The jakarta Post, 29 April 2014, Kementerian Pertahanan RI telah
menyatakan dengan kekecewaan dengan Brazilian aerospace conglomerate
Embraer SA untuk tujuh bulan penundaan dalam empat pesawat turboprop
EMB 314 Super Tucano.
Kepala Pusat Pengadaan Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan
(Kapusada Baranahan Kemenhan) Marsekal Pertama (Marsma) TNI Angkatan
Udara (AU) Asep Sumaruddin, mengatakan pada hari Senin bahwa Embraer
wajib untuk memberikan batch pertama dari delapan pesawat bulan Agustus
tahun lalu dan yang kedua pada bulan Maret tahun 2015.
“Dari batch pertama, kami hanya menerima empat pesawat,”
pungkas Asep. “Kami sudah menghubungi Embraer untuk penjelasan tentang
empat pesawat, tapi belum menerima respon yang memadai. Kami sedang
masih berkoordinasi dengan pemerintah Brasil melalui Kementerian
Pertahanan dan Kedutaan besar di Jakarta untuk menyelesaikan masalah
ini.”
Kemhan RI menandatangani kontrak US$ 284 juta dengan Embraer tahun
2010 untuk membangun skuadron Super Tucano untuk menggantikan Bronco
OV-10 pesawat, yang telah dalam pelayanan sejak 1976.
Tucano dirancang untuk Serang ringan, kontra-pemberontakan, menutup
dukungan udara, misi pengintaian udara (light attack, counter
insurgency, close air support, aerial reconnaissance missions), serta
memberikan pelatihan pilot.
Di bawah kontrak, Embraer telah diminta untuk membayar denda sebesar 0,1 persen setiap hari sejak keterlambatan, tetapi denda gabungan dibatasi maksimal 5 persen.
Embraer, menurut Asep, telah melunaskan denda maksimum sekitar $7
juta dan tidak dapat dikenakan denda lebih, terlepas dari lama
penundaan.
Brasil Duta besar untuk Indonesia Paulo Alberto da Silveira Soares
mengatakan pemerintahnya akan mencoba yang terbaik untuk melihat bahwa
Indonesia segera sisa menerima Super Tucanos. Soares menambahkan bahwa
Kedutaan besar telah berkomunikasi langsung dengan Embraer untuk
menyelesaikan masalah ini.
“Bulan depan, Indonesia Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin
akan mengunjungi Brasil untuk membahas kerjasama pertahanan. Selama
kunjungan tersebut, ia juga dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden
Embraer. Kita berharap bahwa pertemuan akan menjelaskan semuanya,”Kata
Soares kepada The Jakarta Post.
Dudi Sudibyo ahli penerbangan mengatakan keterlambatan seperti ini
mengkhawatirkan dan akan membuat preseden lain yaitu keterlambatan dalam
pengiriman batch pengiriman terakhir Super Tucanos tahun depan.
Dudi menyalahkan keterlambtan yang lama hanya mendapatkan hukuman ringan yang ditetapkan dalam kontrak pengadaan.
“Lima persen adalah jelas terlalu kecil untuk sanksi dan perusahaan
dapat mengambil keuntungan dari itu, terutama ketika pemerintah telah
membayar hampir seluruh biaya,” kata Dudi.
Indonesia telah membayar 97 persen dari kontrak batch pertama, bernilai $142 juta, menurut Kementerian Pertahanan.
Dudi menyarankan bahwa Kemhan meningkatkan kemampuan untuk negosiasi
dalam pembelian berikutnya untuk mencegah keterlambatan masa depan.
Menurut Minimum penting Force (MEF), Indonesia akan membeli 128 pesawat tempur 2024, menurut Kementerian Pertahanan.
“Di antara mereka adalah Super Tucano, yang merupakan teknologi yang terbaik di kelasnya,” kata Dudi.
Empat pesawat Tucano telah diterima tahun lalu sekarang digunakan
oleh Angkatan Udara Indonesia 21 skuadron di Abdul Rahman Saleh Air
Force Base di Malang, Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar