Australia beberapa minggu terakhir
menjadi negara yang memimpin pencarian pesawat Boeing 777 dari Malaysia
Airlines, MH370 yang diperkirakan (dipastikan oleh Inmarsat) jatuh di
laut Samudera Hindia pada tanggal 8 Maret 2014. Setelah bergulat dan
dapat dikatakan gagal memanfaatkan informasi beberapa satelit dalam
mendeteksi obyek di laut, kini kapal pencari dari Tiongkok dan Australia
menemukan sinyal dari dasar laut yang diperkirakan buatan manusia.
PM Australia Tony Abbott mengatakan
kepada media di Pangkalan AU Pearce sebagai pangkalan aju SAR, Senin
(31/3/2014), “Saya pastikan tidak menempatkan batas waktu pada ini
[pencarian]. Intensitas pencarian dan ukuran operasi kami meningkat,
tidak menurun,” katanya, seperti dilansir Reuters.
Operasi pencarian besar-besaran,
terbesar dalam sejarah melibatkan 10 pesawat militer, empat pesawat
sipil dan 13 kapal laut yang dipimpin oleh Air Vice Marshal (Ret) Angus
Houston, mantan Chief of Air Force dan juga pernah menjabat sebagai
Chief of the Defence Force. Houston kini dalam operasi pencarian MH370
dipercaya sebagai Kepala dari Joint Agency Coordination Centre (JACC).
Houston menyampaikan kapal Angkatan
Laut Australia Ocean Shield pada hari Kamis (10/3/2014) telah mendeteksi
sinyal . yang mungkin berasal dari sebuah sumber buatan manusia. Sinyal
kelima tersebut dideteksi oleh pesawat yang menangkap transmisi dari
sebuah alat pendengar yang dipasang dekat kapal Ocean Shield.
Dari analisis penangkapan empat sinyal
yang dideteksi di sebuah area kurang dari 40 kilometer jaraknya dari
sebuah alat pencari milik AL Amerika yang dipasang pada Ocean
Shield, kini area pencarian telah dipersempit dari area seluas 75.000
kilometer persegi menjadi sekitar 58.000 kilometer persegi. Pusat area
pencarian terletak kira-kira 2280 kilometer di barat laut Perth.
Marsekal Udara Houston memperingatkan,
karena lautnya sangat dalam (4.500 meter), maka upaya mencari pesawat
yang hilang itu akan sangat sulit. Dikatakan oleh pakar kelautan
Universitas NSW, Erik van Sebill, "Bekerja dekat dasar laut sangat sulit
karena ini adalah wilayah yang belum dikenal, belum ada orang yang
pernah ke sana sebelumnya," katanya. Belum lagi diketahui adanya endapan
lumpur di dasar laut yang memperumit untuk menemukan dan pengambilan
black box. Lumpur akan menelan apapun yang jatuh kedalamnya. Marsekal
Houston menyetujui pendapat Sebill.
Apakah pencarian akan gagal? Belum tentu
juga, karena baterai Electoral Emergency Beacon yang menempel di Black
Box sebenarnya tidak pasti 30 hari, seorang anggota team SAR teman
penulis mengatakan seperti baterai Adam Air yang berhasil ditemukan di
kedalaman 2.000 meter, baterai bisa bertahan hingga 6 minggu.
Mudah-mudahan pada kasus MH370 juga serupa terhadap kekuatan baterai
yang jadwal penggantian baru akan dilakukan pada bulan Juni 2014.
Yang menjadi masalah tim pencari, dasar
laut di lokasi merupakan daerah yang belum terpetakan, berlumpur dan
bukan tidak mungkin adanya palung yang lebih dalam dari kedalaman 4,5
km.
Mengapa Australia Bersemangat
Disatu sisi, PM Abbott mengatakan di
pangkalan AU Pearce, bahwa para pencari berutang pada keluarga
penumpang pesawat yang berduka untuk melanjutkan perburuan.
Ditegaskannya bahwa dari akumulasi bukti, pesawat telah hilang di suatu
tempat di Samudera Hindia.
Sementara dilain sisi, Australia
merupakan negara yang bersama Malaysia tergabung dalam pakta pertahanan
FPDA (Five Power Defence Arrangement), bersama Inggris, Selandia Baru
(NZ), dan Singapura. Malaysia dan Singapura akan mendapat perlindungan
dari anggota FPDA apabila mendapat serangan. Nah di sisi inilah,
Australia jelas mempunyai tanggung jawab moril membantu sepenuhnya
masalah hilangnya pesawat MAS MH370 yang sangat patut diduga telah
dibajak oleh seseorang atau sebuah jaringan teroris.
Kasus MH370 ini menurut Australia lebih
menjurus kepada sebuah serangan terhadap kelompok negara-negara
commonwealth Inggris, khususnya Malaysia. Yang membuat Australia lebih
fokus mencari pesawat tersebut, karena ingin mendapatkan bukti faktual
apa dibelakang ini semua. Australia jelas gundah karena pesawat tersebut
melakukan desepsi, dan diterbangkan kearah Australia. Jelas ada
pemikiran adanya kemungkinan (alternatif) pelaku akan melakukan misi
bunuh dirinya di Perth misalnya. ("penulis tetap berpendapat pesawat sengaja dijatuhkan di Samudera Hindia untuk menghilangkan bukti dan mengaburkan motif").
Australia menjadi khawatir dengan ulah
teroris karena di Indonesia warganya mayoritas pernah menjadi korban bom
Bali-I (2002) dan kantor kedubesnya di Jakarta pernah diserang pembom
bunuh diri kelompok teroris Jaringan Al Qaeda Malaysia-Indonesia (2004).
Australia pasti berfikir bahwa kalau
pembajakan ini merupakan aksi teror khususnya serangan dari jaringan Al
Qaeda, wilayah serangan di kawasan Asia Tenggara dan pesawat yang
dibajak bergerak menuju kearah negaranya. Karena itu Australia terlihat
lebih sibuk dibandingkan Amerika Serikat.
Australia faham dengan bentuk ancaman
ini, serangan teror berupa pembajakan nilainya sangat spektakuler karena
akan terus diberitakan oleh media. Itulah yang diharapkan teroris,
sebagai iklan gratis. Karena itu dengan berbagai upaya, black box
yang dianggap sebagai jawaban apa dibelakang kasus harus mereka
temukan. Penunjukkan Air Chief Marshal Angus Houston pasti dengan
pertimbangan pengalamannya sebagai Chief of Defence Force yang akan
mampu menerjemahkan setiap detail informasi dari black box, jelasnya
yang terkait dengan keamanan nasional Australia.
Kini bisa dibayangkan serangan "lone wolf"
istilah penyerang tunggal dari sebuah jaringan teroris apabila
nantinya mampu dibuktikan, berhasil membuat sibuk dan menimbulkan rasa
khawatir dan tertekan demikian banyak negara. Yang lebih parah apabila
bukti dan motif mengapa pesawat ditemukan di Samudera Hindia tetap tidak
jelas.
Australia menjadi salah satu negara yang
akan terus tegang dan khawatir akan serangan teroris susulan. Kira-kira
itulah jawabannya. Apakah Indonesia tidak akan diserang? Sangat
mungkin, karena teroris bisa saja menggunakan wilayah negara manapun
untuk meneror negara yang mereka target. Artinya kalau kita
menyadarinya, ya menjadi ikut tegang. Bukti sudah pernah ada, bom bunuh
diri terhadap AS dan Australia di Indonesia.
Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Ilustrasi foto : smh.com.au
Tidak ada komentar:
Posting Komentar