Jumat, 11 Oktober 2013

Type 80 Giant Bow 23mm: Kanon Perisai Bandara Soekarno Hatta



Bila terjadi agresi militer, bandar udara (bandara) menjadi salah satu obyek utama yang wajib dilumpuhkan oleh musuh, atau akan lebih bagus jika bisa diduduki, maklum keberadaan bandara dapat dimanfaatkan sebagai basis tumpuan untuk operasi tempur lanjutan. Karena keberadaan bandara yang amat penting, tak heran bila bandara masuk dalam ketegori obvit (obyek vital) yang mendapat porsi perlindungan ekstra, selain instalasi militer dan istana negara.
Bicara soal bandara yang mendapat perlindungan ekstra, di Indonesia tentu akan merujuk pada bandara Soekarno Hatta (Soetta) yang berlokasi di Tangerang – Banten. Mengemban peran sebagai gerbang keluar masuk ke jantung Ibu Kota, bandara Soetta mendapat perlindungan penuh dari beragam alutsista, seperti rudal Grom dengan platform Poprad, kanon  23mm/ZUR komposit rudal Grom, rudal Starstreak, dan kanon Type 80 Giant Bow kaliber 23mm. Sementara dari jumlah satuan, guna melindungi Ibu kota  keseluruhan, melibatkan kekuatan Detasemen Rudal 003, Yon Arhanudri 1 Kostrad, Yon Arhanudse 6, dan Yon Arhanudse 10. Dalam pertahanan udara titik, tentu tidak hanya menyandarkan pada jenis kanon dan rudal, tapi melibatkan meriam PSU (penangkis serangan udara), seperti meriam lawas tipe S-60.
Untuk rudal Grom telah dibahas di artikel terhadulu, dan kini kami coba ulas sosok kanon Type 80 Giant Bow kaliber 23mm. Kanon penangkis serangan udara dengan dua laras ini diproduksi oleh Norinco, Cina. Seperti sudah jadi kebiasaan, kanon ini pun merupakan jiplakan dari produk serupa asal negara lain. Type 80 merupakan copy-an dari kanon ZU-23-2 produksi Rusia. Giant Bow atau disebut juga Shengong dapat dikendalikan secara manual atau otomatis dengan integrasi sistem.
Giant Bow 23mm di pameran Alutsista 2013
Giant Bow 23mm di pameran Alutsista 2013

Mau tahu seberapa garang kanon ini? Kecepatan luncur proyektilnya mencapai 970 meter per detik. Sementara untuk jarak tembak, untuk sudut vertikal maksimum 1.500 meter, dan sudut horizontal maksimum 2.000 meter. Tapi, bila bicara jarak tembak mendatar maksimum bisa hingga 2.500 meter. Untuk merontokkan pesawat yang terbang rendah sudah barang tentu perlu kecepatan tembak yang spektakuler, secara teori disini 1.500 – 2.000 proyektil dapat dimuntahkan dalam 1 menit. Sedangkan untuk kecepatan tembak praktis 400 proyektil per menit. Jenis amunisi yang biasa digunakan adalah HEI-T dan API-T.
Kanon yang diproduksi tahun 2000 ini punya bobot 1.250kg, dalam gelar operasinya biasa ditarik dengan truk Unimog. Kanon yang diawaki 5 orang personel ini dapat digelar dalam tempo kurang dari 5 menit. Ada dua kursi operator pada kanon ini, dan dalam skema operasi mandiri, dapat pula ditangani oleh satu juru tembak. Peran awak lainnya diperlukan untuk loading amunisi (magasin) dan penggantian laras. Giant Bow dapat digerakan secara kinetik/manual (dengan putaran engkol), atau dapat pula dioperasikan secara elektrik lewat joystick. Buat awak senjata, tentunya lebih nyaman mengendalikan secara elektrik.
Seperti halnya kanon PSU pada umumnya, Giant Bow memiliki sudut putar 360 derajat. Sedangkan sudut elevasi laras dengan sistem manual yakni -5 sampai 90 derajat, dan elevasi laras dengan sistem elektrik mulai dari -3 sampai 90 derajat.
Gelar Operasi Tempur
Kanon Giant Bow saat ini menjadi etalase sista di Yon Arhanudri 1 Kostrad, yang bermarkas di bilangan Serpong, Tangerang – Banten. Selain punya tanggungjawab menjadi perisai bandara Soetta, batalyon ini juga punya tugas untuk mengamankan Pusat Penelitian Ilmu dan Teknologi (Puspitek) di Serpong, Tangerang – Banten.  Yon Arhanudri 1 memiliki 2 baterai kanon Giant Bow, dengan jumlah total ada 18 pucuk yang siap digunakan. Sebenarnya masih ada 1 pucuk lagi yang ditempatkan di Pusat Pendidikan Arhanud (Pusdikarhanud).
Inilah tampilan peluru kaliber 23mm
Inilah tampilan peluru kaliber 23mm
Box magasin yang berisi 50 peluru.
Box magasin yang berisi 50 peluru.
Menghindari panas berlebih, setiap 200 kali tembakan, laras harus diganti.
Menghindari panas berlebih, setiap 200 kali tembakan, laras harus diganti.
Dalam aksi tempurnya, kanon dua laras ini dibekali 2 box magasin (di kiri dan kanan). Masing-masing box magasin hanya berisi 50 butir peluru. Bisa dibayangkan betapa borosnya amunisi yang harus dikeluarkan dalam aksi tembak cepat. Awak pendukung pastinya harus selalu siap bongkar pasang magasin dalam sikap tempur. Satu lagi yang cukup menantang, karena kecepatan tembak yang tinggi, membuat laras cepat panas. Secara prosedur, setiap 200 tembakan laras harus diganti. Kebetulan memang laras dirancang untuk bisan diganti secara cepat. Kabarnya, setiap kali latihan minimal harus disiapkan empat laras pengganti.
Integrasi Sistem Senjata
Sebagai sista modern, Giant Bow juga dapat dioperasikan secara terpadu. Lewat kendaraan BCCV (Battery Command & Control Vehicle) dapat dikendalikan sebanyak 4 sampai 8 pucuk kanon secara bersamaan dari jarak jauh. Dalam skema integrasi sistem senjata ini, setiap pucuk kanon tidak diperlukan lagi jasa dari juru tembak, semua keputusan tembakkan dilakukan secara terpusat dari truk komando BCCV. Hanya saja awak untuk loading amunisi harus tetap siaga, pasalnya loading amunisi masih manual. Sebagai info, BCCV ditempatkan pada truk Beiben (tiruan Mercy) buatan Cina.
Truk BCCV
Truk BCCV
Truk radar AS901A 3D
Truk radar AS901A 3D
Di dalam truk komando BCCV, dilengkapi teropong bidik taktis TACTICOS dengan pembesaran 11x dan perangkat ODU (Optikoptical Director Unit). Tidak hanya BCCV saja, dalam paket intergrasi sista Giant Bow juga mencakup keberadaan mobile radar. Radar berperan sebagai panca indra dari BCCV dan Satbak (satuan tembak). Dalam platform truk Tiema XC230 4×4 (tiruan Mercy 2026) ditempatkan radar AS901A 3D. Radar yang beropersi di frekuensi L-band 10Mhz ini punya jangkauan deteksi lebih dari 30km, dan jangkauan deteksi ketinggian sampai 4km. Radar ini juga dibekali IFF (Identification Friend or Foe) interrogator.
Sebelum hadirnya Giant Bow, Yon Arhanudri Kostrad juga sudah berpengalaman menggunakan kanon PSU otomatis, yakni dari jenis Rheinmetall kaliber 20mm. Kanon dua laras buatan Jerman ini mulai digunakan Arhanud TNI AD sejak 1980 dan sampai saat ini masih aktif digunakan, memperkuat etalase sista SHORAD (short range air defence) di lingkup Kohanudnas.
Kanon jenis ini juga dapat dioperasikan dari atas truk.
Kanon jenis ini juga dapat dioperasikan dari atas truk.
Sebagai penutup, di area Jakarta masih ada bandara yang sangat strategis, yakni bandara Halim Perdanakusumah. Tapi karena dioperasikan juga sebagai pangkalan udara TNI AU, maka untuk pertahanan titik menjadi tanggungjawab utama dari Paskhas yang juga dibekali rudal SAM QW-3. (Bayu Pamungkas)
  • Produksi                              : Norinco, Cina
  • Kecepatan Proyektil       : 970 meter per detik
  • Kecepatan Tembak         : 1.500 – 2.000 proyektil per menit
  • Berat kosong                     : 950kg
  • Lebar Siap Angkut            : 1,83 meter
  • Lebar SiapTempur Roda Terlipat                : 2,88 meter
  • Tinggi Siap Angkut           : 1,83 meter
  • Tinggi Dalam keadaan terkunci   : 1,22 meter
  • Sudut Putar                        : 360 derajat
  • Sudut Elevasi                     : -5 sampai 90 derajat
Indo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar