabaya, Rabu (18/6).
Menurut Firmansyah, peningkatan kualitas dan kuantitas alutsista yang dimiliki Indonesia menjadi sangat penting, mengingat Indonesia memiliki lautan yang sangat potensial dan strategis. Alutsista memadai akan sangat berguna apabila suatu ketika terjadi ancaman di wilayah perairan Indonesia, seperti yang terjadi di wilayah Ambalat.
Seperti diketahui, TNI AL terus berupaya meningkatkan teknologi dan kuantitas alutsista yang dimiliki. Keinginan kuat TNI AL meningkatkan alutsistanya diwujudkan dengan menjalin kerja sama yang erat dengan industri militer dalam negeri. Salah satunya, PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL) di Surabaya.
PT PAL memahami tantangan yang dihadapi TNI AL dan berkomitmen kuat senantiasa mendukung sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka pertahanan negara.
“PT PAL senantiasa mendukung kebutuhan TNI AL, dengan berusaha memenuhi setiap pesanan yang diberikan kepada kami,” kata Firmansyah.
Ia menjelaskan, beberapa alutsisita yang dipesan TNI AL kepada PT PAL antara lain LPD 125-KRI Banjarmasin, Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Fast Patrol Boat 28 M, Fast Patrol Boat 57 M, serta KCR 60 M KRI Sampari. PT PAL saat ini sedang dalam proses perencanaan pembuatan kapal selam pesanan TNI AL.

Alih Teknologi
Di sisi lain, harus diakui bahwa tidak semua komponen kapal dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Untuk kapal perang, sekitar 60 persen komponennya dibuat di dalam negeri. Sedang sisanya diimpor dari berbagai negara. Untuk kapal niaga, komponen yang mampu diproduksi dalam negeri sebesar 70 persen.
Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi, PT PAL sering kali melakukan proses alih teknologi. Upaya yang dilakukan PT PAL dalam rangka alih teknologi tersebut utamanya dalam menyiapkan kualitas SDM yang andal. SDM yang disiapkan melalui proses seleksi yang ketat, kemudian training peningkatan kemampuan teknis maupun mentalitas.
Alutsista yang dibutuhkan di masa depan tentu harus dikembangkan melalui perencanaan yang matang dan strategis.
“Kemenhan saat ini sedang membuat pemetaan untuk kebutuhan alutsista, baik dari jumlah maupun teknologi yang dibutuhkan, serta kapasitas galangan kapal. Dari pemetaan ini akan dapat dilihat perbandingan antara perencanaan dan pemenuhannya. Untuk itulah pemetaan dibutuhkan,” pungkasnya. (jurnalmaritim.com) JKGR.

Menjemput Tank Leopard ke Jerman

Tank Leopard 2A4 TNI AD
Tank Leopard 2A4 TNI AD

52 tank Leopard siap dikirimkan dari Jerman ke Indonesia di pengiriman yang pertama. Jumlah ini merupakan bagian dari total pemesanan TNI AD 2013, yang berjumlah 164 unit.
Upacara pengiriman pertama (roll out) 52 tank dilakukan di Unterluss, Jerman. Rombongan High Level Commitee (HLC) dipimpin Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin dan turut dalam rombongan tersebut mantan KSAD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo. Rombongan dijadwalkan bertolak dari Jakarta Minggu (22/6/2014) pagi ini menuju Hamburg.
Pembelian tank Leopard merupakan inisiasi KSAD saat itu, Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Adapun alasan perlunya pembelian alat utama sistem senjata (Alutsista) tersebut sebagai bagian dari modernisasi alutsista.
“Alutsista Indonesia termasuk yang paling terbelakang bahkan di antara beberapa tetangga negara ASEAN. Selama ini Indonesia hanya mengandalkan pada tank tempur ringan seperti Scorpion, dan AMX-13. Ketiga jenis tank ringan ini terbilang sudah uzur,” jelas Edhie dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/6/2014).
Selain itu, pembelian Leopard juga merupakan bagian dari penyegaran alutsista setelah 30 tahun lamanya tanpa penyegaran. “Penyegaran ini diperlukan Indonesia dalam menjamin kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tambah Edhie.
Sesuai dengan perjanjian jual beli yang dilakukan pada tahun 2013 lalu, Kemenhan telah memesan 164 tank Leopard jenis main battle tank dan medium tank IFV Marder. Tank Leopard ini dibeli lengkap beserta amunisi, peluru latihan dan suku cadang oleh Kemhan dari perusahaan Jerman, Rheinmettal AG, atas persetujuan Pemerintah Jerman.
“Kehadiran kami di Unterluss adalah untuk melihat langsung persiapan akhir yang meliputi inspeksi teknis dan uji coba unit tank Leopard yang akan dikirim ke Indonesia,” ujar Edhie.
“Rencananya 26 MBT dan 26 marder ini bisa tiba di Indonesia dalam waktu dekat dan bisa diperagakan pada upacara perayaan hut TNI 5 Oktober mendatang,” kata Komandan Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Danpusenkav) Brigjen TNI Mulyanto. (Detik.com).

Minggu, 22 Juni 2014

Tatra T815 : Kendaraan Peluncur Roket 6x6 MLRS Astros II Mk-6



MLRS Astros II Mk-6 menggunakan basis kendaraan truk 6x6 Tatra T815-790R39 sebagai kendaraan peluncur roketnya, sedangkan kendaraan pendukung menggunakan basis truk 4x4 Tatra T815-7A0R59. Sebelumnya digunakan truk 6x6 Mercedes Benz tipe 2028A (photo : Kompas)
 
Awal Agustus mendatang, 13 dari 38 kendaraan sistem peluncur roket multilaras (MLRS) Astros II MK-6 buatan perusahaan Avibras, Brasil, tiba di Jakarta. Kendaraan MLRS yang berpenggerak enam roda (6 x 6) itu memiliki kemampuan meluncurkan 24 roket dengan daya jangkau dari belasan kilometer hingga 300 kilometer.
Namun, kali ini yang akan dibahas bukanlah mengenai kemampuan roket yang diluncurkan, melainkan tentang kendaraan 6 x 6 yang memanggul kontainer peluncur roket itu. Di masa lalu, Avibras mendatangkan kendaraan 6 x 6-nya dari Mercedes Benz, Jerman. Akan tetapi, kali ini, Avibras memesannya dari Ceko, tepatnya dari perusahaan Tatra.
Chasis Tatra T-815 6x6 (photo : Tatra)
Avibras memesan chassis, mesin, dan suspensi independen dari Tatra. Mesin yang dipesan adalah mesin diesel berkapasitas 12.7 liter (12.700 cc), 8 silinder dalam konfigurasi V (V8), OHV (over-head camshaft), natural aspirated (tidak menggunakan turbocharge), dan menggunakan sistem pendinginan udara (air cooled).
Dari jenisnya, mesin diesel Tatra itu bukanlah mesin diesel dengan teknologi yang terbaru. Malah bisa dikatakan bahwa mesin diesel itu adalah mesin diesel dengan teknologi yang sederhana. Namun, kesederhanaan itu pula yang justru menjadi kekuatannya. Oleh karena mudah perawatannya dan mudah pula perbaikannya. Hal itu sangat penting dalam peperangan. Sistem pendinginan udara untuk mendinginkan mesin mungkin tidak sesempurna sistem pendinginan air yang menggunakan radiator, tetapi perawatannya jauh lebih mudah.
Ujicoba peluncur roket 6x6 Astros II Mk-6 dilakukan di Brasil karena belum ada tempat latihan di Indonesia yang mempunyai jarak steril 40 km sesuai dengan kemampuan MLRS Astros II ini  (photo : Kompas)
Yang membuat Avibras memilih Tatra adalah karena suspensi independen yang diterapkan pada tiap roda. Dengan demikian, setiap roda akan bergerak secara independen (bebas) sesuai dengan rintangan yang dihadapi roda. Suspensi seperti itu sangat diperlukan untuk melintasi medan offroad, apalagi Tatra menggunakan sistem penggerak enam roda.
Chassis, mesin, dan suspensi yang diterima Avibras di pabriknya di Sao Jose dos Campos, di luar kota Sao Paolo, dilengkapi dengan sistem hidrolik (pneumatic). Itu membuat ketinggian bagian bawah kendaraan dari permukaan tanah (ground clearance) tetap sama walaupun kendaraan melintas di permukaan tanah yang bergelombang. Ketinggian bagian bawah kendaraan dari permukaan tanah juga dapat diatur. Ditinggikan saat akan melintas genangan air (sungai kecil) atau direndahkan pada saat akan memasuki kabin pesawat angkut militer Hercules C130.
Chasis Tatra T-815 4x4 (photo : Tatra)
Kendaraan lapis baja
Avibras kemudian membangunnya menjadi kendaraan lapis baja tahan peluru. Selain dipasangi pelat baja yang tahan peluru, Avibras juga menggunakan kaca tahan peluru.
Setiap bagian diperiksa secara hati-hati untuk menjamin kekuatan kendaraan itu dalam menahan tembakan peluru kaliber 7,62 mm.
Dengan menggunakan tangki bahan bakar tahan peluru berkapasitas 200 liter, kendaraan MLRS Astros II MK-6 memiliki daya jelajah 480 kilometer, dalam sekali pengisian tanki hingga penuh. Mobil yang mesinnya menghasilkan tenaga maksimum 280-320 PK itu dapat dipacu hingga kecepatan maksimum 100 kilometer per jam di jalan raya.
Kendaraan berbobot 24 ton itu juga menggunakan ban khusus, yaitu run flat tires. Ban jenis itu memungkinkan kendaraan tetap melaju sejauh 200 kilometer walaupun ban dalam keadaan pecah (gembos) akibat tembakan atau terkena ranjau.
 
MI. 

KARYA ANAK BANGSA DI SELAT MELAKA

kcr-40-1
KRI Alamang 644 (KCR-40)

Perhatian kami tiba-tiba tertuju pada konvoi kapal patroli yang sedang melintas, tidak jauh dari boat tempat kami yang sedang lego jangkar. Sebelumnya saya tidak tahu, program apa yang sedang dijalani oleh kapal-kapal patroli ini. Tidak besar tapi tampak gagah dan lincah. Perhatian kami terfokus pada sebuah kapal yang paling keren, KRI Alamang..! Sebuah KCR, yang diproduksi PT Palindo Marines and Shipyard di Batam.
Setelah pulang ke rumah, saya segera mencari informasi yang berkaitan dengan kehadiran kapal-kapal milik TNI tersebut. Ternyata, kedatangan mereka adalah untuk mengikuti program tahunan yang bertajuk Patkor Malindo 2014. Ada kekaguman dan kebanggaan yang begitu dalam tatkala menyaksikan karya anak bangsa melenggang di negeri orang. Tidak sedikit dari sekian banyak prajurit dan perwira Angkatan Laut dari kedua negara yang rela bersusah payah untuk mengabadikan sosok seksi yang sengaja didatangkan dari pangkalannya di Lantamal 1 Belawan, Medan.
KRI Alamang 644 (KCR-40)
KRI Alamang 644 (KCR-40)

Patkor Malindo, yang telah diakui dunia sebagai sebuah wadah koordinasi pengawalan dan pengamanan selat Melaka paling sukses, kini akan lebih fokus pada pengaman selat Melaka dari aktivitas penyelundupan manusia dan pendatang haram. Apalagi dalam seminggu ini, telah dua kali berturut-turut terjadi kecelakaan kapal yang merenggut korban dari Indonesia. Untuk itu, kedua institusi terkait telah sepakat untuk mencari pangkal permasalahannya.
Dikabarkan dari Singapore, bahwa kedua kapal tersebut telah dan sedang mengantongi surat izin berlayar dari Aceh-Singapore-Aceh. Pertanyaannya, mengapa kapal itu tiba-tiba ada di Port Klang, dan bukan hanya mengangkut barang, tetapi juga banyak mengangkut orang. Inilah misteri klasik yang akan menjadi materi utama Patroli Koordinasi tahun ini.
KRI Siribua bersama KRI Alamang
KRI Siribua bersama KRI Alamang

Nun di tengah laut selat Melaka, aktivitas kapal-kapal patroli, nelayan dan fery, nampak begitu sibuk. Sejauh ini, modus penyelundupan manusia dan pendatang ilegal dari dan ke Melaka, memang terbilang jarang atau mungkin hampir tidak pernah terjadi. Setidaknya itulah info yang dirilis oleh TLDM pada publik sejauh ini. Mungkin karena letak pelabuhan Melaka yang diapit oleh berbagai fasilitas ketentaraan, sehingga para pelaku kejahatan menjadi kurang bernyali untuk beraksi di kota pelabuhan ini. Lain halnya dengan Port Klang, yang banyak dikelilingi oleh pulau-pulau kecil dan kampung nelayan, serta disinggahi kapal-kapal barang bertonase besar, sehingga dianggap lebih aman untuk bermain petak umpet dengan pihak keamanan.
malaka-patroli
Langit begitu cerah, matahari di atas kepala seakan enggan untuk berhenti menyemburkan panasnya yang melelehkan peluh-peluh di tubuh. Angin laut yang kadang terasa lebih kencang, sesekali seperti ingin mencabut ujung air laut, mencabut dan membantingnya, sehingga kapal-kapal kecil yang kerap lalu-lalang, menjadi ikut bergoyang..! Tapi konvoi kapal-kapal TNI AL ini, seakan tidak terpengaruh dengan debur ombak yang sesekali datang menampar.
Sungguh indah..! Kami membayangkan bagaimana saudara-saudara kita saat membangun KCR 40 di Batam. Mereka telah bekerja tanpa mengenal lelah, untuk sebuah atau beberapa masterpiece seni alutsista persembahan TNI AL. Inilah akumulasi dari sebuah pembelajaran yang gigih, bekerja tangguh dan berpikir positif. Hehehe..! Anda masih meragukannya..? Mari kita belajar lagi..! Selamat berakhir pekan bung..! (by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 21 June 2014).

JKGR.

Panther AS-565 MB Skadron 400

 Helikopter anti kapal selam AS-565 Panther (photo:eurocopter)
Helikopter anti kapal selam AS-565 Panther (photo:eurocopter)

Rasa gembira menaungi Skadron Udara 400 (Anti Kapal Selam) TNI AL. Pasalnya sebagian rekan mereka tengah berada di Prancis untuk menguji coba dan memilih spesifikasi Helikopter Anti Kapal Selam (AKS) Panther AS-565 MB yang sedang dibeli Kementerian Pertahanan. Gembira karena ada alutsista baru yang segera menemani helikopter AS332 Super Puma, Bell 412EP dan BO-105c, milik Skadron 400. Gembira karena kapal perang mereka akan semakin gahar dan diperhitungkan lawan.
Helikopter AS 565 MB merupakan multi purpose: naval version, serach and rescue, berbasiskan AS 365 N3 (maritime patrol and surveillance platform).
AS 565 MB, bisa digunakan untuk misi: fire support, Anti-Submarine (ASW) dan Anti-Surface Warfare (ASuW), yang bisa dipersenjatai dengan: AS15TT anti-ship missiles, searchlight, Magnetic Anomaly Detector (MAD), dipping sonar, search radar, anti-tank missiles, gun pods, rockets, torpedo dan lain sebagainya. Panther juga dijual oleh Eurocopter ke Amerika Serikat untuk United States Coast Guard (USCG) sebagai HH-65 Dolphin.
Dari 11 helikopter yang dibeli TNI AL, tidak semuanya untuk AKS, namun ada juga versi AKPA dan versi Intai Taktis. Helikopter Panther AS-565 MBe yang dibeli seharga 23 USD/unit ini, sedang disiapkan oleh Skadron 400 TNI AU dan pihak Prancis, untuk mendapatkan spesifikasi yang terbaik, bagi Indonesia.
Untuk misi operasi Naval, AS565MB bisa dikatakan nyaris sempurna: senyap, biaya perawatan murah, multi purpose untuk: surveillance kapal permukaan, Anti-Surface unit Warfare (ASuW) dan Anti-Submarine Warfare (ASW).

Anti Kapal Permukaan
Dengan durasi terbang selama 4 jam, AS565MB masuk kedalam kelas helikopter medium. Helikopter ini dapat melakukan misi Over-the-Horizon Targeting (OTHT) dengan membawa rudal jarak jauh, sehingga efektif sebagai anti-surface warfare (ASUW).
image
Apalagi jika helikopter ini didukung oleh rudal generasi baru seperti MBDA’s Future Anti Ship Guided Weapon (FASGW), maka AS565MB dapat melakukan pencarian, memilah sasaran, serta membayangi atau menyerang sasaran dari balik lengkung bumi (OTHT) secara presisi, tanpa mampu dideteksi oleh kapal musuh. Kapal musuh akan terkendala oleh pola lengkung bumi (OTHT). Ketahanan terbang helikopter ini mencapai waktu 4 jam dengan kecepatan medium (14o km/jam) atau terbang dengan mode OTHT.

Anti Kapal Selam
Sonar yang dipasang di badan kapal laut memiliki kemampuan deteksi yang terbatas, akibat gangguan temperatur maupun tingkat keasinan permukaan air. Daya endusnya sekitar 18 km, untuk melacak kapal selam. Perbedaan permukaan air laut membuat posisi kapal berubah-ubah yang menghasilkan suara dan kecepatan kapal yang berubah-ubah, sehingga mempengaruhi daya endus sonar kapal.
image
Jangkauan yang terbatas ini bisa tangani lewat helikopter seperti AS565MB yang terbang jauh dan memiliki variable-depth and towed sonar arrays untuk menyelidiki setiap layer, sehingga daya deteksi bisa berkembang jauh mencapai 185 km dan mampu mendeteksi lokasi kapal selam musuh dengan presisi.
Helikopter ini tinggal menunggu agar kapal selam masuk jangkauan torpedo untuk melakukan penembakan “fire and forget”. Tentu ada pula kapal selam yang memiliki rudal anti udara, namun umumnya masih jarak pendek.
Dengan peralatan anti kapal selam yang dibawa oleh helikopter, kapal teman dapat melakukan pelacakan dengan radius yang lebih jauh terhadap kapal selam musuh, dibandingkan mendeteksi tanpa menggunakan helikopter.

Mengisi KRI Diponegoro Class.
AS 565MBe mampu melakukan misi Anti Kapal Selam dan Anti Kapal Permukaan selama 4 jam ketika terbang dengan kecepatan 140km/jam. Helikopter ini memiliki kecepatan maksimum +300 km/jam dengan daya jelajah 792 km dengan tanki standar.
Helikopter ASW Panther AS565 MB, akan ditempatkan di KRI Korvet Diponegoro Sigma Class, untuk memperkuat mata dan telinga kapal tempur tersebut.
AS-565 MBe
Sejumlah senjata akan melengkapi helikopter Panther TNI AL, antara lain Torpedo MU 90, Light Anti Ship Missile,maupun canon mounted 20 mm.
senjata-5
torpedo99
Jika TNI AL menggunakan Panther AS-565 MBe, maka Basarnas Indonesia juga menggunakan helikopter buatan Eurocopter ini, yakni versi Dauphin yang versi sipil.
Dari pembelian ini, Indonesia mendapatkan transfer of technology, yang akan diserap oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Selain TNI AL dan Basarnas, TNI AD juga membeli helikopter baru buatan Eurocopter yakni Fennec AS 550. Begitu pula dengan TNI AU yang membeli Eurocopter EC725 Cougar.
Semua angkatan membeli helikopter baru dari Eurocopter. Dengan demikian, perawatan helicopter tersebut semakin mudah dan bisa langsung ditangani di dalam negeri oleh PT DI yang memiliki kemampuan mumpuni, untuk urusan helikopter.
Kerjasama yang komprehensif antara TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Basarnas dengan Eurocopter, merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan Indonesia.
Helikopter-helikopter itu dikerjakan secara Co-Production dengan PT DI. Diharapkan kedepannya PT DI mampu mewujudkan helikopter buatan dalam negeri, antara lain melanjutkan proyek helikopter Gandiwa atau jenis lainnya. (Sumber : Jalo dan Eurocopter).

JKGR. 

Membangun mimpi Propelan Indonesia


image
Bordeaux - PT Dahana menggandeng Indo Pacific Communication and Defence, anak perusahaan Artha Graha untuk membuat perusahaan patungan bagi industri propelan dengan dua perusahaan Prancis Roxel dan Eurinco. Perusahaan munisi yang akan dibangun di Subang itu akan menelan investasi US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta agar pembangunan industri propelan di Subang bisa direalisasikan sebelum bulan Oktober 2014.
Saat mengunjungi Industri Propelan Roxel di Bordeaux, Prancis, Jumat (20/6/2014), Sjafrie mengatakan perjanjian kerja sama pertahanan antara Pemerintah Indonesia dan Prancis harus direalisasikan ke dalam kegiatan nyata. Ia mengapresiasi langkah yang ditempuh PT Dahana dan Roxel untuk membuat perusahaan patungan.
“Saya sangat mengharapkan rencana pendirian perusahaan patungan antara Dahana dan Roxel di Subang bisa segera berjalan. Saya akan membantu agar produk industri propelan nanti tidak hanya dipakai oleh TNI, tetapi juga oleh negara-negara ASEAN,” kata Sjafrie.
Presiden Direktur Roxel, Jacques Desclaux mengaku kaget atas semangat yang diperlihatkan Wamenhan. Ia akan berusaha dengan PT Dahana untuk bisa segera melaksanakan rencana pembangunan industri propelan di Subang.
image
Investasi Rp 20 triliun
Direktur Utama PT Dahana F. Harry Sampurno melihat pembangunan industri propelan merupakan sesuatu yang harus dilakukan Indonesia. Masalahnya, sekarang ini hampir semua kebutuhan amunisi bagi TNI dipenuhi dari impor.
“Pengadaan amunisi melalui impor sangatlah riskan. Pertama, pasokan kebutuhannya tergantung kepada pasokan pihak produsen. Kedua, jumlah impor amunisi mudah diketahui negara lain dan itu berkaitan dengan kemampuan pertahanan negara kita,” kata Harry
Atas dasar itu PT Dahana mendukung langkah Kementerian Pertahanan untuk membangun industri propelan di dalam negeri. Kehadiran industri propelan akan memperkuat kemampuan pertahanan Indonesia.
Menurut Harry, PT Dahana sudah menyiapkan lahan bagi pembangunan industri propelan di Subang. Di sanalah diharapkan bisa dibangun industri propelan yang bukan hanya memasok kebutuhan TNI, tetapi juga untuk keperluan ekspor.
Harry merasa bersyukur bisa bekerja sama dengan Roxel dan juga Eurinco. Sebab, Roxel sudah mengembangkan munisi dan industri propelan sejak tahun 1660. Investasi yang diperlukan untuk membangun industri propelan, menurut Harry, diperkirakan mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Indonesia akan memiliki 51 persen saham, sementara Roxel dan Eurinco sebanyak 49 persen.
Anggota Komite Kebijakan Industri Pertahanan Muhammad Said Didu mengatakan kerja sama yang dilakukan PT Dahana dan Roxel serta Eurinco sangat baik bagi Indonesia. Dengan model membentuk perusahaan patungan, maka Indonesia akan terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga alih teknologi bisa terjadi.
“Pihak Roxel akan menyerahkan seluruh kepemilikan saham kepada Indonesia apabila putra-putra Indonesia bisa mengerjakannya sendiri. Divestasi itu diperkirakan akan terjadi setelah enam tahun perusahaan berjalan,” kata Said Didu.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi, PT Dahana menggandeng anak perusahaan Kelompok Artha Graha untuk bergabung, Indo Pacific Communication and Defence. Apabila groundbreaking bisa dilaksanakan bulan Oktober, pembangunan industri propelan diharapkan bisa selesai dalam waktu 40 bulan.
Produk munisi yang dihasilkan akan mampu memenuhi kebutuhan peluru yang diperlukan TNI dan juga peluru kendali. Bahkan peluru kendali yang diproduksi bisa berbentuk peluru kendali dari darat ke darat, dari darat ke udara, dan dari udara ke udara.(finance.detik.com).

KAPAL SELAM DI INDONESIA DAN HUBUNGAN DENGAN PENYELAMAN TNI AL

 
kpm3804
Pada permulaan abad ke-20 tepatnya tahun 1916 pemerintah Belanda membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan kelautan, tetapi kesempatan itu masih terbatas. Meskipun kesempatan untuk memperoleh pendidikan sudah terbuka, namun untuk menduduki jabatan penting di bidang pemerintahan khususnya bidang kelautan masih tertutup bagi bangsa Indonesia. Sampai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia yang memperoleh pendidikan kelautan masih sangat sedikit jumlahnya.
Begitu juga kesempatan menempati kedudukan yang baik di bidang perhubungan laut seperti di Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM)  dan di Governement Marine (GS) boleh dikatakan tidak ada. Kebanyakan dari mereka yang telah memperoleh pendidikan hanya berpangkat bintara. Mereka ditugaskan sebagai crew di kapal-kapal perang atau di kapal Maskapai Pelayaran Belanda dan sebagai pegawai rendahan di kantor-kantor pemerintahan Belanda.
Pada sekitar tahun 1930 jumlah pelaut Indonesia sudah cukup banyak, diantaranya 4.800 orang di KPM dan 2.400 orang di Koninklijke Marine (KM). Mereka inilah yang nantinya merintis usaha pembangunan di bidang kelautan.
Sejalan dengan perkembangan pergerakan nasional Indonesia, pemuda pelaut yang bekerja di kapal-kapal Belanda berusaha membentuk berbagai organisasi kelautan antara lain, Inlandsche Marine Bond (IMB) dan Christtelijke Inlandsche Marine Bond (Ch IMB). Melalui organisasi ini para pelaut Indonesia berhasil membangkitkan kesadaran nasional serta mempertebal semangat kelautan.
Seperti telah dikemukakan, bahwa pada masa penjajahan Belanda pemuda Indonesia telah mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kelautan yang masih terbatas. Pembatasan ini disebabkan Belanda khawatir apabila para pemuda yang mendapat pendidikan itu menjadi besar potensi militernya, sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di Indonesia. Kesempatan pendidikan yang terbatas inilah yang dimanfaatkan oleh D. Ginagan putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara 23 April 1918 untuk belajar di negeri Belanda atas biaya sendiri.
Pada tahun 1937 D.Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan, ia masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun. Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D.Ginagan tinggal di negeri Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D. Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman, Pada tanggal 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D.Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D. Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia baik sebelum diproklamirkan kemerdekaan Indonesia manpun sesudahnya. Karena aktifitasnya dalam membela kepentingan Indonesia, pada tahun 1946, D. Ginagan diusir dari negeri Belanda, kemudian ia kembali ke Indonesia pada bulan Desember 1946.
Melihat situasi perjuangan yang banyak memerlukan tenaga-tenaga terampil untuk membantu meningkatkan kemampuan tentara kita, setelah sampai di tanah air, D. Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide/gagasan untuk membuat kapal selam.

Proyek Kapal Selam Indonesia
Selama ini banyak yang mengira bahwa perkembangan kapal selam di TNI AL dimulai sejak tahun 1958, yaitu dengan adanya proyek pengambilan kapal di Polandia dalam rangka Trikora, di bawah pimpinan Laksamana O.B. Syaaf. Sebenarnya pemikiran atau gagasan untuk membuat kapal selam sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1946.
Banyak orang di kalangan TNI AL sendiri yang tidak tahu, siapa sebenarnya tokoh yang mempunyai gagasan untuk membuat kapal selam di Indonesia. Tokoh tersebut adalah warga TNI AL sendiri yang pada waktu itu masih berstatus pegawai sipil pada Kementerian Pertahanan Bagian Angkatan Laut yaitu, D. Ginagan. Inspirasi ide tersebut timbul setelah melihat pameran kapal selam yang dikendalikan oleh satu orang (Eenpersoons D/tikboof) di Groningen, Belanda pada tahun 1946. Kapal ini adalah kapal yang dipakai oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II, dan pada waktu sedang dikembangkan oleh Jerman.
Untuk melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan, rupanya gagasan itu disetujui. Segera setelah ijin disetujui, ia menghubungi Penataran Angkatan Laut (PAL) sekarang PT PAL dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta. Dalam melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan banyak dibantu oleh M. Susilo pegawai Perencana Perkapalan terutama dalam pembuatan gambar (design). Pembuatan kapal selam ini dimulai sekitar bulan Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan anggaran ± 35.000 (ORI).
Uji coba kapal selam buatan D. Ginagan di Kalibayem
Uji coba kapal selam buatan D. Ginagan di Kalibayem

Data kapal selam yang tidak berperiskop ini adalah sebagai berikut: panjang 7 m, lebar 1 m dan DWT 5 ton. Kapal selam tersebut dilengkapi dengan sebuah torpedo kapal terbang yang banyak terdapat di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam ini adalah kapal selam mini yang dikemudikan oleh satu orang dan mampu meluncurkan torpedo dengan jarak tembak lebih kurang 1 – 1½ mil yang direncanakan untuk menerobos blokade laut Belanda yang pada waktu itu telah menutup sebagian besar perairan Indonesia. Setelah kapal tersebut selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting pemerintah seperti, Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Presiden Soekarno sendiri sempat rneninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem. Dalam percobaan tersebut yang berjalan selama 1 jam kapal dikendalikan sendiri oleh D. Ginagan dan dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya.
Keberhasilan uji coba ini membawa dampak yang sangat positif bagi perjuangan bangsa Indonesia, terutama dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dan rela berkorban demi untuk tetap tegaknya kemerdekaan Indonesia. Reaksi yang timbul dari pemenntah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali. Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. “Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada waktu agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam tarap perbaikan, kemudian D. Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun karena pada waktu itu situasi perjuangan semakin mernanas akibat agresi Belanda II dan semuanya sibuk berjuang menjadikan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti. Sejak tahun 1948, D. Ginagan masuk Angkatan Laut Republik Indonesia dengan pangkat Kapten serta pensiun tanggal 31 Agustus 1961 dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kapal selam buatan D. Ginagan yang ditemukan di Sentolo oleh Belanda dan kemudian disita, dibawa Belanda ke Semarang.
Kapal selam buatan D. Ginagan yang ditemukan di Sentolo oleh Belanda dan kemudian disita, dibawa Belanda ke Semarang.

Lalu bagaimana dengan Belanda alias Holand alias Kompeni?
Hindia Belanda semasa “diasuh” oleh Holand, merupakan termasuk negara koloni yang lamban memodernisasi alat utama sistem senjata yang dimilikinya, banyak peralatan yang digunakan merupakan produk kelas dua dari pabrikan Amerika maupun tinggalan perang dunia pertama. Namun pemerintah Kolonial Hindia-Belanda nampaknya boleh bangga karena mereka memiliki sejumlah kapal selam di masa itu yang sempat dioprasikan semasa pecah perang pasifik.
image001
Menurut catatan sejarah, kapal selam hindia belanda jumlahnya cukup banyak, diantaranya adalah K-VIII, K-IX, K-X, K-XVIII, K-XVII, K-XV, K-XIV, K- XIII dan K- XII, istilah “K” sendiri mengacu pada nama Kolonien. Kapal-kapal selam ini dulunya sebelum diberangkatkan ke Hindia Belanda sempat berpangkalan di galangan kapal Rotterdam, kemudian sejak 1934 beberapa kapal selam tersebut telah ditempatkan di Nieuwediep (Belanda).
Kapal selam ini dibuat di galangan kapal Rotterdamse Droogdok Maatschappij, Rotterdam, serta didesain oleh orang Belanda sendiri JJ van der Struyff, B.Sc.
Pada tanggal 7 pebruari 1934, kapal-kapal selam ini berangkat menuju Hindia belanda dengan mengambil rute melalui Lisbon, Cadiz, Palermo, Port Said, Suez, Aden dan Kolombo. Kemudian pada tangga 12 Apr 1934, Kapal selam tiba di Padang dan dilayarkan ke pangkalan angkatan laut di Surabaya.
SS Nieuw Holland di Tandjong Priok.
SS Nieuw Holland di Tandjong Priok.

Kiprah kapal selam ini mulai muncul kepermukaan setelah tanggal 19 Nov 1941, Submarine Divisi III yang terdiri dari K-XIV, K-XV dan K XVI berangkat dari Surabaya menuju Tarakan. Sejak tanggal 22 November, kapal-kapal ini sudah meronda disekitar perairan Tarakan.
Kekuatan kapal-kapal selam ini dibagi-bagi lagi, pada 8 Desember 1941 di malam hari, ada Perintah kepada Submarine Divisi III untuk membentuk garis piket Utara-Barat ‘Stroomenkaap’ dalam rangka untuk menutupi pintu masuk utara ke Selat Makassar. Dari posisi ini kapal-kapal selam itu juga bisa digunakan untuk pertahanan Tarakan (Kalimantan).
Mata-mata Jepang rupanya juga mengetahui, posisi pulau Tarakan hanya dipertahankan segelintir kapal selam yang selalu berpindah-pindah posisi, selain harus meronda di sekitar Manado, ada juga yang di tarik Ke Balikpapan, alhasil di hari pendaratan tentara Jepang kapal selam yang meronda di sekitar perairan Tarakan cuma sebiji belakangan diketahui kapal selam yang mempertahankan Tarakan adalah K-X yang bukan dari Divisi III, kapal selam ini dikomandoi oleh Letnan P. G. de Back, tiba di Tarakan pada 8 januarai 1942 setelah melakukan pelayaran dari Ambon.
Tugas utama K-X saat itu adalah mengawal kapal penabur ranjau Prins Van Orange, namun kalah jumlah dan moril dari tentara penyerang, kapal selam sekutu ini gagal mempertahankan pulau Tarakan.
Walau begitu bukan berarti kiprah kapal selam kolonial di perairan Tarakan tamat, setidaknya diketahui pada tahun 1943 dan 1944, tak lama setelah pendaratan Jepang di Tarakan, kapal selam Hindia Belanda ini sempat melancarkan operasi pendaratan mata-mata dengan kode sandi “Phiton” dan “Squirel” di sekitar perairan Sesayap dan Sesanip
Dinas penyelaman dan pengangkatan (Pasukan Selambair TNI AL)
Setelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950 TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “Mijn Dyik En Bergingst“ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “Dinas Penyelaman dan Pengangkatan“ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).
- Pada tahun 1952 pendidikan pertama dengan Instruktur dari misi Tentara Belanda dengan diikuti oleh perwira, bintara dan tamtama.
- Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
- Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
- Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
- Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
- Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
- Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
- Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
- Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
- Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.
Perkembangan dari penyelaman kebanyakan disebabkan karena keperluan untuk melaksanakan tugas bawah air yang khusus. Dengan majunya penyelaman itu sendiri dan juga dengan terciptanya alat-alat baru dengan tehnik-tehnik khusus yang mutakhir semakin banyak tugas-tugas bawah air yang dapat dilaksanakan.
a. Penyelamatan kapal ( Ship Rescue Salvage ).
1). Penyelamatan unsur apung Armada RI.
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut
b. Pertolongan kapal selam (submarine Rescue).
Membantu para awak kapal selam dalam hal kedaruratan dengan Free Ascent.
c. Pencarian dan penemuan (Search and Recovery).
1). Torpedo latihan.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.
d. Pemeriksaan dan perbaikan (Inspection And Repair ).
1). Pemeliharaan kapal bawah Waterline ( garis air )
2). Fasilitas pelabuhan.
e. Bangunan (Contruction).
1). Dermaga.
2). Jembatan.
3). Terowongan.
f. Penyelaman taktis (Terbatas penggunaannya pada penyelam tempur).

Selain tugas-tugas di atas, penyelaman bagi militer dapat dipergunakan antara lain untuk : pemotongan tali / rantai jangkar kapal lawan agar hanyut, membor atau melobangi lambung kapal lawan serta membuat rintangan-rintangan pelabuhan, sebagai usaha untuk dapat menghancurkan musuh secara meluas, di samping itu juga mendukung kegiatan operasi kapal perang dan fasilitas labuhnya menjadi tugas penyelam-penyelam militer. Dengan kemajuan teknologi penyelaman maka berhasil dibuat berbagai peralatan selam yang sesuai dengan tujuan operasi militer yang membuat para penyelam-penyelam militer (pasukan) dapat lebih efisien dan efektif dalam menjalankan operasinya.




by Pocong Syereem

JKGR.