Sejarah Resimen Mahasiswa Indonesia
Masa Perjuangan Pergerakan Nasional
Sejarah perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka terdapat cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi kolonial Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi ini merupakan salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dan selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.
Sejarah perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka terdapat cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi kolonial Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi ini merupakan salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dan selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.
Mahasiswa Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan
Indische Verenigde (VI) yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia
(PI), kemudian pada tahun 1922 berubah lagi menjadi Perhimpoenan
Indonesia (PI). Sejak itu hingga tahun 1924 PI tegas menuntut
kemerdekaan Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda mahasiswa
Indonesia yang belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru bangsa
Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar
negeri. Perhimpoenan Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar
Indonesia (PPPI-1926) dan Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi
pemuda dan mahasiswa yang memiliki andil besar dalam merintis dan
menyelenggarakan Kongres Pemoeda Indonesia tahun 1928, kemudian
tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian, semangat persatuan dan
kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda Indonesia dalam
mencapai cita-cita Indonesia merdeka.
Masa Pendudukan Jepang
Tekanan pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3 Joeni 1945.
Tekanan pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3 Joeni 1945.
Menjelang Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II,
untuk memperkuat posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan
latihan kemiliteran. Tidak ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa.
Pasukan pelajar dan mahasiswa yang dibentuk oleh Jepang disebut dengan
“GAKUKOTAI”.
Masa Kemerdekaan.
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan mahasiswa terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945, PPKI membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar. Setelah mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR, sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar. Pada tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan mahasiswa mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP, TP, TGP, MOBPEL dan CM.
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan mahasiswa terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945, PPKI membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar. Setelah mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR, sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar. Pada tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan mahasiswa mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP, TP, TGP, MOBPEL dan CM.
Pada tanggal 3 Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru
untuk mengubah TRI menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam
satu wilayah negara kesatuan, yaitu tentara nasional hanya mengenal satu
komandan. Dengan demikian maka laskar dan barisan pejuang melebur
menjadi satu dalam TNI. Sementara itu laskar pelajar dan mahasiswa
disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal sebagai “Brigade
17/TNI-Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di kalangan
pemuda pelajar dan mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat
nilai-nilai persatuan dan kesatuan, kemerdekaan serta cinta tanah air,
dalam kadarnya yang lebih tinggi. Semangat berjuang, berkorban dan
militansi untuk mencapai cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi
pemuda pelajar dan mahasiswa yang tidak pernah padam hingga sekarang,
yaitu dengan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional. Masa
Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia. Dengan diakuinya kedaulatan
Negara Kesatuan RI sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar 27
Desember 1949 di Den Haag, maka perang kemerdekaan yang telah
mengorbankan jiwa raga dan penderitaan rakyat berakhir sudah. Karenanya
Pemerintah memandang perlu agar para pemuda pelajar dan mahasiswa yang
telah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, dapat menentukan masa
depannya, yaitu perlu diberi kesempatan untuk melanjutkan tugas
pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31 Januari 1952 Pemerintah
melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar.
Para anggotanya diberi dua pilihan, terus mengabdi sebagai prajurit TNI
atau melanjutkan studi.
Kondisi sosial ekonomi dan politik di dalam negeri sebagai akibat
dari pengerahan tenaga rakyat dalam perang kemerdekaan, dianggap perlu
diatur dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Maka dikeluarkanlah UU Nomor
29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara. Pada dekade 1950-an, ternyata
perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan terjadi di
tengah-tengah perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu
antara lain DI/TII, pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya.
Pemberontakan meminta banyak korban dan penderitaan rakyat banyak.
Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang, karena situasi tidak aman dan
penuh kecemasan. Memperhatikan kondisi semacam itu, satu tradisi lahir
kembali. Para mahasiswa terjun dalam perjuangan bersenjata untuk ikut
serta mempertahankan membela NKRI bersama-sama ABRI. Sebagai realisasi
pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 1954, diselenggarkan Wajib Latih di
kalangan mahasiswa dengan pilot proyek di Bandung pada tanggal 13 Juni
1959, yang kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959).
WALA 59 merupakan batalyon inti mahasiswa yang merupakan cikal bakal
Resimen Mahasiswa sekarang ini. Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di
Kalimantan Selatan. Bermula dari itulah, pada masa demokrasi terpimpin
dengan politik konfrontasi dalam hubungan luar negeri, telah menggugah
semangat patriotisme dan kebangsaan mahasiswa untuk mengabdi kepada nusa
dan bangsa sebagai sukarelawan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan
kemiliteran selanjutnya dilaksanakan untuk mempersiapkan mahasiswa
sebagai potensi pertahanan dan keamanan negara melalui RINWA (Resimen
Induk Mahasiswa), yang selanjutnya namanya berubah menjadi MENWA
(Resimen Mahasiswa).
Masa Orde Lama
Persiapan perebutan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan nasional. Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional Nomor: MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai “Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa”. Dengan dicanangkannya operasi pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1962, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi. Berikutnya, kedua keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen Induk Mahasiswa. Tahun 1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21 April 1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/1965 dan Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa, Menwa ikut serta mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971, sebanyak 802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, di mana Menwa memiliki andil yang besar dalam membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan ancaman, sehingga pada tanggal 28 September 1965, Ketua PKI D.N. Aidit menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu tidak berhasil.
Persiapan perebutan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan nasional. Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional Nomor: MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai “Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa”. Dengan dicanangkannya operasi pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1962, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi. Berikutnya, kedua keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen Induk Mahasiswa. Tahun 1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21 April 1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/1965 dan Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa, Menwa ikut serta mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971, sebanyak 802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, di mana Menwa memiliki andil yang besar dalam membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan ancaman, sehingga pada tanggal 28 September 1965, Ketua PKI D.N. Aidit menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu tidak berhasil.
Inspeksi Menko Hankam/KASAB di Resimen Mahawarman, Jawa Barat
yang telah terbentuk pada tanggal 13 Juni 1959
yang telah terbentuk pada tanggal 13 Juni 1959
Masa Orde Baru
Peran Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara, sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Orde Baru, keterlibatan Menwa cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi bagian dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, operasi teritorial di Timor Timur dan sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar kemiliteran untuk menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus dilaksanakan. Di lain pihak, di lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan keputusan untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAWA) dan wajib militer bagi mahasiswa (WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor: Kep/B/32/1968 tanggal 14 Februari 1968 tentang Pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasionalisasinya dengan Keputusan Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walawa Nomor 2 Tahun 1968 dan Nomor: Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan Bersama Menhankam/Pangab dan Menteri P & K Nomor: Kep/B/21/1973 dan Nomor: 0228/U/1973 tanggal 3 Desember 1973 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di Perguruan Tinggi/Universitas/Akademi). Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.
Peran Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara, sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Orde Baru, keterlibatan Menwa cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi bagian dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, operasi teritorial di Timor Timur dan sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar kemiliteran untuk menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus dilaksanakan. Di lain pihak, di lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan keputusan untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAWA) dan wajib militer bagi mahasiswa (WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor: Kep/B/32/1968 tanggal 14 Februari 1968 tentang Pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasionalisasinya dengan Keputusan Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walawa Nomor 2 Tahun 1968 dan Nomor: Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan Bersama Menhankam/Pangab dan Menteri P & K Nomor: Kep/B/21/1973 dan Nomor: 0228/U/1973 tanggal 3 Desember 1973 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di Perguruan Tinggi/Universitas/Akademi). Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.
Pada tahun 1974 Program WALAWA dibubarkan, dan pada tahun 1975
sejalan dengan perkembangan dan kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa
terus diupayakan. Setelah dikeluarkan Keputusan Bersama
Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor:
0246 a/U/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975 tanggal 11 November 1975 tentang
Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa Dalam Rangka Mengikutsertakan
Rakyat Dalam Pembelaan Negara, disebutkan bahwa Resimen Mahasiswa
dibentuk menurut pembagian wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sehingga
berjumlah 27 Resimen Mahasiswa di Indonesia. Sedangkan keanggotaan Menwa
adalah mahasiswa yang telah lulus pendidikan Menwa (latihan dasar
kemiliteran) dan Alumni Walawa. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut
di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan
Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor: 05/a/U/1978 dan Nomor: 17A Tahun
1978 tanggal 19 Januari 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan
Organisasi Resimen Mahasiswa, hingga kemudian dalam perkembangannya
dilakukan lagi penyempurnaan peraturan pada tahun 1994. Pada tanggal 28
Desember 1994 Organisasi Menwa mengalami penyempurnaan melalui Keputusan
Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/XII/1994,
Nomor: 0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun 1994 tanggal 28 Desember 1994
tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.
Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan serangkaian keputusan
pada Direktur Jenderal terkait dari ketiga Departemen Pembina, yang
terdiri atas Keputusan Dirjen Persmanvet Dephankam RI Nomor:
Kep/03/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pendidikan dan Latihan Resimen Mahasiswa, Nomor: Kep/04/III/1996 tanggal
14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Tunggul dan
Dhuaja Menwa dan Pemakaiannya dan Nomor: Kep/05/III/1996 tanggal 14
Maret 1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa. Serta Keputusan
Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor: 522/Dikti/1996 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan
Tinggi.
Masa Reformasi
Pada masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI, berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian muncul tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun 2000. Menyikapi tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai koordinasi tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta, Bali dan Jakarta. Para Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal sampai pertengahan tahun 2000. Pada akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3 Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru. Pada tanggal 11 Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri & OtdaNomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Sebagai penjabaran ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan serangkaian surat dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Mendagri & Otda RI Nomor: 188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember 2000 tentang Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 tentang Tindakan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 tentang Kedudukan Resimen Mahasiswa, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/03/2001 tanggal 9 Februari 2001, Surat Telegram Dirjen Pothan Dephan RI Nomor: ST/06/2001 tanggal 18 Juli 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol Depdagri RI Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002.
Para Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai pertemuan yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Corps Resimen Mahasiswa Indonesia (BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Rapat Komando Nasional yang pada waktu itu karena ingin menyesuaikan dengan tuntutan reformasi maka diberi nama menjadi Kongres Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 2002 di Medan. Walaupun arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan belum terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3 Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya adalah sebagai pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh Dephan RI untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan pertengahan 2005. Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.
Pada masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI, berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian muncul tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun 2000. Menyikapi tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai koordinasi tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta, Bali dan Jakarta. Para Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal sampai pertengahan tahun 2000. Pada akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3 Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru. Pada tanggal 11 Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri & OtdaNomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Sebagai penjabaran ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan serangkaian surat dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Mendagri & Otda RI Nomor: 188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember 2000 tentang Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 tentang Tindakan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 tentang Kedudukan Resimen Mahasiswa, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/03/2001 tanggal 9 Februari 2001, Surat Telegram Dirjen Pothan Dephan RI Nomor: ST/06/2001 tanggal 18 Juli 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol Depdagri RI Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002.
Para Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai pertemuan yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Corps Resimen Mahasiswa Indonesia (BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Rapat Komando Nasional yang pada waktu itu karena ingin menyesuaikan dengan tuntutan reformasi maka diberi nama menjadi Kongres Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 2002 di Medan. Walaupun arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan belum terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3 Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya adalah sebagai pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh Dephan RI untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan pertengahan 2005. Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.
Dalam perkembangan terakhir, BAKORNAS CRMI dirasa kurang efektif
karena berbagai kendala teknis. Dan dalam Rakomnas Rapat Komando
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia di Jakarta pada tanggal 24-26 Juli
2006 yang dihadiri oleh pimpinan Komando Resimen Mahasiswa dari 21
propinsi dan perwakilan Komandan Satuan dari seluruh Indonesia, BAKORNAS
CRMI di bubarkan dan dibentuk badan tingkat nasional baru yakni Komando
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia atau disingkat KONAS MENWA
INDONESIA, sebagai lembaga kepemimpinan struktural Menwa di tingkat
nasional. Lembaga baru ini kian eksis hingga saat ini setelah mampu
mendorong kembali pelaksanaan latsarmil, dan pendidikan lanjutan bagi
anggota Menwa, serta menghidupkan kembali satuan-satuan Menwa yang vakum
serta membangun Staf Komando Resimen (SKOMEN) Menwa di
provinsi-provinsi baru. KONAS MENWA INDONESIA juga melakukan terobosan
baru dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tingkat nasional
serta memperkuat aspek legalitas MENWA Indonesia, antara lain dengan
mengeluarkan berbagai Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) untuk mengisi
kekosongan Juklak sambil memproses revisi SKB 3 Menteri menjadi SKB 4
Menteri, termasuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai mana dituangkan
dalam buku profil ini. Hingga saat ini KONAS MENWA INDONESIA merupakan
struktur organisasi tertinggi dalam hal koordinasi serta komando
organisasi Menwa di tingkat nasional.
Bandingkan dengan Garda Nasionalnya Amerika..
Garda Nasional Amerika Serikat (atau National Guard of the United States) adalah kekuatan cadangan militer yang terdiri dari anggota milisi Garda Nasional
atau unit cadangan 50 negara bagian beserta dengan wilayah Guam dan
Kepulauan Virgin ditambah Commonwealth of Puerto Rico dan District of
Columbia (54 organisasi) yang berada di bawah pemerintah federal dan
diakui aktif atau tidak aktif layanan kekuatan bersenjata untuk Amerika Serikat.
Garda Nasional terutama dibagi menjadi dua kategori: Tentara Nasional
Guard dan Air National Guard. Peran National Guard di Amerika Serikat
ada dua, pertama, itu adalah kekuatan nasional yang melayani negara pada
saat darurat atau perang, dan kedua, adalah kekuatan negara, di bawah
kontrol gubernur, siap membantu warga pada saat krisis domestik atau
bencana.
Hampir semua posisi dalam Garda Nasional merupakan bagian-waktu,
sebagai anggota diharapkan untuk melayani hanya satu pekan bulan, dan
terlatih untuk hanya dua minggu dalam setahun. Oleh karena itu, para
anggota dapat menikmati kedua kehidupan; sebagai warga sipil purna
waktu, sementara mendapatkan keuntungan dari karier militer, yang
memiliki paket bantuan yang sangat baik, seperti pembebasan dari sekolah
dan biaya kuliah, meningkatkan keterampilan karier, dan gaji yang
biasa. Sebagai imbalannya, mereka harus siap untuk melayani negara
ketika diperlukan. Anggota Garda Nasional melayani orang-orang terdekat
mereka dan masyarakat secara keseluruhan.
Tugas utama dari Udara Garda Nasional serta Tentara Garda Nasional
adalah untuk membantu melindungi orang-orang di masa krisis, dan
melayani negara dalam keadaan darurat. Bencana alam seperti gempa bumi,
badai atau banjir, dan gangguan seperti kerusuhan komunal, adalah
beberapa keadaan darurat dimana Garda Nasional diharapkan datang untuk
membantu rakyat.
Air National Guard bertanggung jawab untuk pertahanan udara dari
seluruh bangsa. Hal ini juga berfungsi sebagai kekuatan cadangan untuk
Amerika Serikat reguler Angkatan Udara. Seseorang yang ingin mendaftar
untuk Air National Guard harus mematuhi beberapa kendala akademis maupun
non-akademis seperti berada pada kelompok usia 17-34, memiliki ijazah
sekolah tinggi atau GED, yang bebas dari pelanggaran hukum besar, yang
bebas dari obat dll menggunakan ilegal, harus memenuhi syarat.
Selain itu, ia harus lulus tes fisik dan menghapus Angkatan
Bersenjata Kejuruan Baterai Aptitude Test (ASVAB). Setelah ini
dilakukan, merekrut dapat memilih bunga karier tertentu dan posisi
cadangan sebelum memulai program pelatihan. Selain gaji dan keringanan
biaya di beberapa sekolah di negara mereka, manfaat lainnya dinikmati
oleh anggota asuransi jiwa pada tarif premi sangat rendah, dan
keuntungan belanja di kantin pangkalan militer dan pertukaran, di mana
mereka dapat membeli barang-barang elektronik dan komoditas lainnya di
murah tukar.
Negara serta pemerintah federal dalam komando Garda Nasional Angkatan
Darat. pilihan karier di Angkatan Darat Garda Nasional dapat terutama
diklasifikasikan menjadi tiga bagian - tempur, dukungan tempur dan
dukungan memerangi layanan. Combat lebih lanjut dapat diklasifikasikan
ke dalam infanteri, kendaraan lapis baja, artileri, penerbangan dan
pertahanan udara, sedangkan dukungan tempur dapat dibagi lagi menjadi
engineering, kimia, militer kepolisian, sinyal, intelijen militer dan
urusan sipil, dukungan tempur layanan dapat dikelompokkan ke dalam
sub-keuangan, personil, urusan publik, penyediaan perawatan dan
transportasi.
Mendaftar di National Guard tidak hanya patriotik, tetapi dapat
terbukti sangat berguna bagi mereka yang mengejar pendidikan tinggi dan
mencari cara untuk meningkatkan keterampilan karier mereka. Meskipun
memberikan gaji berkala dan pendidikan gratis, itu juga membuka pintu
untuk peluang pekerjaan lain yang membutuhkan pengalaman dan keahlian.
Akankah Indonesia juga mempunyai kekuatan cadangan militer setangguh dan berwibawa seperti punyanya Amerika....Just Hope....
Militer Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar