Hari jumat tanggal 20 Februari 2009 boleh jadi adalah momen berharga
bagi Angkatan Udara Indonesia. Pasalnya, ini kali pertama jet tempur
termodern TNI-AU, Su-30 Sukhoi dikabarkan di lock (dikunci) oleh sensor
rudal pesawat tak dikenal.
Sontak berita ini jadi headline di berbagai pemberitaan nasional. Ada
yang menyebut dua Sukhoi TNI-AU di lock oleh pesawat tempur
berkualifikasi stealth, ada lagi yang bilang Sukhoi di lock oleh kapal
selam asing, lalu satelit, bahkan ada pendapat yang cukup aneh, Sukhoi
telah di lock oleh UFO.
Opini di masyarakat pun berkembang luas. Mengatasi berita yang sumir,
pihak Puspen TNI akhirnya memberi pernyataan bahwa dua Sukhoi mengalami
kerusakan elektronik. Sejak saat itu berita Sukhoi di lock mulai sepi
dari ulasan di berbagai media.
Tapi peristiwa 20 Februari itu terus mengundang tanya, apakah mungkin
dua jet tempur super canggih berharga ratusan juta US dollar itu
mengalami kerusakan elektronik secara bersamaan? Terlebih lagi pesawat
saat kejadian diawaki oleh instruktur pilot berpengalaman dari Rusia.
Nah, ketimbang dibuat bingung, ada baiknya kita analisa mengenai
beberapa kemungkinan yang terjadi pada hari jumat pagi itu.
Sukhoi di “lock” pesawat tempur
Kalaupun Sukhoi di lock rudal pesawat tempur, tentu tak sulit menemukan tersangkanya. Secara kemampuan militer, hanya Amerika Serikat dan Australia yang bisa “berani” untuk melakukan hal ini.
Kalaupun Sukhoi di lock rudal pesawat tempur, tentu tak sulit menemukan tersangkanya. Secara kemampuan militer, hanya Amerika Serikat dan Australia yang bisa “berani” untuk melakukan hal ini.
Seandainya di lock oleh sosok pesawat stealth, AS lah yang mungkin
terlibat. Tapi untuk misi ini membutuhkan pangkalan aju, semisal di Guam
atau di Darwin (Australia Utara). bahkan boleh jadi perlu dukungan air
refeuling untuk misi jarak jauh. Pesawat AS yang punya kemampuan stealth
saat ini diantaranya F-22 Raptor, F-117 Night Hawk dan B-2 Spirit.
Tapi analisa diatas rasanya agak berlebih, mengingat untuk operasi
macam ini butuh biaya besar dan beresiko tinggi. Risiko tinggi tentu
bukan dari hadangan pesawat tempur TNI-AU, tapi lebih mungkin karena
faktor alam. Maklum operasi digelar di lautan lepas yang faktor cuacanya
sulit diduga. Kecuali AS punya niat untuk misi dagang, semisal
membuktikan kecanggihan stealth F-22 Raptor kepada calon pembelinya.
Ada lagi misteri di soal jarak kunci rudal, dikabarkan di media massa
Sukhoi di lock dari jarak ratusan kilometer. Pertanyaanya, jenis rudal
apakah yang bisa me lock dalam radius demikian jauh? Stoknya tak terlalu
banyak dipasar, rudal udara ke udara yang punya jangkauan ini
kandidatnya adalah AIM-7 Sparrow dan Phoenix.
Tapi berdasar analisa lebih jauh, Phoenix lah yang paling mungkin
dari segi teknis dengan jangkauan operasi sampai 200 Kilometer. Phoenix
dahulu pernah dipakai F-14 Tomcat US Navy untuk menjatuhkan MIG-23
Flogger milik Libia. Tapi rudal era tahun 80-an ini sudah tergolong tua.
Seandainya memang benar Sukhoi TNI-AU di lock oleh pesawat stealth,
saya yakin niatnya bukan untuk benar-benar menghancurkan, mungkin lebih
tepat untuk trial response. Toh walau Sukhoi TNI AU canggih, belum
dibekali paket senjata yang mematikan, seperti rudal udara ke udara.
Senjata Sukhoi TNI AU baru sebatas kanon internal 30 mm. Moga-moga
dengan adanya insiden ini membuat pemerintah terketuk untuk melengkapi
sang Sukhoi dengan senjata yang bisa menggetarkan lawan.
Apalah artinya pesawat tempur canggih tanpa bekal senjata yang
mumpuni. Seyogyanya TNI AU harus belajar dari kasus F-16 yang cuma
dibekali paket rudal AIM-P4 Sidewinder dan rudal udara ke darat AGM-65
Maverick.
Kembali ke hari dimana Sukhoi di lock, begitu ada kabar Sukhoi di
kunci rudal sontak berita diteruskan ke pangkalan di Makassar dan
pejabat Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional). Maka
diputuskanlah untuk menerbangkan Boeing 737-200 Surveillance Skadron 5
yang juga ber-home base di lanud Hassanudin Makassar, Sulawesi Selatan.
Dikabarkan Boeing 737 langsung melakukan pencarian obyek pesawat tak
dikenal dalam jangkaun 370 Km, kemudian diteruskan ke arah selatan
menuju Bali. Skadron 5 sendiri hanya punya 3 unit Boeing 737
Surveillance, dan diterbangkan secara bergantian. Pertanyaanya, apakah
efektif pencarian pesawat penyusup dengan Boeing 737 tersebut?
Boeing 737 Surveillance terbilang pesawat pengintai canggih di era
tahun 80-an. Salah satu andalannya adalah radar pengintai laut SLAMMER
(Side Looking Airborne Multimission Radar) yang bisa memantau aktivitas
di lautan sepanjang area 85 ribu mil per jam.
Tapi Boeing 737 surveillance TNI AU tak bisa disamakan dengan pesawat
intai E-3A AWACS ataupun E-2C Hawkeye. Kemampuan penjejakan Boeing 737
surveillance bukan untuk keunggulan intai aktivitas di udara, melainkan
untuk intai laut.
Seandainya Boeing 737 surveillance TNI AU diberi tugas intai mendadak
pada pagi itu, apakah pesawat tersebut bisa diterbangkan dengan cepat?
Apakah Boeing 737 bisa scramble secepat pesawat tempur? Meski menyandang
status pesawat militer, Boeing 737 surveillance TNI AU tak beda jauh
dengan performa mesin Boeing 737 milik penerbangan komersial. Tentu
dibutuhkan waktu dan persiapan untuk mengudara. Belum lagi Lanud
(pangkalan udara) menyatu dengan bandara Hassanudin, tentu diperlukan
koordinasi bila butuh terbang mendadak dengan pihak ototitas penerbangan
sipil di bandara, dalam hal ini PT Angkasa Pura.
Dengan skenario ini, terlihat tidak efektif bila Boeing 737
surveillance diberi tugas intai pengejaran. Tentu ada banyak jeda waktu
yang terbuang sampai Boeing 737 surveillance hadir di TKP (tempat
kejadian perkara). Belum lagi bila yang dihadapi pesawat jet tempur,
tentu kecepatan escape nya luar biasa cepat, secepat-cepatnya
Boeing 737 mengejar tentu tak akan ada hasilnya. Obyek pesawat juga tak
akan bisa terlihat lagi dari layar radar.
Menurut pemberitaan, seluruh satuan radar baik sipil dan militer di
darat tak ada yang melihat aktivitas black flight. Seandainya benar yang
menyusup pesawat stealth, harus diacungi jempol kemampuan pesawat
tersebut.
Apakah Ulah Australia?
Australia punya reputasi tinggi pada soal susup menyusup ke wilayah Indonesia. Pasca jejak pendapat di Timor Timur, beberapa kali F-18 Hornet AU Australia kerap masuk jauh ke wilayah udara Indonesia. Salah satu peristiwa yang membuat heboh saat Hawk 200 TNI AU mampu menyergap black flight F-18 Hornet Australia. Hornet dan F-111 Raven Australia diduga juga pernah terbang tinggi diatas lanud Kupang. Sayang Arhanud Indonesia tak memliki rudal anti pesawat jarak jauh seperti SA-2 di era tahun 60-an.
Australia punya reputasi tinggi pada soal susup menyusup ke wilayah Indonesia. Pasca jejak pendapat di Timor Timur, beberapa kali F-18 Hornet AU Australia kerap masuk jauh ke wilayah udara Indonesia. Salah satu peristiwa yang membuat heboh saat Hawk 200 TNI AU mampu menyergap black flight F-18 Hornet Australia. Hornet dan F-111 Raven Australia diduga juga pernah terbang tinggi diatas lanud Kupang. Sayang Arhanud Indonesia tak memliki rudal anti pesawat jarak jauh seperti SA-2 di era tahun 60-an.
Hanya sekedar analisa, insiden Sukhoi di lock bukan tak mungkin
melibatkan Australia. Secara geografis hal ini dimungkinkan mengingat
wilayah laut Sulawesi Selatan masih dalam jangkauan pesawat tempur
Australia yang bermarkas di lanud Tindal, Darwin, Australia Utara.
Apalagi dengan konsep isi bahan bakar di udara segalanya menjadi
mungkin.
Walau F-111 Raven dan F-18 Hornet tak memiliki kemampuan steatlh,
bukan tak mungkin ada peningkatan kemampuan radar dan persenjataan
dengan restu AS. Kabar terbaru AU Australia segera akan diperkuat oleh
24 armada F-18 Super Hornet. Ataukah sebuah penerbangan gelap F-22
Raptor take off dari Darwin? Walahualam..
Sukhoi di Lock Kapal Selam?
Kemampuan perang ekektronik memungkinkan segalanya bisa dilakukan, sebuah kapal selam dapat melepasan rudal dari bawah permukaan laut ke target berupa pesawat, tentu didahului dengan lock missile. Salah satu rudal dengan kemampuan ini adalah sea sparrow. Jenis kapal selam yang bisa melakukan hal ini rasanya hanya milik US Navy, seperti kelas Los Angeles .
Kemampuan perang ekektronik memungkinkan segalanya bisa dilakukan, sebuah kapal selam dapat melepasan rudal dari bawah permukaan laut ke target berupa pesawat, tentu didahului dengan lock missile. Salah satu rudal dengan kemampuan ini adalah sea sparrow. Jenis kapal selam yang bisa melakukan hal ini rasanya hanya milik US Navy, seperti kelas Los Angeles .
Skenario lock dari kapal selam mencuat karena kebuntuan hasil
pencarian dari pesawat intai. Banyaknya celah laut Indonesia,
memungkinkan kapal selam asing menyusup jauh ke wilayah perairan kita
tanpa terditeksi. Ditambah masalah jumlah kapal perang TNI AL yang punya
kemampuan anti kapal selam masih sangat terbatas.
Gara-Gara Rombongan Hilary?
Skenario ini paling kecil kemungkinannya, tapi insiden Sukhoi di Lock tak jauh dari waktu kedatangan menlu AS, Hilary Clinton di Indonesia. Bisa saja saat kedatangan ataupun kepergian Hilary dari wilayah Indonesia, pihak rombongan kurang “nyaman” dengan manuver latihan Sukhoi, lantas di lock jamming lah kedua pesawat TNI AU itu.
Skenario ini paling kecil kemungkinannya, tapi insiden Sukhoi di Lock tak jauh dari waktu kedatangan menlu AS, Hilary Clinton di Indonesia. Bisa saja saat kedatangan ataupun kepergian Hilary dari wilayah Indonesia, pihak rombongan kurang “nyaman” dengan manuver latihan Sukhoi, lantas di lock jamming lah kedua pesawat TNI AU itu.
Berpulang kepada hal diatas, semua yang saya ungkapkan hanyalah opini
pribadi. Tetap terbuka kemungkinan bahwa semua ini adalah karena
problem kerusakan elektronik semata. Mohon maaf sekiranya bila ada
detail info yang kurang akurat dan benar. Yang jelas dalam dunia
teknologi militer impossible is nothing. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar