Bisa dikatakan, jenis kapal LPD (Landing Platform Dock)
adalah klasifikasi arsenal laut baru di lingkungan TNI AL, khususnya di
pada Satuan Kapal Amfibi (Satfib). Sebelum kapal jenis ini hadir, semua
tugas dan kegiatan yang berhubungan dengan operasi laut ke darat
dilakukan dengan bantuan kapal jenis LST (Landing Ship Tank), seperti LST Kelas Teluk Semangka yang buatan Korea Selatan dan LST kelas Frocsh buatan Jerman Timur. Pastinya bukan tanpa alasan TNI AL untuk mengadopsi LPD.
Dengan dimensi yang lebih besar dan teknologi lebih maju, LPD mampu
melaksanakan tugas seperti layaknya LST, dengan deck yang besar, jumlah
helikopter yang dibawa juga lebih banyak. Bahkan dengan embel-embel kata
dock, menyiratkan bahwa kapal ini punya dock khusus untuk bersandarnya
kapal pengangkut sekelas LCU
dan rantis maupun ranpur amfibi. Bahkan dalam kondisi tertentu kapal
bisa dialihfungsikan untuk melakukan tugas-tugas lain, seperti kapal
rumah sakit atau kapal komando (kapal markas).
Menjawab kebutuhan TNI AL tersebut, pemerintah membeli LPD dari
Daesun Shipbuilding dan Daewoo International Corporation, Korea Selatan.
Secara resmi kontrak pembangunan LPD diteken pada bulan Maret 2005.
Pihak Korea Selatan juga member kesempatan alih teknologi (ToT)
dalam pembuatan LPD. Caranya dengan membagi dual lokasi pembuatan
kapal. Dua kapal pertama, yakni KRI Makassar 590 dan KRI Surabaya 591
dibuat di galangan kapal Busan, Korea Selatan. Baru kemudian, KRI
Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593 dibuat oleh PT PAL di Surabaya.
Secara garis besar, kemampuan angkut LPD buatan PT PAL tak banyak
berubah dibandingkan dengan dua kapal hasil garapan Korea Selatan. Lebih
mengenal seputaran LPD yang punya bobot 10.932 ton dan panjang 122
meter, pada ruang belakang di bawah dek hekilopter terdapat dockwell, inilah yang menjadi identitas LPD. Fasilitas mirip dock terapung ini berfungsi untuk lalu lalang kapal pendarat LCU (Landing Craft Utility). Ada dua LCU yang dapat dibawa. Nah, untuk akses keluar masuk LCU menggunakan pintu palka yang terletak di bagian buritan (stern ramp) LPD.
Masih bicara tentang kemudahan akses. Pada sisi samping lambung kapal juga terdapat pintu palka (side ramp).
Pintu ini bisa digunakan untuk bongkar muat berbagai macam jenis barang
maupun kendaraan ringan dan berat. Tercatat satu LPD dapat menampung 22
unit ranpur lapis baja, plus 13 kendaraan tempur taktis. Guna
memudahkan manuver kendaraan tempur, khususnya untuk memutar arah di
dalam lambung kapal, terdapat piring pemutar di ruang penyimpanan.
Piring pemutar umumnya juga terdapat di LST.
Khusus untuk dua LPD yang dibuat oleh PT PAL, punya deck helikopter
yang lebih besar, alhasil dapat menampung 3 helikopter sekelas
NBell-412. Sementara dua LPD yang dibuat di Korea Selatan deck-nya hanya
mampu menampung dua heli. Take off dan landing helikopter dikendalikan
lewat heli control room. Dua LPD yang dibuat PT PAL tampilan bagian depannya juga sedikit beda, dimana super structure sudah dibuat bersudut untuk menekan pantulan sinyal radar lawan.
Persenjataan
Sementara dalam urusan persenjataan, LPD umumnya hanya dibekali empat kanon Rheinmetall kaliber 20 mm. Dua ditempatkan di geladak D dan dua lainnya di geladak E. Pada KRI Dr. Soeharso 990 (kapal bantu rumah sakit) yang dahulunya bernama KRI Tanjung Dalpele 972, pada sisi haluan dibekali meriam Bofors 40/L70 mm. Senjata lain yang ada, yaitu 2 SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm.
Sementara dalam urusan persenjataan, LPD umumnya hanya dibekali empat kanon Rheinmetall kaliber 20 mm. Dua ditempatkan di geladak D dan dua lainnya di geladak E. Pada KRI Dr. Soeharso 990 (kapal bantu rumah sakit) yang dahulunya bernama KRI Tanjung Dalpele 972, pada sisi haluan dibekali meriam Bofors 40/L70 mm. Senjata lain yang ada, yaitu 2 SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm.
Untuk urusan senjata utama, bila berpatokan pada keinginan TNI AL,
ada masukan bila nantinya pada senjata bagian depan dapat dipasangi
meriam kaliber 100 mm buatan Rusia. Peruntukannya sudah jelas, dengan
kaliber yang lumayan besar maka meriam dari LPD dapat digunakan untuk
melakukan bantuan tembakan kapal dalam serbuan operasi amfibi. Namun,
kalau menyimak tradisi yang sudah ada sekaligus juga mempertimbangkan
optimalisasi logitik, besar kemungkinan yang digunakan tetap Bofors 40
mm atau meriam reaksi cepat Bofors 57 mm yang menjadi senjata utama di kapal cepat FPB-57.
Beragam persenjataan diatas hanya untuk pertahanan permukaan dan
udara secara terbatas. Jika kapal ini harus beroperasi sendiri,
persenjataan tersebut jelas kurang memadai. Namun dalam skenario operasi
amfibi, keamanan LPD praktis dijamin oleh Satuan kapal Eskorta. Dalam adopsi persenjataan kedepan, sangat mungkin rudal anti serangan udara Mistral dengan peluncur Simbad dipasang pada geladak LPD.
Singapura Juga Punya LPD
Rasanya cukup bangga juga melihat TNI AL mempunya jenis kapal ini, wilayah luasnya Nusantara dengan taburan ribuan pulau, menjadikan operasional LPD dipandang sangat ideal. Di dunia pun, tak sembarang kekuatan laut yang mengoperasikan LPD, diantaranyaada AL AS, Cina, Perancis, India, Italia, Belanda, Jepang, Spanyol, dan Inggris. Bila diamati, beberapa negara diatas termasuk yang punya ekspansi militer level global. Pastinya dukungan LPD sangat diperlukan untuk menunjang misi militer dibelahan dunia lainnya. Sedikit menyinggung operasi militer dibelahan dunia lainnya, TNI AL pun sudah merasakan andil besar LPD dalam operasi pembebasan MV Sinar Kudus dari tangan bajak laut Somalia pada Maret 2011. Saat itu, KRI Banjarmasin membawa satu heli NBell-412, tujuh boat Sea Rider, lima tank BMP-3F, empat howitzer LG-1 MK II, dan 18 perahu karet.
Rasanya cukup bangga juga melihat TNI AL mempunya jenis kapal ini, wilayah luasnya Nusantara dengan taburan ribuan pulau, menjadikan operasional LPD dipandang sangat ideal. Di dunia pun, tak sembarang kekuatan laut yang mengoperasikan LPD, diantaranyaada AL AS, Cina, Perancis, India, Italia, Belanda, Jepang, Spanyol, dan Inggris. Bila diamati, beberapa negara diatas termasuk yang punya ekspansi militer level global. Pastinya dukungan LPD sangat diperlukan untuk menunjang misi militer dibelahan dunia lainnya. Sedikit menyinggung operasi militer dibelahan dunia lainnya, TNI AL pun sudah merasakan andil besar LPD dalam operasi pembebasan MV Sinar Kudus dari tangan bajak laut Somalia pada Maret 2011. Saat itu, KRI Banjarmasin membawa satu heli NBell-412, tujuh boat Sea Rider, lima tank BMP-3F, empat howitzer LG-1 MK II, dan 18 perahu karet.
Di Asia Tenggara, populasi LPD tidak banyak, dan jangan dikira hanya
Indonesia yang punya. Meski kederangan agak aneh, Singapura dengan luas
wilayah daratan hanya sebesar DKI Jakarta, ternyata juga mengoperasikan
LPD dari kelas Endurance. Bila LPD TNI AL digarap atas lisensi dari
Korea Selatan. Maka LPD Endurance milik Singapura dirancang dan dibangun
secara lokal oleh ST (Singapore Technologies) Marine. Total ada 4 jenis
LPD milik AL Singapura, yaitu RSS Endurance, RSS Resolution, RSS
Pesistence dan RSS Endeavour.
Dari segi bobot, LPD Singapura punya bobot 6.000 ton dengan panjang
141 meter. Dari segi persenjataan, Endurance bisa dibilang LPD di dunia
yang paling kokoh persenjataannya, dibuktikan dengan adopsi meriam
reaksi cepat OTO Melara 76 mm, rudal Mistral, dan kanon CIWS (close in weapon system)
M242 Bushmaster kaliber 25 mm. Selain dioperasikan oleh AL Singapura,
LPD kelas Endurance juga di ekspor untuk AL Thailand, yakni HTMS
Angthong yang resmi diluncurkan pada 2011 lalu. Meski tak dibekali side ramp, tapi LPD buatan Singapura punya kelebihan yang tak dimiliki oleh LPD Indonesia, yaitu adanya front bow ramp, yakni pintu palka di bagian haluan, mirip yang terdapat di LST (Landing Ship Tank).
Dalam hal senioritas penggunaan LPD, Singapura harus diakui jauh
lebih dulu dari Indonesia. Tercatat RSS Endurance resmi meluncur pada
tahun 2000. Beberapa keterlibatan LPD Singapura diantara dalam misi PBB
di Timor Timur dan operasi bantuan kemanusiaan pasca Tsunami di Nanggroe
Aceh Darussalam. (Gilang Perdana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar