“Senjata sumpit ini memang hebat dan tidak kalah dengan senjata api,
pistol ataupun senapan. Oleh karenanya, satuan ini menjadi tertarik
mengadopsinya menjadi salah satu peralatan tempur prajurit dan
mengkombinasikannya dengan senjata organik militer mereka, Untuk
dipergunakan bagi kepentingan tugas.”
Sebagai satuan tempur yang memang dalam kehidupan kesehariannya bergaul
dengan senjata mematikan untuk membunuh musuh, maka Yonif 600/Raider
yang bermarkas di Kalimantan ini terinspirasi oleh senjata yang biasa
dipergunakan oleh Suku Dayak di pedalaman Kalimantan. Senjata Sumpit
yang biasa diguakan oleh Suku Dayak ini untuk berburu binatang, dengan
menggunakan anak sumpit yang ujungnya diberi racun dari ramuan getah
tumbuh-tumbuhan dan bisa binatang buas, dapat menimbulkan efek kematian
yang relatif singkat pada sasaran yang disumpitnya.
Realisasinya, pada Pebruari 2003 satuan ini membentuk “Tim Sumpit”, yang
personelnya diambil dari para prajurit batalyon keturunan asli Dayak. Sebulan kemudian,Yonif 600/Raider mendatangkan pelatih dari tokoh Dayak Pedalaman yang terkenal dengan sumpit beracunnya untuk melatih 25 orang prajurit tentang cara penggunaan sumpit dan pembuatan racun yang dipakai untuk anak sumpit.
Memang, sebelum masuk menjadi tentara, kedelapan puluh lima orang
prajurit itu sudah terbiasa menggunakan sumpit dalam kehidupan
sehari-harinya untuk berburu hewan di hutan. Namun didalam penggunaan
ramuan yang dipakai untuk anak sumpit berbeda-beda, karena mereka
berasal dari bermacam-macam Suku Dayak. Agar terdapat kesamaan dalam
penggunaan ramuan racun anak sumpit, yang menghasilkan racun yang sangat
bagus, mematikan dan cepat reaksinya, maka mereka dibimbing selama tiga
bulan oleh para tokoh Suku Dayak pedalaman Kalimantan itu. Selain itu,
mereka juga mendapat pelatihan tentang bagaimana cara membawa dan teknik
menggunakan senjata sumpit di medan pertempuran, mengingat mereka juga
harus tetap membawa perlengkapan perorangan, termasuk ransel dan sejata
api.
Setelah latihan selesai, lalu keduapuluh lima orang prajurit itu disebar ke kompi-kompi dan pada setiap seminggu sekali mereka memberikan pelatihan kepada rekan-rekannya yang lain, agar seluruh anggola Yonif 600/ Raider mampu menggunakan sumpit.
Inisiatif dan upaya keras untuk menjadikan Sumpit sebagai senjata
prajurit ini ternyata tidaklah sia-sia. Terbukti saat Yonif 600/ Raider
bertugas ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 2004¬2005, personel
Tim Sumpit yang disebar ke dalam tiap-tiap tim, dengan pembagian di
setiap tim terdapat tiga hingga empat orang prajurit berkemampuan
menggunakan senjata Sumpit, berhasil membunuh empat orang. pemberontak
GAM, sekaligus menyita empat pucuk senjata AK-47 yang mereka pakai.
Ceritanya, pada Pebruari 2004 saat “Tim Anas-1 Kipan A Yonif 600/Raider
yang dipirnpin Lettu Inf Mulyadi melaksanakan penyergapan di Kampung
Blang Sukun, Pidie. Ketika itu, tim dibagi menjadi empat kelompok, salah
satu tim dipimpin Oleh Kopda Impung Upai, salah satu personel “Tim
Sumpit, yang jabatan sehari-harinya di satuan adalah sebagai Tamtama
Penembak SMR (Senapan Mesin Ringan). Sebelum kelompok lain masuk
kedudukan, Kelompok-4 yang dipinpin Kopda Impung Upai, putra asli Dayak
kelahiran Datah Bilang, Tenggarong 6 .luli 1977 ini adalah kelompok
yang pertama kali masuk kedudukan. Saat akan masuk, terlihat satu orang
pos tinjau GAM lengkap dengan senjata AK 47 sedang berjaga-jaga. Agar
gerakan tetap rahasia dan kehadiran pasukan tidak diketahui musuh, Kopda
Impung Upai lalu melumpuhkan pos tinjau tersebut dengan menggunakan
sumpit. Anak sumpit tepat mengenai leher bagian belakang anggota GAM
itu. Tidak lebih dari 10 detik, orang itu roboh dengan tidak menimbulkan
suara berisik . Senjata lain mereka ambil. Dengan tewasnya pos tinjau
GAM tersebut, kelompok lain dari pasukan Yonif 600/Raider dapat masuk
kedudukan dengan aman tanpa diketahui GAM dan penyergapan pun dapat
dilaksanakan dengan sukses tanpa ada korban dari pihak kawan.
Raider menggunakan sumpit sebagai senjata mematikan untuk menghadapi
musuh di dalam penugasan inilah, yang merupakan ciri khas Yonif
600/Raider dan membedakan satuan kami dengan satuan raider lainnya di
Indonesia” Danyonif 600/Raider letkol Inf R. Haryono. Penggunaan sumpit
memang sangat cocok untuk pasukan raider, yang salah satu semboyannya
adalah “senyap dalam bergerak”. Selain untuk menjaga kerahasiaan gerak
pasukan,juga untuk “bunuh senyap”. Keberadaan senjata sumpit terasa
tepat menggantikan fungsi senjata berperedam, yang Iebih diperuntukkan
bagi aksi pertempuran kota atau Pertempuran .larak Dekat (PJD) dan tidak
dipergunakan untuk medan-medan penugasan berupa hutan.
Dengan mempelajari kesuksesan penggunaan sumpit di medan tugas, maka
sampai sekarang Yonif 600/Raider tetap memelihara kemampuan personelnya
dalam menggunakan sumpit dan menjadikan penggunaan sumpit sebagai
kualifikasi seluruh personel Yonif 600/Raider, sekaligus melakukan
regenerasi personel Tim Sumpit dengan merekrut para prajuril batalyon
yang berasal dari etnis Dayak. Suku Dayak mengenal berbagai macam
senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada zaman
dahulu atau untuk kegunaan sehari-hari, seperti di ladang. Misalnya
sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai (telawang), dan taji.
Senjata sumpit berupa buluh dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter
hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu
ulin, tampang, lanan, berangbungkan, rasak, atau kayu plepek. Diameter
sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya,
dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk
memasukkan anak sumpit atau damek. Secara tradisional, kalau ingin tepat
sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan tinggi
badan orang yang menggunakannya, Bagian yang paling penting dari
sumpitan, selain batang sumpit, yaitu pelurunya atau anak sumpitnya yang
disebut damek. Ujung anak sumpit runcing, sedang bagian pangkal
belakang ada semacam gabus dan sejenis dahan pohon agar anak sumpit
melayang saat menuju sasaran.Racun damek oleh etnis Dayak Lundayeh
disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari
berbagai getah pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular
dan kalajengking. Selain beracun, kelebihan yang dimiliki senjata ini
dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni kemampuan mengenai
sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Jarak efektif bisa mencapai
puluhan meter, tergantung kemampuan si penyumpit. Selain itu, senjata
ini juga tidak menimbulkan bunyi. Unsur senyap ini sangat penting saat
mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar