Minggu, 29 September 2013

KC-130B Hercules: Tingkatkan Endurance Jet Tempur TNI AU

Aksi KC-130B Hercules TNI AU saat akan “menyusui” Sukhoi

Daya jelajah pada pesawat tempur menjadi faktor penting dalam suatu operasi militer, terutama bila berbicara pada tahapan penyerbuan ke target sasaran yang jaraknya cukup jauh. Didasari beberapa pertimbangan, seperti kerahasiaan dan meningkatkan unsur pendadakan, banyak negara memilih cara air refuelling (pengisian bahan bakar di udara) untuk meningkatkan endurance serta daya jelajah pesawat tempurnya.
Dalam beberapa pertimbangan lainnya, menggunakan operasi air refuellingjuga bisa dikarenakan si negara pelaksana tidak memiliki pangkalan aju yang memadai, alhasil operasi pengisian bahan bakar harus digelar. Ilustrasi yang cukup populer terkait kondisi geografi tatkala operasi serbuan Inggris ke Malvinas (Falkland) pada tahun 1982. AU Inggris (RAF) saat itu harus melakukan 600 kali lebih air refuelling, maklum kedua wilayah dipisahkan oleh medan samudra Atlantik yang begitu luas. Saat itu, RAF mengerahkan tiga jenis tanker, yakni victor, Vulcan, dan KC-130 Hercules.
Operasi air refuelling kemudian hampir tak pernah absen dalam setiap laga konflik. Sebut saja saat AS dan NATO berlaga di perang Teluk, perang Afghanistan, hingga serbuan ke Libya, pola pengisian bahan bakar cukup mendomominasi, dan memang setiap jet tempur dan pembom NATO umumnya sudah dibekali kemampuan air refuelling. Contoh yang menarik, dengan air refuelling, pengebom sekelas F-111 Raven dapat terbang 13 jam tanpa mendarat saat operasi menghantam target di kotaTripoli, Libya.

KC-130B Hercules TNI AU
Lalu bagaimana dengan TNI AU? Sebagai angkatan udara yang punya tugas mengawal teritori angkasa terluas di kawasan Asia Selatan, apakah ada sosok pesawat yang punya kemampuan air refuelling? Jawabannya ada dan sejatinya jenis pesawat ini sudah cukup lama hadir di lingkungan TNI AU. Yang dimaksud tak lain adalah KC-130B Hercules buatan Lockheed Martin.  Pesawat angkut berat ini masuk dalam etalase kekuatan skadron udara 32 yang bermarkas di lanud Abdul Rahman Saleh, Malang – Jawa Timur.
KC-130B Hercules dengan nomer registrasi A-1309, salah satu pesawat tanker TNI AU

Skadron udara 32 secara keseluruhan diperkuat oleh belasan pesawat Hercules tipe C-130B/H dan C-130BT. Tapi secara actual, hanya dua pesawat yang punya kemampuan sebagai tanker, yakni pesawat dengan nomer registrasi A-1309 dan A-1310. Merujuk informasi dari buku “Hercules Sang Penjelajah – skadron udara 31,” disebutkan C-130 Hercules dengan nomer registrasi A-1309 dan A-1310 sudah resmi digunakan TNI AU sejak 18 April 1961. Awalnya kedua pesawat punya peran reguler sebagai pesawat angkut berat dan penunjang operasi linud, baru kemudian pesawat dimodifikasi untuk ditambahkan kemampuan sebagai tanker bagi jet tempur.
Dengan kemampuan tanker, tidak lantas sisi multi purpose KC-130B Hercules jadi berkurang. Hercules tetaplah Hercules, dimana pesawat dapat diubah perannya sesuai kebutuhan. Semisal tidak ada kebutuhan untuk misi operasi pengisian bahan bakar di udara, pesawat ini dapat menjalankan peran layaknya Hercules biasa, siap mengantarkan logistic dan mendukung beragam operasi militer bukan perang.
Jet tempur TNI AU yang pertama kali menjadi klien KC-130 Hercules adalah A-4E Skyhawk. Secara permanent memang A-4 Skywak memiliki probe fixed pada bagian hidungnya. Seiring modernisasi alutsista, klien KC-130B Hercules bertambah dengan hadirnya Hawk-200 yang memperkuat skadron udara 12 dan skadron udara 1. Dan, jet tempur paling canggih yang dapat dilayani oleh KC-130B Hercules adalah Sukhoi  Su-30MK skadron 11.




A-4E Skyhawk (ex-skadron 11), telah menjadi klien KC-130 sejak tahun 80-an.


KC-130B Hercules dan Hawk 200

Meski secara teori mungkin biasa-biasa saja, tapi adalah peristiwa yang unik saat jet tempur buatan Rusia disusui pesawat tanker buatan AS. Dalam gelar operasi air refuelling, satu KC-130B Hercules dapat melayani pengisian untuk dua jet tempur sekaligus lewat teknik hose.
Uji Statis dan Uji Dinamis
Sesuai koordinasi yang telah dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dalam misi uji coba, pada tanggal 23 Maret 2009 satu set crew awak pesawat yang dipimpin langsung oleh Komandan Skadron udara 32 letkol Pnb Yani Ajat Hermawan S sebagai RAC (Refuelling area commander ) yang dibantu oleh 2 orang Copilot BT Kapten Pnb Agus R dan Lettu Pnb Dodik S serta satu orang navigator Kapten Nav M.Jausan sebagai RC ( Rendevous Controller) berangkat menuju pangkalan udara Hasanudin home base skadron udara 11.
Kegiatan uji coba statis direncanakan diawali dengan uji engage dan disengage probe dengan drouge. Untuk meyakinkan bahwa probe yang berada di pesawat Sukhoi 30 MK dapat engage dengan drouge yang berada pada pesawat KC-130 Hercules. Diharapkan apabila sesuai akan dilanjutkan dengan uji transfer fuel untuk mengetahui pressure rate yang di dapatkan. Sehingga ada kesesuaian pressure fuel yang dihasilkan oleh pesawat transceiver dan receiver. Kegiatan tersebut dilaksanakan on ground dengan kondisi tehnis disesuaikan dengan kondisi sebenarnya. Meskipun ada sedikit keengganan dari tehnisi Rusia untuk laksanakan uji statis on ground dengan alasan bahwa pesawat Sukhoi 30 MK secara spesifikasi tehnis mempunyai kemampuan untuk melaksanakan misi air refuelling. Sehingga mereka tidak menjamin apabila dalam proses uji dinamis on ground mengalami kerusakan. Setelah diadakan koordinasi maka diputuskan untuk melaksanakan uji dinamis menggunakan pesawat Sukho 30 MK yang telah datang sebelumnya,bukan menggunakan pesawat Sukhoi 30 MK 2 yang baru datang dari Rusia yang masih dalam kondisi warrantly claim. Hasil yang didapatkan, probe dan drouge dapat engage maupun disengage dengan sempurna. Hal tersebut menambah semangat crew pesawat KC-130 Hercules untuk turut menjadi saksi sebuah sejarah baru dalam kekuatan udara TNI AU.

Kegiatan dilanjutkan dengan uji dinamis yang dilaksanakan on the air dengan melaksanakan Inflight Refuelling sesuai dengan parameter masing-masing pesawat. Setelah melaksanakan briefing penerbangan secara terencana dan terukur secara presisi dengan segala antisipasi dalam menghadapi emergency condition dan abnormal condition kedua crew dengan penuh percaya diri bersiap untuk melaksanakan penerbangan uji coba tersebut. Kegiatan InFlight Refuelling secara umum dapat terlaksana dengan baik. Secara system tidak ada masalah yang berarti di dalam pelaksanaan ,namun perlu adanya penyesuaian prosedure antara receiver dan pesawat tanker.
Menurut informasi dari Wikipedia, diluar kapasitas tank internal pesawat, KC-130 Hercules dapat membawa 3.600 removable gallon (136,26 hecto liter) dalam tanki stainless stell yang ditempatkan di dalam kompartemen kargo. Untuk menyalurkan bahan bakar Avtur ke jet tempur penerima, terdapat dua mounted hose (masing-masing satu) pada sayap. Mounted hose ini dibekali drogue pengisian bahan bakar yang dijulurkan ke pesawat penerima. Setiap drogue dapat mengalirkan hingga 300 galon per menitnya (1135,5 liter/menit) untuk dua pesawat penerima secara simultan. Untuk kepentingan keselamatan, memang proses air refuelling harus berlangsung cepat tapi aman.
Hose dan Boom
Pengisian air refuelling dapat dilakukan cepat dan aman. Prosedur sebelum terbang, titik pertemuan telah ditentukan. Demikian pula waktu pertemuan, ketinggian, kecepatan dan radio yang akan digunakan sebagai jalur berkomunikasi antar pesawat tanker dan pesawat receiver (penerima). Mereka menentukan pula tempat dan waktu untuk pertemuan cadangan, hal ini diperlukan sebagai plan B, seandainya pada titik pertemuan awal terjadi kondisi yang kurang memungkinkan, semisal cuaca buruk atau rawan terhadap sergapan pesawat musuh.

Sukhoi Su-30 TNI AU tengah menggapai drogue, berupa parasut kecil untuk proses air refuelling dalam teknik hose



 F-16 B TNI AU dalam uji air refuelling dengan teknik Boom


Tidak itu saja, dalam skenario air refuelling juga ditentukan pangkalan cadangan untuk melakukan pendaratan darurat, semisal mereka menemui kegagalan dalam operasi ini. Pengendalian acara pengisian bahan bakar di udara itu, sepenuhnya dipimpin oleh perwira penerbang di pesawat tanker yang dibantu navigator untuk mengarahkan pertemuan kedua jenis pesawat tersebut.
Untuk metode pengisian bahan bakar di udara ada dua macam, yaitu:
  1. Hose, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan pipa lentur yang ujungnya dilengkapi drogue, seperti parasut kecil. Dalam pola ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker tersebut.
  2. Boom, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan tail boom, semacam tangkai sodok di ekor. Dalam pola ini, pesawat tanker yang aktif memberi ‘asupan susu’ alias asupan bahan bakar ke pesawat penerima.
Dengan adanya perbedaan sistem pada pengisian bahan bakar di udara, maka tidak semua pesawat tanker dapat mengisikan bahan bakar di pesawat lainnya. Ambil contoh, jet tempur F-16 A/B Fighting Falcon milik skadron udara 3 hanya bisa melakukan air refuelling melalui cara boom. Alhasil F-16 A/B Fighting Falcon TNI AU tidak bisa dilayani oleh tanker KC-130B dari skadron udara 32. Hal ini menjadikan daya jelajah F-16 TNI AU jadi terbatas. Padahal dalam beberapa kesempatan, pilot F-16 TNI AU sudah bisa menjalankan boom air refuelling, terutama dalam beberapa kali latihan bersama AU AS menggunakan KC-135 Stratotanker.
Meski TNI AUminus tanker berkemampuan boom, penerbang F-16 TNI AU punya pengalaman tersendiri. Pola boom ini sudah diterapkan saat F-16 TNI AU melakukan penerbangan dari pabriknya di Fort Worth – Texas, AS menuju Madiun – Jawa Timur. Jarak kedua titik sangat jauh, yakni 16.000 km, menyebabkan air refuelling dilakukan berulang kali. Penerbangan melintasi Samudra Pasifik dilakukan total 21 jam dengan menginap di Honolulu dan Guam. Karena jarak tempuh melebihi endurance F-16, maka satu jam sekali harus dilakukan air refuelling dengan KC-135 Stratotanker. Jadi dalam 21 jam penerbangan, setidaknya dibutuhkan 19 kali pengisian bahan bakar di udara. Dallas – Hawaii tujuh kali, Hawaii – Guam tujuh kali, dan Guam – Madiun lima kali. Dalam operasi membawa pesawat baru tersebut, pilot TNI AU bertidak sebagai co pilot di kursi belakang, tapi yang jelas pengalaman itu sangat berharga.

 Ilustrasi air refuelling dengan teknik Boom. Foto: Indoflyer.net


Malaysia dan Singapura Juga Punya
Jumlah dua tanker yang dimiliki TNI AU jelas sangat tidak ideal, mengingat cakupan operasional pengamanan udara RI begitu luas. Kedepan, penulis berharap aka nada lagi C-130 Hercules yang ditambahkan kemampuan sebagai tanker.
Agak ironis, jutru kekuatan armada pesawat tanker AU Malaysia (TUDM) lebih besar dari TNI AU. Setidaknya kini AU Malaysia punya 4 unit KC-130T Hercules, versi nya pun lebih maju daripada punya TNI AU. Malah untuk uji pengisian ke Sukhoi Su-30, AU Malaysia sudah lebih duluan dari TNI AU. Informasi ini disampaikan instruktur dari Rusia, Melnikov Sergey. Seperti diketahui, TUDM juga mengoperasikan Sukhoi. Sementara Negeri Pulau Singapura, lebih sangar lagi dengan punya 4 unit KC-130B Hercules dan 1 unit KC-130H Hercules. Malahan KC-130H AU Singapura sudah dibekali glass cockpit dan flight management system yang sangat canggih. Sekiranya dengan artikel ini, bisa menggugah pemerintah untuk juga memikirkan pengembangan di lini pesawat tanker,  pasalnya elemen air refuelling punya nilai strategis. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar