Militer Suriah merayakan keberhasilan mereka merebut desa Haydariyah, 7
km di luar kota Qusayr yang dikuasai oposisi pada 13 Mei 2013. Militer
Suriah merebut 3 desa strategis di Qusayr, Provinsi Homs membuat mereka
bisa memotong jalur logistik bagi pasukan oposisi yang berada di tengah
Kota Qusayr, ujar seorang perwira militer kepada AFP (Joseph
Eid/AFP/Getty Images)
Presiden SBY dalam pidato kenegaraannya tanggal 16 Agustus 2013 di
Gedung DPR RI mengingatkan negara lain untuk tidak coba-coba merebut
Papua dan Aceh dari NKRI. “Tidak sejengkal tanah pun lepas dari NKRI”,
ujar Presiden dengan sedikit geram.
Pidato Presiden itu bersamaan dengan berlayarnya Kapal Freedom
Flotilla dari Australia yang hendak menerobos wilayah Papua secara
ilegal. Tak lama kemudian muncul kasus lain, yakni tewasnya satu
prajurit TNI akibat kontak senjata dengan gerakan separatis di
Papua. Peristiwa ini menambah panjang daftar prajurit yang tewas di
Papua dalam beberapa bulan terakhir. Suhu Politik di Papua terus
meningkat
Ada apa dengan Papua ?
Kita kilas balik sebentar dengan pernyataan pengamat militer Connie Bakrie saat muncul di TvOne 26/03/2011 lalu. Menurut Connie Bakrie skenario AS menyerang Libya dan Timur Tengah telah dirancang sejak lama, demi mengukuhkan cengkeramannya AS di negara-negara kaya sumber minyak tersebut. Setelah berurusan dengan Timur Tengah, sasaran AS berikutnya bisa jadi Papua.
Kita kilas balik sebentar dengan pernyataan pengamat militer Connie Bakrie saat muncul di TvOne 26/03/2011 lalu. Menurut Connie Bakrie skenario AS menyerang Libya dan Timur Tengah telah dirancang sejak lama, demi mengukuhkan cengkeramannya AS di negara-negara kaya sumber minyak tersebut. Setelah berurusan dengan Timur Tengah, sasaran AS berikutnya bisa jadi Papua.
Analisa Conie Bakrie dua tahun lalu itu, mulai menemukan
bentuknya. Kini, Senat AS telah menyetujui rencana serangan militer ke
Suriah yang diajukan Presiden Barrack Obama. Dengan demikian, tidak ada
lagi yang menghalangi niat Pemerintahan Barrack Obama untuk menyerang
Suriah.
Dulu orang memperkirakan, setelah AS “mengurus” Irak, mereka akan
mengintervensi Suriah lalu Iran. Kini ramalan itu sudah setengah jalan.
Ada kesamaan modus yang dilakukan AS dalam menyerang Irak maupun
rencana menyerang Suriah. Kedua negara ini dianggap memiliki senjata
pemusnah massal, tapi AS sendiri tidak pernah bisa membuktikannya. Sikap
AS ini disindir oleh Presiden Rusia Vladimir Putin yang mendesak Barat untuk menyampaikan bukti meyakinkan mengenai serangan kimia di Suriah kepada Dewan Keamanan PBB.
“Jika ada bukti jelas tentang senjata apa yang digunakan dan siapa
yang menggunakannya, Rusia akan siap bertindak dengan cara yang paling
tegas dan serius,” tegas Putin yang dikutip AFP, Rabu (4/9/2013).
Kembali ke ramalan Connie Bakrie. Setalah AS mengukuhkan
cengkeramannya di Timur Tengah, akankah Papua menjadi sasaran AS
berikutnya ?. Papua memang sangat mengggiurkan sebagai cadangan sumber
daya mineral bagi keberlangsungan hidup sebuah bangsa di tengah krisis
energi yang terjadi saat ini. Apalagi China sedang agresif-agresifnya
melindungi potensi sumber energi mereka yang berakibat semakin
terdesaknya posisi AS di tingkat global.
Tanggal 23 Mei 2013 digelarlah Hearing antara Negosiator Papua
Oktovianus Mote dengan Kongres AS Komisi Hak Asasi Manusia, tentang
kondisi HAM Indonesia di Room 2261 of the Rayburn House Office Building.
Sidang ini meninjau situasi hak asasi manusia di Indonesia dan
kebijakan luar negeri AS dengan pandangan menuju pemilihan presiden dan
parlemen di Indonesia pada tahun 2014, dengan mengundang Octovianus
Mote, Negosiator Perdamaian Papua untuk menberi materi soal kondisi HAM
di tanah Papua.
Octovianus Mote diberi kesempatan untuk menyampaikan pernyataan lisan
kepada Tom Lantos Human Rights Commission (TLHRC). Lima rekomendasi
yang diajukan ke Kongres AS:
Pertama, untuk mengeluarkan resolusi Kongres AS yang mendesak
pemerintah AS untuk melaksanakan tanggung jawabnya untuk melindungi
(responsibility to protect) untuk mengakhiri kejahatan melawan
kemanusiaan terhadap rakyat Papua Barat.
Kedua, resolusi yang sama seharusnya mendesak pemerintah Indonesia
untuk mulai negosiasi dengan maksud baik dengan tim damai Papua dengan
mediasi pihak internasional.
Ketiga, untuk mendukung tim damai Papua dengan dukungan logistik dan
riset melalui riset-riset di Amerika dan lembaga think tank dengan
tujuan untuk mengembangkan kemampuannya untuk mewakili Papua dalam
perundingan damai.
Keempat, untuk meminta pemerintah Amerika Serikat memberikan dukungan
moral, politik, dan logistik yang diperlukan bagi pemerintahan
Yudhoyono untuk memulai perundingan damai dengan tim damai Papua.
Kelima, untuk memberi syarat dalam bantuan keamanan Amerika Serikat
kepada pemerintah Indonesia tentang mengakhiri pelanggaran HAM di Papua
Barat dan tentang apakah pemerintah Indonesia akan berunding dengan niat
baik dengan masyarakat Papua Barat.
Pada Konferensi Papua Damai yang diadakan pada tahun 2011 di
Jayapura, Octovianus Mote dipilih sebagai satu dari antara lima orang
Negosiator Papua Damai. Empat lainnya adalah: Rex Rumakiek (di
Australia), DR. John Otto Ondawame (di Australia), Benny Wenda (di
Inggris), dan LeoniTanggahma (di Belanda).
Setelah hearing tersebut, dua bulan kemudian sempat beredar kabar rencana Gubernur Provinsi Papua,
Lukas Enembe bersama 16 Bupati di wilayah Pegunungan Papua, untuk
bertolak ke Amerika Serikat, guna bertemu dengan Presiden AS Barack
Obama bulan Juli 2013.
Pendulum politik di Bumi Papua terus mengayun. Angin positif sempat
didapatkan Indonesia setelah anggota Kongres AS dari Partai Demokrat
yang juga Ketua Sub Komisi Asia Pasifik, Eni Faleomavaega, berubah
pikiran. Jika sebelumnya ia lantang menyerukan kemerdekaan bagi Papua,
kini justru mendukung Papua sebagai bagian dari NKRI dalam kerangka
otonomi khusus di Papua. Namun dukungannya itu tentu bisa berubah,
tergantung tingkat pencapaian Otonomi Khusus di Papua.
Cara paling efektif untuk menjaga Bumi Papua berada di dalam pelukan
NKRI, tentunya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Inisiatif itu antara lain dilakukan prajurit SatgasPamtas RI–PNG Yonif
412/Raider/Kostrad yang mengubah lahan tidur menjadi kebun semangka, di
Distrik Muara Tami Kota Jayapura.
Pola bercocok tanam sebagian besar masyarakat setempat masih
tradisional yang mengandalkan kesuburan tanah dari lahan bercocok tanam,
tanpa menggunakan pupuk, perawatan minim dan tanpa pengolahan tanah
garapan sebelum tanam. Dansatgas Yonif 412/Raider Kostrad Letkol Inf
M.Taufiq Zega mendorong pasukannya bekerjasama dengan instansi Dinas
Pertanian dan Kepala Distrik setempat, untuk menghidupkan 2 hektar lahan
tidur, yang ditanami semangka sejak Mei 2013.
Komoditi yang ditanam adalah buah semangka dan melon dengan berbagai
varietas. Selain menyiapkan sistem irigasi, perawatan tanaman
dilaksanakan menggunakan obat-obatan tanaman, serta pupuk bersubsidi
yang tersedia di toko-toko pertanian setempat. Akhir Agustus hingga
September ini panen digelar. Penduduk bisa merasakan buah-buahan hasil
jerih payah mereka.
Selain pemberdayaan masyarakat, Kementerian Pertahanan juga mengajukan anggaran Rp 425 miliar untuk pembangunan jalan di Papua. Sasaran jalan yang hendak dibangun adalah menghubungkan Provinsi Papua dengan Papua barat, untuk membuka keterisoliran wilayah dan mendorong ekonomi di Papua. Ada 14 ruas jalan yang akan dibangun dan pembangunan itu akan dilakukan oleh TNI.
Penetapan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden SBY pada 17 Mei 2013. Ada 40 jalan Strategis Nasional di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat yang dilampirkan dalam Perpres ini, di antaranya Sentani – Depapre – Bongkrang; Lingkar Supriori; dan Tanjung Demon – Baum – Dasri. Melalui Perpres ini, pemerintah memberikan penugasan kepada TNI untuk melaksanakan pembangunan jalan pada ruas-ruas jalan yang telah ditetapkan.
Sudah saatnya membangun bumi Papua lebih serius, untuk mencegah terwujudnya ramalan dari Connie Bakrie.
JKGR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar