Kisah bermula dari dipanggil pulangnya BJ Habibie(selanjutnya
disingkat BJH) ke tanah air pertengahan dekade 70-an. Beliau yang saat
itu sudah menjabat sebagai Vice President perusahaan pesawat terbang
Jerman, MBB, mendapat misi dari pak Harto untuk membangun kemandirian
Iptek.
Ide awal dari BJH adalah bagaimana membangun Iptek bangsa tanpa
harus memperlebar celah ketertinggalan Iptek dari negara maju, bahkan
untuk semakin memperkecil celah tersebut. Karena jikalau dimulai dengan
cara yang konvensional, memulai dengan R&D, maka kita akan makin
jauh tertinggal dengan negara-negara maju yang puluhan tahun lebih dulu
R&D di berbagai bidang. Disamping itu, menurut istilah yang
digunakan BJH, kemungkinan besar hasil yang kita dapat hanyalah
"penemuan kembali roda" yang sudah ditemukan oleh negara-2 maju tersebut
puluhan tahun sebelumnya. Disisi lain, beliau juga harus
mempertimbangkan aspek kemampuan ekonomi bangsa.
Apapun
jalan/cara yg akan dipilih sudah pasti memerlukan biaya ekonomi dan
investasi yang besar. Singkatnya beliau mencoba mencari jalan tengah
agar biaya dan investasi yang besar itu efektif memberikan penguasaan
dan pendalaman Iptek yang dapat bersaing secara internasional dan
terwujud dalam masa yang relatif singkat . Akhirnya beliau menimbang
cara "radikal" (atau "progresif revolusioner" istilah PKI dulu) yang
terbaik adalah dengan "4 tahapan transformasi industri".
Ini
adalah jalan pintas paling tepat sesuai situasi dan kondisi bangsa.
Jenis teknologi/industri yang dipilih pun harus sesuai dengan
permasalahan pembangunan bangsa(problem oriented) dan mampu mengatasi
problem-problem tersebut. Uraian berikut disadur dari makalah pidatonya
di Bonn, Jerman, tahun 1983 berjudul : "Beberapa Pemikiran tentang
Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang".
Contoh
identifikasi problem pembangunan oleh BJH adalah: Indonesia sebagai
negara kepulauan. Karenanya industri transportasi darat, laut, udara
adalah strategis untuk mengatasi problem mobilitas penduduk dan
barang(karena itu PTDI,PT PAL, dan PT INKA termasuk dalam industri
strategis).
Kemudian industri telekomunikasi dan elektronika
(sekarang ditambah informasi/IT) juga mutlak ada sebagai pemersatu dan
sarana komunikasi bangsa(karenanya didirikan PT LEN/INTI).
Kemudian
setelah mengkaji problem-problem pembangunan yang lainnya,
ditentukanlah jenis-jenis industri strategis yang dianggap sebagai
solusi mengatasi problem-problem pembangunan tersebut. Jadi lengkapnya
bidang-2 industri yang dianggap strategis saat itu adalah:
- Industri transportasi laut, udara,dan darat
- Industri energi
- Industri enjinering/rekayasa dan desain
- Industri mesin dan peralatan pertanian
- Industri pertahanan
- Industri pekerjaan umum/teknik sipil
Kesemuanya oleh pemerintah di wujudkan dalam beberapa BUMNIS.
Dikemudian hari, industri-industri yang termasuk dalam BUMNIS ini
digabung dalam satu holding company bernama PT Bahana Prakarya Industri
Strategis (PT BPIS) sebagai upaya optimasi aspek bisnis. Tujuan lainnya
agar jika masing-masing industri strategis ini sudah punya produk
unggulan, maka dapat menjadi partner sejajar dengan konglomerasi-2
perusahaan multinasional (Semacam GE, Siemens, Mitsubishi, dll) yang
mencari pasar di Indonesia. Diluar industri-industri strategis, juga
dibentuk suatu kawasan otoritas khusus untuk industri manufaktur maju
yang akan menyaingi Singapura, yaitu Batam.
Kemudian semua
industri-industri strategis tersebut di tetapkan sebagai wahana-wahana
transformasi industri untuk penguasaan Iptek dalam 4 tahapan yang
sistematis :
- Lisensi & progressive manufacturing, Sasarannya pengenalan dan penguasaan teknologi produksi/manufacturing yang maju untuk satu produk unggulan yang sudah ada di pasaran,Contoh: C-212
- Technology integration, Dengan penguasaan teknik produksi yg maju, mencoba mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru,Contoh: CN-235
- Desain& rancang bangun produk baru unggulan, setelah penguasaan integrasi teknologi, mencoba membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri,Contoh:N-250.
- R&D, setelah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat diciptakan penyempurnaan,inovasi, modifikasi,atau produk yg lebih maju utk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional,contoh N-2130(pada gambar bawah, masih masuk tahap-3 akhir)
4 Tahapan Transformasi Industri PTDI
(Gambar: http://www.indonesian-aerospace.com/book/c2.htm )
Menyiapkan Infrastruktur R&D
Tidak cukup hanya mendesain strategi transformasi industri untuk
percepatan penguasaan Iptek industri, BJH juga mempersiapkan
infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh untuk R&D pengembangan
sains dan teknologi yang lebih umum dan luas dari cakupan
industri-industri strategis diatas. Uraian berikut saya sadur dari buku
"Iptek Nasional Pasca Habibie" (DR. Nur Mahmudi Ismail, DR. Mulyanto,
2004).
Infrastruktur iptek tersebut terdiri dari Humanware (SDM
iptek), Orgaware (lembaga-lembaga iptek), Technoware ( Laboratorium-2
dan peralatan iptek ) , Infoware ( Pusat dokumentasi dan jaringan
informasi iptek), Cultureware ( Skema program penelitian RUK, RUT,
RUSNAS,dll).
Garis besarnya sebagai berikut:
- Humanware/SDM Iptek : Pemberian beasiswa besar-besaran ke luar negeri pada para pelajar dan mahasiswa berprestasi untuk kemudian mengabdi pada LPND-LPND dan industri-2 strategis pemerintah. Juga tersedia beasiswa S2 dan S3 luarnegeri ataupun studi paska doktoral.
- Orgaware/Lembaga2 Iptek: LIPI bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembangunan Sains, sedang BPPT dengan fungsi yang sama di bidang Teknologi. BATAN, LAPAN, Bakosurtanal,dll Lembaga Penelitian Non-Departemen (LPND) juga termasuk didalamnya.
- Technoware : Pemerintah membangun PUSPITEK sebagai pusat laboratorium-2 R&D dari semua divisi-2 yang ada dalam LIPI,BPPT,BATAN,dll. direncanakan juga tadinya akan dibangun technopark didekat PUSPIPTEK-Serpong.
- Infoware : Membangun pusat dokumentasi R&D Iptek, jaringan info Iptek dan peneliti. utk hal ini di PUSPIPTEK didirikan Pusdok LIPI.
- Cultureware : Untuk membangun budaya riset yang unggul, maka di perlukan skema-2 kerjasama penelitian dari LPND, Litbang Industri, Perguruan-2 Tinggi. Sebab itu didirikan Dewan Riset Nasional(DRN) yang melakukan lembaga kordinasi dan evaluasi riset berupa Kebijakan Satu Pintu(KSP) dalam rangka penajaman,efisiensi,koordinasi dan pencegahan duplikasi tema riset serta penggalangan kemitraan riset dari seluruh lembaga riset pemerintah, litbang industri, dan perguruan tinggi. Beberapa skema riset yang kita kenal seperti Riset Unggulan Terpadu(RUT),Riset Unggulan Terpadu Internasional(RUTI), Riset Unggulan Kemitraan(RUK),Riset Unggulan Nasional(RUSNAS),dll.
Disadari bahwa pembangunan SDM Iptek tidak hanya dihasilkan
dengan mendidik SDM tersebut dari S1,S2, sampai S3. Tetapi juga melalui
pelibatan SDM tersebut dalam proyek nyata (project oriented) atau
penggodokan dalam industri. Maka para periset itupun selain melakukan
riset di institusinya, juga terkadang dilibatkan dalam proyek-2 yang ada
di industri-2 strategis. Jadi memulai tahapan R&D (dari 4 tahapan
transformasi industri) tidak harus menunggu sampai tahap ke 3 selesai.
Dapat berjalan paralel dari tahap pertama sekalipun,sehingga budaya
riset yang unggul diharapkan sudah matang dan mapan saat tahap ke 4
dimulai. Keunggulan lainnya, menghemat waktu alih teknologi jika
dibandingkan cara konvensional yang memulai dengan R&D dulu.
Untuk
memayungi kegiatan Iptek secara hukum pun telah disahkan UU Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan,dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi(SISNASP3IPTEK). Bahkan sejak 1993 pengembangan Iptek berhasil
masuk dalam bidang sendiri di GBHN(Sekarang ini kata-2 Iptek sudah
dihapuskan lagi dari GBHN).
BJH juga mendorong terbentuknya
Akedemi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) yaitu academy of science-nya
Indonesia. Anggotanya terdiri dari ilmuwan-2 pakar terkemuka Indonesia.
Harapannya ikut membantu merumuskan dan memantau arah pengembangan ilmu
pengetahuan Indonesia. Meskipun akhirnya lembaga ini kurang terdengar
gaung dan perannya.
Metoda Lain Transformasi Industri: Studi Kasus Texmaco
Diluar itu, BJH juga merangkul industri swasta nasional yang juga
melakukan pendalaman penguasaan Iptek dengan cara yang mereka terapkan
sendiri. Contohnya adalah Grup Texmaco, milik pengusaha keturunan India,
Marimutu Sinivasan. Texmaco dengan strategi pendalaman industri yang
lebih dikenal dengan "pohon industri" dengan penguasaan teknologi makin
lama makin dalam dan bergerak dari hilir ke hulu.
Yang awalnya
sebagai industri tekstil,Texmaco mulai membangun industri logam, untuk
membuat spare part dari mesin-2 tekstil mereka yang rusak, dalam rangka
substitusi impor. Sampai akhirnya Texmaco berani membuat mesin tekstil
itu sendiri. Bahkan terus bergerak ke hulu dengan memproduksi mesin-2
yang digunakan dalam pembuatan mesin tekstil itu sendiri, semisal mesin
CNC.
Keberhasilan Texmaco membuat mereka percaya diri untuk
terjun ke dalam industri otomotif dan heavy machinery dengan mendirikan
Texmaco Perkasa Engineering. Texmaco memboyong peralatan pabrik dari
satu negara Eropa Timur(saya lupa nama negaranya) untuk merintis produk
otomotif seperti truk merk Perkasa, traktor untuk pertanian, dll. Tak
lupa mereka mendirikan industri spare part dan pengecoran logam pula
untuk mendukung industri otomotif dan alat beratnya itu, termasuk
nantinya engine otomotif dan sistem transmisi/gearbox. Memang teknologi
pabriknya teknologi lama, tapi tak membuat produknya ketinggalan jaman.
Karena pada akhirnya Texmaco juga akan berniat merintis pembuatan
peralatan pabrik otomotif tersebut untuk memodernisasi fasilitas
produksinya. Seperti yang pernah di lakukannya pada industri textil
Texmaco. Tidak lupa untuk mensuplai pekerja-2 berkeahlian
industri,Texmaco mendirikan STT Texmaco. Atas dasar ini semua, BJH
memasukkan Texmaco sebagai salah satu industri strategis dari kalangan
swasta nasional.
Ini mirip seperti seorang rekan milis ARC yang
menyebutkan, Cina memboyong perusahaan mobil Jerman Zundapp ke Cina. Dan
lagi, strategi pendalaman industri model Texmaco ini adalah yang lazim
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan India di negara asalnya.
Hal-2
diatas semua di rintis bertahap dan jelas tapi pasti oleh BJH selama
rentang 30 tahun. Jadi masa itu kita bukan hanya punya program
pengembangan Iptek yang jelas arahnya dan sistematis target dan waktu
yang ingin dicapai. Tapi juga telah terbentuk Infrastruktur Iptek yang
lengkap dan kokoh. Tinggal dioptimalkan fungsi dan koordinasi yang ada
dalam struktur Iptek nasional tersebut.
Nasib Iptek Paska BJH
Setelah terjadinya krismon tahun 1997 dan lengsernya BJH dari
dunia politik (dengan ditolaknya LPJ presiden Habibie oleh MPR), maka
yang terjadi adalah de-habibienisasi besar-2 an oleh tangan-2 IMF maupun
lawan-2 politiknya. Hingga hari ini kita tidak melihat program iptek
nasional yang jelas dari pemerintah. Yang ada pelan-2 infrastruktur
Iptek yang sudah terbangun kuat mulai melemah. SDM Iptek banyak yang
cabut ke luar negeri(baca: brain drain untuk dimanfaatkan negara-2
luar), tak ada lagi program beasiswa pelajar dan mahasiswa untuk
regenerasi SDM Iptek,Fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak di up-grade,
industri-2 strategis di restrukturisasi IMF(termasuk Texmaco), Kawasan
otoritas Batam dihilangkan, BPIS dibubarkan, bidang Iptek dihapus dari
GBHN, Menristek suatu waktu pernah dijabat oleh "pengamat politik
partisan" yang tak ada latar belakang Iptek sama sekali.
Diakui
ada kelemahan-2 dalam 20 tahun lebih masa pengabdian BJH di bidang
Iptek. Seperti IPTN yang jadi primadona industri strategis, sehingga
industri-2 strategis lainnya tertinggal, bahkan ada yang seperti belum
terbina. Seperti industri mesin dan peralatan pertanian. Padahal
Indonesia adalah kaya akan komoditas, baik pangan, energi maupun bahan
tambang. Kalau ini juga dibina dengan baik, maka Indonesia akan lebih
makmur karena berhasil memberikan nilai tambah pada produk-2 ekspor
komoditasnya. Kita akan mampu ekspor makanan olahan bukan hanya produk
mentah pertanian. Kita juga akan mampu ekspor bermacam logam-jadi, tidak
hanya ekspor bijih besi,bijih aluminium, bijih tembaga,dll.
Mungkin
karena dana yang dianggarkan terbatas maka BJH memilih satu industri
strategis untuk membuktikan pada pak Harto dan rakyat Indonesia bahwa
strateginya berhasil. Padahal seharusnya semua industri strategis harus
jadi pilot project pengembangan industri-2 swasta sejenis di dalam
negeri.
Kekurangan lain yang terlihat adalah remunerasi yang
diberikan pada SDM Iptek nasional dirasa masih kurang. Dana riset dan
SDM Iptek pun masih sangat kecil dari dulu sampai sekarang. Apabila
dibandingkan dengan negara-2 tetangga, mereka bisa menganggarkan riset
1-2 % dari GDP. sedang kita kira-2 0,3% saja dari GDP.
Namun
seharusnya kekurangan-2 tersebut tidak menjadikan pemerintahan-2 paska
BJH menyia-nyiakan atau malah membumi-hanguskan apa-2 yang telah beliau
bangun dan rintis dalam 2 dekade. Karena konsep beliau bukanlah konsep
yang gagal, malah terbukti berhasil mencapai level teknologi yang
diinginkan dalam waktu relatif singkat. Tapi seharusnya memperbaiki dan
menyempurnakan apa-2 yang kurang atau belum ada dalam masa 20 tahun
lebih tersebut. Apa yang telah diinvestasikan negara dalam industri-2
strategis tidaklah akan sia-2 jika usaha pengembangan dilanjutkan lagi
saat ini. Faktanya utang yang dipunyai PTDI masa restrukturisasi IMF
dulu tak lebih dari 1% dari dana bail-out BLBI yang ratusan trilyun
rupiah. Dana hutang yang harus ditanggung rakyat oleh pengusaha-2 hitam
perbankan untuk kepentingan pribadi.Apalagi jika dibanding dana-2 yang
dikorup tikus-2 koruptor jika digabungkan.
Alih Teknologi dalam Pengadaan Alustsista
Warisan yang ditinggalkan BJH sungguh suatu aset yang sangat
berharga sebagai modal pembangunan Iptek ke depannya. Jika negara-2
jiran ingin mengejar kita ,itu tak akan mudah dilakukan hanya dengan
menyiapkan SDM-SDM iptek dalam jumlah besar. Butuh infrastruktur Iptek
yang lengkap dan kuat seperti yang sudah kita punya dan juga Strategi
penguasaan Iptek yang jelas dan sistematis. Sedang kita sudah punya
semua itu, tinggal melanjutkan saja dan akselerasi mengingat ekonomi
makro kita makin baik dan stabilitas politik yang kian mapan.
N-2130
Dalam konteks Industri pertahanan, hal itu bisa dilanjutkan dengan
cetak biru rencana pertahanan yang jelas secara jangka panjang, kemudian
disinkronkan dengan kemampuan industri strategis nasional untuk
menggapai level teknologi yang lebih tinggi. Salah satunya dengan cara
Transfer of Technology (ToT) dalam pembuatan alutsista berteknologi
tinggi dan unggul. Hingga suatu saat kita bisa mandiri dengan
mengandalkan industri pertahanan dalam negeri dan mempertahankan
keunggulan teknologi yang kita kuasai untuk dapat bersaing dengan
teknologi-2 alutsista luar negeri. Efek deteren yang didapat akan
berlipat ganda ketimbang hanya sebagai pembeli dan pemakai alutsista
teknologi canggih paling mutakhir sekalipun.
Itu sebabnya saya pribadi selalu mendukung bila ada pembelian
alutsista dengan skema ToT, karena melihat keseriusan pemerintah
mengembangkan teknologi sendiri belum terlihat seperti saat sebelum
Krismon 1997. Jadi proyek ToT alutsista adalah satu jalan yang lebih
realistis untuk sekarang ini. Sedikit kurang canggih dari yang dipunyai
negara tetangga tidak apa-2 (tapi tetap ada efek deteren), asalkan kita
tak hanya mampu membeli tapi mampu membuatnya lagi. Intinya level
penguasaan teknologi selalu bertambah.
Namun sekali lagi juga
diperlukan kesungguhan pemerintah membentuk postur pertahanan yang
disegani. Jika Presiden SBY sudah menyatakan anggaran pertahanan akan
dinaikkan jadi 1,5 % dari GDP, seharusnya kita dapat memesan alusista
yang belum bisa di buat di dalam negeri dalam jumlah yang signifikan.
Karena seperti pernah seorang rekan milis ARC ungkapkan, ada semacam
rule of thumb dalam pembelian alutsita. Kalau dibawah selusin ya beli di
luar, tapi mungkin gak dikasih ToT. Kalau beli puluhan ya bisa lisensi.
Kalau beli ratusan baru akan ekonomis untuk buat sendiri atau
kerjasama.
Civis Pacem Parabellum: Kemandirian Teknologi, Aspek Penting Ketahanan Nasional
Kesimpulannya sekarang tergantung pemerintahan yang berkuasa,
apakah mau berpihak pada penguasaan Iptek dan inovasi? karena suatu
penemuan teknologi,walaupun sederhana nampaknya, bisa jadi faktor yang
menentukan kemenangan manakala satu negara berperang dengan negara lain.
Contoh
sejarah, saat pasukan Normandy di abad pertengahan mengalahkan tentara
Anglo-Saxon di pertempuran Hastings. Anglo-Saxon yang mengandalkan
pasukan infantri berat( heavy armoured) tidak menyangka pasukan
kavaleri Normandy yang biasanya tak banyak berkutik menghadapi infantri
berat kali ini justru yang memporakporandakan barisan infantri berat
tersebut. Kuncinya ada pada penemuan sanggurdi (pijakan kaki) yang
dipasang pada pelana kuda. Sebelum ditemukannya sanggurdi, bertempur
dari atas kuda adalah hal yang sulit karena tak ada kontrol
keseimbangan. Jadi mudah dijatuhkan oleh pasukan infantri biasa
sekalipun. Namun kali ini dengan sanggurdi, pasukan kavaleri Normandy
dapat bermanuver dan bertempur dengan stabil dan prima. Sehingga dengan
mudah menghancurkan barisan infantri lawan.
Contoh lain adalah
datangnya bangsa Eropa menjajah Nusantara. Kerajaan Nusantara yang masih
bertempur menggunakan senjata tajam, sangat mudah ditaklukan oleh
tentara Eropa yang sudah familiar dengan mesiu dan artileri, sekalipun
mereka berjumlah lebih sedikit.
Sekarang, bagaimana bisa kita
merasa aman beli alutsista mutakhir yang gelombang frekuensi operasinya
sudah diketahui negara pembuat. Ataupun teknologinya terkomputerisasi
sedemikian canggih namun membuat kita bergantung pada pemeliharaannya.
Dan mungkin juga ada"patch file" yang ditanam dalam softwarenya yang
setiap saat bisa diaktifkan produsen senjata untuk melumpuhkan sistem
tersebut. Ingat kasus Irak di perang teluk pertama, denah dan rancangan
kompleks bunker-2 Irak dibongkar oleh sang desainer sendiri yang orang
Jerman. Memungkinkan AS merintis pengembangan "bunker buster" dan
melumpuhkan sistem pertahanan bawah tanah Irak.
Jadi jangan
pernah meremehkan penguasaan teknologi, sekalipun negara kita nanti
sudah kaya dan mampu beli banyak alutsista canggih macam manapun. Kalau
bermimpi saja kita tidak berani bagaimana mau memulainya. So "Never give
up the dreams" kata Honda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar