Butuh kerja keras bagi TNI untuk memadamkan pemberontakan anggota
Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan
Utara (Paraku) dari tahun 1967-1974. Mereka sangat mengenal medan di
perbatasan Kalimantan. Sebagian rakyat di sana juga mendukung perjuangan
PGRS/Paraku sehingga gerilyawan tetap mendapatkan suplai logistik.
Maka
intelijen TNI harus putar otak. Sebab perang melawan gerilya tak bisa
dilakukan selalu dengan kekerasan. Merebut hati lawan agar mau berbalik
bekerjasama dengan TNI jauh lebih menguntungkan.
Cerita menarik
soal sepak terjang intelijen ini dibeberkan oleh Jenderal Purn AM
Hendropriyono dalam berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan
Klandestin yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.
Untuk
mengetahui persembunyian dan mengenali para tokoh PGRS/Paraku, tentu
dibutuhkan mantan pejuang organisasi tersebut yang mau bekerja sama.
Kapten Hendropriyono kemudian mencarinya di dalam penjara Sei Raya
Pontianak. Di sinilah para tokoh PGRS/Paraku yang sudah diadili
dipenjara.
Kapten Hendro menemukan Phang Lee Chong, bekas
komandan Pasukan Barisan Rakyat yang pernah menyerang Pangkalan Angkatan
Udara Singkawang II. Setelah bercakap-cakap, Hendro yakin Phang Lee
Chong dapat mengenali target-target utama TNI. Phang pun akhirnya mau
bekerjasama dengan TNI.
Salah satu kunci agar musuh mau bekerja
sama dengan TNI adalah dengan memperlakukan tawanan dengan baik.
Membujuk musuh menyerah melalui keluarga yang didekati serta memberi
iming-iming hadiah.
Maka Phang Lee Chok menyamar menjadi polisi
lalu lintas. Bersama Tim Halilintar, pimpinan Hendro, mereka merazia
pengendara mobil dan motor. Seorang pemuda bernama Atet ikut terjaring.
Ternyata
Atet adalah mantan kekasih seorang wanita bernama Siat Moy. Si jelita
ini malah kemudian dinikahi oleh Ah San, salah satu petinggi PGRS/Paraku
dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah. Atet kemudian
disingkirkan oleh Ah San ke Comittee wilayah II.
"Kami mulai
mencari data tambahan tentang hubungan asmara antara Atet dan Siat Moy.
Ternyata walau Siat Moy telah menjadi istri Ah San, cinta kasih mereka
tetap membara. Dengan pendekatan secara pribadi yang hati-hati disertai
dukungan fasilitas yang relevan, bara cinta tersebut menyala kembali.
Sampai mereka sepakat untuk menjalin kembali pertautan hati yang menjadi
retak selama ini," beber Kapten Hendropriyono.
"Akhirnya Siat
Moy mau menunjukkan pos komando wilayah III dan persembunyian Ah San,
asalkan saya berjanji juga untuk tidak membunuh Ah San," lanjut Hendro.
Dengan
informasi dari Siat Moy akhirnya tim berhasil mendekati kurir Ah San
yang bernama Akau. Untuk menggoyang pendirian Akau, Atet menunjukkan
surat dari ayah Akau. Lalu diputar cassette player yang berisi suara
ayah dan adik Akau meminta Akau kembali ke tengah keluarga.
"Akau
terperangah ketika mendengar suara adik bungsunya yang memohon dia
untuk kembali mengantarnya ke sekolah seperti dulu dilakukannya," jelas
Hendro.
Maka dengan bekal itu, Kapten Hendro mulai menyiapkan
tim. 11 Anggota Puspassus disiapkan hanya bersenjatakan pisau komando.
Operasi senyap untuk menangkap Ah San hidup-hidup. 11 Orang ini siap
bertarung satu lawan satu dengan Ah San dan pengawalnya.
Operasi
penangkapan Ah San berlangsung seru. Sayangnya Ah San tak bisa
ditangkap hidup-hidup. Dia tewas lewat duel yang seru dengan kapten
Hendro.
Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar