28 October 2013 | 10:01 am | Dilihat : 44
Monitoring dengan Sarana Internet (foto : seputaraceh.com)
Jakarta, 28 Oktober
2013. Urusan sadap menyadap sudah menjadi trend dan kebutuhan para
pemimpin, baik pemimpin negara, pemimpin parpol ataupun pemimpin badan
keamanan pemerintah. Kita pernah melihat bagaimana KPK membongkar kasus
korupsi berdasarkan hasil penyadapan. Penyadapan dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang dalam rangkaian kegiatan intelijen disebut Pulbaket
(pengumpulan bahan keterangan). Pulbaket dilaksanakan dengan cara
terbuka dan tertutup. Penyadapan adalah pulbaket secara tertutup.
Besar dan pentingnya nilai informasi seperti yang dicanangkan oleh Sun Tzu,
seorang ahli strategi perang jaman dahulu dari China. Strategi perang
Sun Tzu ditulis dalam 13 langkah sederhana. Mulai dari perencanaan
perang hingga intelijen. Namun, kalau di urut ke-13 langkahnya, maka
inti sarinya cuma ada tiga langkah. Yaitu, mengenal diri Anda dengan
baik, mengenal musuh Anda, dan mengenal tempat di mana kita
bertarung. Sun Tzu dalam langkah terakhirnya menganjurkan pemakaian
intelijen untuk memastikan keberhasilannya. Disebutkannya, bahwa
kemenangan tertinggi adalah menangkan perang tanpa satu pertempuran pun.
Artinya, kalau kelemahan musuh sudah diketahui, kita akan selalu
beberapa langkah lebih maju dari musuh, maka kemenangan sudah ditangan
kita.
Nah, kini di dunia internasional kita
mengetahui bahwa Amerika Serikat diberitakan media internasional
melakukan penyadapan terhadap demikian banyak saluran komunikasi dunia.
Badan yang dipercaya melakukan penyadapan adalah National Security Agency
(Badan Keamanan Nasional). Hal tersebut diungkap oleh harian Le Monde
dan majalah Der Spiegel. Disebutkan bahwa NSA telah menyadap demikian
banyak telepon warga Perancis, termasuk hand phone Kanselir Jerman
Angela Merkel. Juga temasuk email dari Presiden Perancis Francois
Hollande.
Pengungkapan penyadapan yang dilakukan
oleh NSA tersebut mencuat setelah Edward Snowden, mantan kontraktor NSA
mengopy dan menyebarkan Ribuan dokumen yang mengandung bahan sensitif
tentang program pengumpulan melawan musuh, seperti operasi Iran , Rusia
dan China. Dalam beberapa kasus dokumen tidak terbuka yang melibatkan
beberapa badan intelijen negara lain yang bersekutu dengan AS. Protes
serta kritikan terhadap AS disampaikan oleh Negara Jerman, Austria,
Perancis, Uni Eropa, Brazil, Meksiko. Menurut info intelijen dari
Snowden, pada tahun 2006 diungkapkan adanya sebuah dokumen rahasia, dari
seorang pejabat AS yang menyerahkan 200 nomor tilpon kepada NSA untuk
disadap. Yang menarik, dimana 35 diantaranya adalah tilpon milik kepala
negara. Dokumen Snowden tidak menyebutkan nama kepala negara
bersangkutan.
Diberitakan, NSA kemudian melakukan
monitoring terhadap tilpon kantor, HP, tilpon rumah dan tilpon langsung
(tilpon merah). Majalah Le Monde mengungkap bahwa NSA telah menyadap 70
juta catatan tilpon warga Perancis dalam waktu 30 hari. Dalam bulan Mei
2013 dari ringkasan NSA, mendefinisikan " prioritas intelijen"
dituangkan dalam skala mulai dari "1" hingga "5" . Sasaran utamanya
adalah China, Rusia , Iran , Pakistan dan Afghanistan . Sementara Jerman
berada di peringkat tengah pada daftar prioritas bersama dengan
Perancis dan Jepang , tetapi posisinya di atas Italia dan Spanyol .
Yang dibutuhkan oleh AS dari Jerman,
diantaranya adalah kebijakan luar negeri, stabilitas ekonomi serta
ancaman terhadap sistem keuangan. Tugas pengawasan lainnya termasuk
informasi tentang ekspor senjata, teknologi baru, senjata konvensional
modern dan perdagangan internasional.
Untuk Uni Eropa, sasaran diberi tingkat
prioritas "3" yaitu tujuan kebijakan luar negeri Uni Eropa, perdagangan
internasional dan stabilitas ekonomi. Prioritas skala rendah yang
mencakup teknologi baru , keamanan energi dan isu ketahanan pangan.
Bagi negara-negara di Asia, seperti Kamboja , Laos dan Nepal dinilai
kurang relevan dimonitor dari perspektif intelijen AS. Seperti juga
beberapa negara Eropa lainnya, Finlandia, Denmark, Kroasia dan Republik
Ceko. Dalam laporan tidak di dapat informasi posisi Indonesia serta
skala prioritasnya.
Di satu sisi, NSA melakukan hubungan
ambivalen dengan banyak negara, bekerja sama dan melakukan pertukaran
informasi . Di sisi lain , Washington memata-matai banyak negara,
setidaknya sampai batas tertentu . Hanya dengan Inggris , Australia ,
Kanada dan Selandia Baru yang disebut oleh NSA sebagai "lima mata,"
bersama-sama dengan Amerika Serikat dikatakan sebagai sahabat sejati.
Presiden Barack Obama , setelah kunjungannya ke Berlin , membantah
berita penyadapan oleh NSA tersebut. Dia mengatakan bahwa jika ia ingin
tahu apa rencana dan keputusan dari Kanselir Jerman Merkel, sebagai
sahabat Obama akan meneleponnya, dia menyatakan tidak perlu NSA harus
melakukan penyadapan. Menlu John Kerry juga telah membantah berita
penyadapan tersebut.
Kegiatan monitoring NSA terhadap banyak
negara jelas dimulai sejak terjadinya serangan teroris terhadap World
Trade Center pada peristiwa 11 September 2001. Karena keterkejutan serta
ketakutan yang sangat terhadap teroris yang membuktikan diri mampu
menyerang garis belakangnya, menusuk jantung kebanggaan menara WTC.
Badan intelijen AS nampaknya kemudian diluaskan monitoringnya untuk
mencari informasi dari negara-negara lain. Dari sejarah masa lalu,
Jerman, Jepang jelas menjadi target, walau kini menjadi sahabat. Prinsip
tidak ada kawan dan musuh abadi, yang abadi adalah kepentingan nasional
sebuah negara nampaknya tetap dianut ole AS.
Itulah informasi tentang upaya NSA dalam
mendapatkan informasi intelijen dari negara lainnya. Lantas, apakah
China dan Rusia tetap adem ayem? China diketahui terus melakukan
serangan cyber terhadap AS, dan bahkan dikabarkan telah mampu menyusup ke pabrik pesawat stealth
tanpa awak Lockheed, kemudian membuat sendiri pesawat tiruan
berdasarkan teknologi curian itu. China menjadikan Amerika sebagai
prominent target karena dimasa depan, AS mereka perkirakan akan menjadi
calon musuh dan kini AS adalah sumber utama kemajuan teknologi yang
patut disadap.
Dilain sisi, Rusia melakukan upaya
spionase dengan gaya lama, membina agen yang berasal dari Amerika
Serikat. FBI sedang menyelidiki apakah Kepala Pusat Kebudayaan Rusia di
AS, Yury Zaytsev, melakukan kegiatan mata-mata. Zatytsev memimpin pusat
budaya Rusia berupa program pertukaran budaya Rusia yang dicurigai
secara sembunyi-sembunyi telah merekrut warga Amerika sebagai aset
intelijen mereka. Selama 12 tahun, program itu telah membiayai 130 warga
AS untuk berkunjung ke Rusia.
Majalah Mother Jones menyampaikan
bahwa FBI sedang menyelidiki apakah memang Zaytsev dan organisasinya,
Rossotrudnichestvo, telah menggunakan perjalanan persahabatan ke Rusia
untuk merekrut warga Amerika. Rossotrudnichestvo membiayai semua biaya
untuk warga Amerika tersebut, termasuk makan , wisata, dan pengajuan
biaya visa. Sebagian besar perjalanan terdiri dari 25 peserta , yang
tinggal di hotel mewah dan bertemu dengan Pejabat Pemerintah Rusia.
Langkah perekrutan agen mata-mata nampaknya masih dipergunakan oleh
Rusia, yang mungkin menilai hasilnya akan jauh lebih besar dibandingkan
dengan sadap menyadap. Snowden seorang diri saja kini memiliki ribuan
informasi tentang Badan Intelijen AS serta kebijakan dan apa yang telah
diketahui pemerintah AS dari negara lain.
Nah, dari beberapa informasi diatas,
terlihat bahwa negara-negara besar di dunia ternyata memang melakukan
penyadapan terhadap demikian banyak negara lain, termasuk menyadap
kepala negaranya. Bagaimana dengan Indonesia? Informasi pernyadapan
terhadap Presiden SBY dan delegasi ke KTT G-20 tahun 2009 di Inggris
pernah diungkap oleh koran Australia serta harian Inggris Guardian. Ini
menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara penting bagi kelompok lima mata.
Sebelum mengakhiri artikel, penulis pada
tahun 1987 saat bertugas di Kantor Athan RI Wellington, New Zealand
pernah mendapat informasi intelijen tentang penyadapan terhadap pejabat
Indonesia. Di Australia terdapat sebuah unit yang terdiri sekitar 300
ahli sandi dan bahasa yang bertugas menyadap, memonitor komunikasi di
Indonesia yang saat itu melalui satelit Palapa. Para ahli itu menguasai
bahasa daerah Indonesia yang populer (Jawa, Sunda, Batak misalnya)
kemudian menerjemahkan ke bahasa Inggris. Pada saat itu komunikasi masih
jadul, internet belum aktif seperti masa kini, HP belum masuk ke
pasaran Indonesia. Karena itu mudah memonitor tilpon seluruh pejabat
sipil dan militer melalui telkom.
Dalam beberapa tahun kemudian saat masih
aktif bertugas di Departemen Pertahanan (kini Kemenhan), penulis
diingatkan oleh salah satu mantan senior intelijen bahwa tilpon Dephan
tidak aman, rawan penyadapan. Hampir 80 persen saluran tilpon disadap
katanya. Langkah pengamanan, tilpon saluran telkom tidak dipergunakan
untuk membahas masalah sensitif dan rahasia. Pengamanan HP diatur dengan
cara mengganti pesawat HP dan nomornya setiap sebulan sekali.
Kesimpulannya, para pejabat sipil dan
militer di Indonesia sebaiknya menyadari dengan benar bahwa upaya
penyadapan terhadap pejabat hingga kepala negara telah terjadi.
Memang Kamboja , Laos dan Nepal kurang relevan dimonitor dari perspektif
intelijen AS. Tetapi menurut penulis, Indonesia sebagai negara
berpenduduk terbesar keempat di dunia, dengan sumber daya alam
berlimpah, dengan posisi geostrategis di posisi silang terbaik merupakan
target relevan untuk dimonitor.
Australia adalah sahabat AS, bertetangga
dengan Indonesia, menilai Indonesia sangat penting. AS jelas mempunyai
kepentingan besar di Indonesia seperti adanya proyek multikaya Freeport
serta beberapa perusahaan minyaknya yang beroperasi disini. Karena itu,
aparat keamanan serta Lembaga Sandi Negara harus lebih mengaktifkan
sistem keamanan komunikasi, yang dimulai dari pengamanan komunikasi
Kepala Negara. Nampaknya kita belum siap, dan mengentengkan pengamanan
itu, bayangkan SMS Presiden SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saja
bocor ke media. Sulit terbantahkan, kita memang belum siap.
Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat IntelijenRamalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar