Intelijen bukanlah sosok yang menyeramkan dan misterius. Sesuai dengan makna dasarnya (intelligent)
adalah, kecerdasan. Jadi, seseorang intelijen seharusnya adalah sosok
yang cerdas dalam menjalankan tugasnya. Kecerdasan ini sangat diperlukan
karena bidang tugas intelijen akan lebih banyak bertumpu pada analisis
beragam informasi untuk memperoleh prediksi yang cepat dan akurat.
Prediksi yang akurat ini selanjutnya akan menjadi input penting pengambilan kebijakan atau pun dukungan kebijakan.
Untuk memperoleh analisis yang akurat maka seorang intelijen pada
dasarnya dituntut bekerja sesuai dengan norma-norma ilmiah. Prinsip ini
sudah berlaku manakala seorang intelijen mulai melakukan pengumpulan
data-data mentah, prosesing data mulai dari pengklasifikasian hingga
penyaringan data yang reliable, hingga menciptakan produk
intelijen berupa analisis yang komprehensif yang dapat memprediksikan
suatu perkembangan secara tepat.
Kalau melihat pola kerja seorang intelijen maka pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang mencolok antara pola kerja seorang akademisi atau
intelektual dengan pola kerja seorang intelijen. Keduanya harus bekerja
mematuhi norma-norma ilmiah dalam melakukan pengumpulan, verifikasi dan
analisis data serta dalam membuat suatu prediksi. Bedanya, terletak pada
unsur kecepatan. Di samping itu produk akhir akademisi umumnya langsung
didiskusikan secara terbuka, sedangkan produk akhir seorang intelijen
hanya dikonsumsi oleh kalangan sangat terbatas yaitu pemerintah sebagai single user produk intelijen.
Karena kesamaan-kesamaan inilah maka dunia intelijen dan dunia akademik
pada dasarnya saling berhutang. Dunia intelijen sangat banyak berhutang
ilmu pada dunia akademik, terutama dalam membangun metode verifikasi
data dan analisis data yang akurat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak hanya itu, temuan-temuan ilmu pengetahuan dalam dunia akademik,
harus diakui, selama ini diserap sangat banyak oleh dunia intelijen
untuk menunjang ketajaman analisis intelijen. Contoh mudahnya adalah
analisis dalam bidang sosial politik. Diskripsi cemerlang yang
dihasilkan ilmuwan sosial politik bagaimana pun adalah input yang
sangat berharga bagi dunia intelijen dalam melakukan analisis
kecenderungan dan prediksi perkembangan. Ahli-ahli psikologi yang sangat
piawai dalam mendiskripsikan motif kecenderungan personal, juga
memberikan kontribusi yang luar biasa manakala dunia intelijen
membutuhkan analisis kecenderungan personal seseorang. Dan kiranya,
masih banyak lagi sumbangsih kalangan kampus bagi kemajuan metode kerja
intelijen.
Sumbangan besar ilmu pengetahuan itu, selanjutnya dibalas kembali oleh
dunia intelijen dengan memberikan kontribusi temuan-temuan dan
pendekatannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan
metode Linier Programming dalam bidang ilmu matematika pada
tahun 1940-an, bagaimana pun awalnya justru dalam kerangka kepentingan
operasi perang. Pendekatan ini sekarang sudah sangat luas diaplikasikan
dalam beragam sektor kehidupan. Thomas Saaty, penemu metode Analytical Hirarchy Process
(AHP) dalam ilmu pengambilan keputusan, embrio teorinya justru
didapatkan tatkala Saaty bekerja di lingkungan riset intelijen di
Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Metode temuannya sangat luas di
dunia sipil dan sudah diaplikasikan dalam berbagai sektor kehidupan.
Contoh lain yang mencolok adalah Internet yang sekarang sudah jamak
digunakan oleh banyak kalangan untuk komunikasi. Cikal bakal komunikasi
data melalui internet ini, bagaimana pun berhutang ilmu dari kalangan
intelijen Amenika Serikat manakala mereka berusaha mengembangkan sistem
aliran data yang cepat dan akurat. Metode kerja dunia intelijen kini
juga sudah banyak diadopsi oleh ilmu manajemen, yang kemudian
dikembangkan secara mandiri menjadi ilmu intelijen bisnis.
Contoh-contoh ini menggambarkan bahwa pekerjaan dunia intelijen pada akhirnya tidak hanya bermanfaat secara langsung bagi user-nya yaitu pemerintah, melainkan telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan secara umum.
Memperhatikan beberapa evidence tersebut maka pengembangan
ilmu pengetahuan, sebagaimana yang hendak dikembangkan oleh Sekolah
Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul, pada dasarnya harus disambut
dengan gembira. Tidak hanya lembaga ini merupakan satu di antara sedikit
lembaga sejenis yang ada di dunia, melainkan demi kepentingan yang jauh
lebih besar dan strategis yaitu pertama, pengembangan keilmuan yang
nantinya akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar, baik bagi dunia
intelijen maupun bagi publik secara lebih luas. Dan kedua, pendekatan
saintifik yang akan dikembangkan oleh kader-kader baru intelijen akan
berguna dalam mengantisipasi ancaman gangguan keamanan masa sekarang dan
masa depan yang semakin kompleks dan rumit.
Sebagaimana halnya dunia pendidikan, maka pengembangan sekolah
intelijen di Indonesia, pada dasarnya tidak ada ruginya. Pengembangan
keilmuan di STIN akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar yang
mungkin tidak terprediksikan sekarang, khususnya dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan secara umum.
Pada awalnya, kepentingan keilmuan dalam dunia intelijen mungkin
bersifat lebih praktis, yaitu dalam kerangka mempertajam analisis dalam
produk-produk intelijen. Atas dasar alasan ini maka penggunaan metode
ilmiah dalam analisis intelijen mungkin lebib luwes dan tidak terpaku
pada bentuk scientific inquiry yang ketat. Namun, semakin
produk analisis didalami, tantangannya pasti semakin besar dan
membutuhkan eksperimentasi keilmuan yang lebih canggih.
Misalnya untuk melakukan analisisa intelijen di bidang ekonomi. Seorang
analisis tentu harus paham ekonometrik, ekonomi makro dan mikro, serta
teori-teori ekonomi sejak masa Adam Smith hingga yang kontemporer
seperti penggunaan game theory dalam menjelaskan konffik dan kerjasama
di bidang ekonomi. Demikian juga dengan analisa intelijen di bidang
politik, juga diperlukan dasar pemahaman tentang teori-teori politik
dari jaman Aristoles hingga sekarang.
Pendekatan keilmuan dalam dunia intelijen itu, selama ini memang telah
berkembang dengan menggabungkan berbagai pendekatan keilmuan, ditambah
dengan pemikiran praktis intelijen. Pendekatan ini rupanya bermanfaat
dalam memprediksikan berbagai perkembangan atau dalam memecahkan
masalah-masalah rumit. Pendekatan itu, kalau dalam dunia akademik,
sering disebut pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner
sebenarnya sudah sangat lazim dalam analisis intelijen. Meskipun baru
belakangan ini dikembangkan secara besar-besaran oleh para akademisi.
Keberanian akademisi untuk melakukan eksperimentasi keilmuan dengan
menggunakan data-data intelijen yang bersifat kualitatif, setidaknya
telah menghasilkan beberapa temuan cemerlang. Pendekatan AHP (Analytical Hirarchy Process)
sebagaimana dikembangkan Thomas Saaty di University of Pittsburgh pada
dekade 80-an adalah sedikit contoh bagaimana persoalan kualitatif dapat
ditransformasikan dan dipecahkan secara kuantitatif. Dan itu
eksperimentasi awalnya adalah pengalaman waktu muda Thomas Saaty ketika
mendapat kesempatan bekerja internship dalam dunia intelijen.
Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang khas dari dunia intelijen
ini semestinya terus menerus didialogkan dengan kalangan kampus. Diakui,
eksperimentasi yang dilakukan dunia intelijen masih banyak kelemahannya
dari sudut ilmu pengetahuan. Untuk itulah, proses dialog dibutuhkan.
Dialog ini sangat dimungkinkan karena kedua entitas pada dasarnya
bekerja dengan metodologi ilmiah. Kalangan kampus semestinya tidak perlu
segan mengkomunikasikan berbagai temuannya dengan kalangan intelijen.
Begitu juga sebaliknya, intelijen tidak perlu malu-malu untuk
mendialogkan temuan metasifiknya dengan kalangan kampus. Dengan adanya
dialog ini, maka dua hal yang selama ini seakan terpisah jauh, yang
terkadang saling curiga padahal saling mencuri ilmu, dapat terus
ditemukan titik kesamaan dengan kemajuan bersama.
Kalau konfergensi keilmuan itu terus berlangsung, khususnya di sekolah
intelijen (STIN) maka adalah sangat wajar apabila timbul suatu
angan-angan bahwa suatu saat nanti akan lahir school of thought of intellijence ala Indonesia yang mampu menghasilkan analisis intelijen yang cepat, tepat dan akurat.
Temuan-temuan ini tentu saja tetap dalam kerangka menghormati perbedaan
kepentingan di antara dua dunia sebut. Tidak terbersit maksud untuk
menjadikan para akademisi menjadi intel atau sebaliknya, mendidik
intelijen menjadi profesor. Yang harus lebih penting adalah bagaimana
kedua belah pihak mengambil benefit dari keberadaannya
masing-masing secara jujur dan bertanggungjawab. Karena, kedua entitas
ini pada dasarnya ibarat dua bunga yang berbeda yang tumbuh berkembang
dari tanah yang sama: Indonesia.
Kehadiran STIN pada dasarnya mempunyai alasan praktis dan strategis
yang kuat. Secara praktis, kehadiran sekolah ini didorong oleh kebutuhan
yang sangat mendesak untuk mencetak tenaga intelijen yang trampil,
profesional dan mempunyai komitmen tinggi. Kualifikasi tenaga seperti
ini, tentunya tidak mungkin dihasilkan lewat pendidikan intelijen yang
singkat. Melainkan harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan yang
sistematis, terencana dan terprogram secara baik serta mungkin
membutuhkan waktu yang relatif lama. Dan kehadiran STIN dimaksudkan
untuk menyiapkan kader-kader baru tenaga intelijen yang terampil
profesional dan berkomitmen tersebut.
Kehadiran sekolah ini mungkin agak terlambat kalau dibandingkan dengan
obsesi yang sudah sangat lama akan terbentuknya sebuah sekolah intelijen
di Indonesia. Dapat dibandingkan dengan instansi pemerintah yang lain
yang sudah lama membuka sekolah di bidang profesinya. Padahal, intelijen
adalah juga sebuah profesi khusus yang tidak semua orang menekuninya.
Kendati agak terlambat. Alhamdulillah obsesi lama itu sekarang sudah
mulai terwujud dan kini mulai menelorkan lulusannya.
Ini berarti BIN mulai sekarang akan mendapatkan pasokan tenaga
intelijen yang sudah terdidik secara profesional sejak awal. Bekal ini
sangat penting karena tantangan tugas yang akan dihadapi sudah sangat
kompleks yang tidak mungkin ditangani oleh tenaga intelijen
konvensional.
Ancaman stabilitas nasional sekarang tidaklah sederhana. Ancaman itu
tidak lagi dalam bentuk tradisional, seperti invasi negara lain.
Melainkan lebih banyak diwarnai ancaman nontradisional yang juga
dilakukan oleh aktor-aktor non-negara. Pola yang dimainkan sudah
merupakan gabungan dari beragam unsur dan tidak mengenal batas
geografis.
Sumber ancamannya sudah tidak bisa dibedakan antara dalam dan luar
negeri. Bentuk ancamannya sudah menggunakan berbagai macam media, mulai
dari yang paling canggih hingga yang paling sederhana. Dampak masalahnya
juga sangat kompleks karena menyangkut masalah politik, ekonomi dan
sosial keagamaan.
Dengan demikian, potensi ancaman dan gangguan keamanan harus
didefinisikan ulang. Ancaman invasi militer dari negara lain, mungkin
sudah relatif berkurang. Namun, ancaman dalam bidang ideologi tampaknya
masih menjadi agenda besar meskipun era perang dingin sudah berlalu.
Terbongkarnya jaringan terorisme telah memperlihatkan bahwa ancaman
ideologi itu masih ada hingga sekarang. Mereka dapat bergerak leluasa
memanfaatkan kebebasan politik dan informasi, teknologi informasi dan
memanfaatkan kondisi sosial ekonomi dan keagamaan masyarakat yang sedang
labil.
Kalau ideologi radikal keagamaan saja sudah mampu mcnggegerkan dunia,
maka tidak tertutup kemungkinan ideologi-ideologi sekuler, baik kanan
maupun kiri, juga akan beroperasi dengan beragam modus operandi untuk
meminimalisasikan nilai-nilai Pancasila.
Dalam mengantisipasi potensi ancaman dan gangguan, intelijen juga sudah
tidak bisa bekerja dengan paradigma lama main tangkap atau memenjarakan
seseorang tanpa proses peradilan alias bekerja dengan ekstra yudisial. Cara seperti ini, sudah sepakat untuk ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum dan HAM.
Pada dasarnya, intelijen harus bekerja dalam koridor hukum dan tidak
boleh melampaui kewenanganya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangan.
Sesuai dengan semangat reformasi, maka dalam menjalankan fungsinya,
intelijen harus menghargai hak-hak warga negara, kebebasan sipil dan
demokratisasi. Penghormatan terhadap prinsip-prinsip ini, tidak boleh
menjadi alasan kemandulan inte]ijen. Para aparat intelijen dapat terus
mengembangkan kemampuannya dalam mendeteksi segala macam ancaman dengan
tetap menghormati hak-hak warga negara, kebebasan sipil dan
demokratisasi.
Itu semua bisa dilakukan apabila intelijen bekerja dengan paradigma
baru, mengedepankan pendekatan ilmiah, profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sangat diharapkan, para lulusan STIN sebagai
kader-kader muda intelijen Indonesia dapat bekerja dengan ritme
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar