Selasa, 15 April 2014

Kekuatan Udara VS Gerilyawan


Question: Bagaimana kekuatan udara menghadapi lawan dengan taktik gerilya namun berkemampuan pertahanan udara  seperti di Suriah dan Libanon?

Answer:
Berbagai macam konflik terbaru khususnya di Timur tengah sangat mengubah strategi kekuatan udara. Baik yang dihadapi oleh AU Suriah, Irak atau Mesir dimana lawan merupakan gerilyawan dengan peralatan dan komunikasi yang semakin canggih dan berdaya hancur tinggi. Jatuhnya beberapa pemerintahan lewat revolusi seperti di Libya bahkan memaksa militer Israel mengubah strategi. Pasalnya berbagai persenjataan canggih, sebagian hasil jarahan dari konflik Libya, bermigrasi lewat Mesir dan masuk ke Gaza melalui jalur penyelundupan.

Bahkan dikabarkan dari Afrika beberapa rudal SA-18 antipesawat (dari arsenal militer Eritrea) dan rudal-rudal SA-24 (eks militer Libya). Beberapa SA-18 terbukti telah jatuh ke pemberontak Somalia. Sementara rudal SA-24 telah lenyap dan mungkin di antaranya pindah ke luar negeri oleh penjual ilegal. Sementara rudal pertahanan udara portabel SA-7 telah berada ditangan kelompok pejuang Hamas di Gaza.

Sistem rudal antipesawat yang lebih berat dan canggih lainnya sudah dimiliki Suriah dan Iran, meskipun dikabarkan penjualan SA-20 kepada Teheran telah ditunda, namun dalam kenyataan mungkin sudah dikirimkan. Meski demikian, fakta bahwa senjata antipesawat canggih ini sudah berada di pasar dunia berpotensi mengancam kekuatan udara siapapun termasuk pesawat yang memiliki kemampuan siluman (stealth).

Brigjen (Pur) Shmuel Yachin, pejabat Israel Aerospace Industries menyebutkan bahwa semua senjata antipesawat ini, dari yang portabel hingga jarak jauh, membuat pasukan darat dan laut tidak bisa lagi mengandalkan bantuan angkatan udara seperti sebelumnya. Pesawat-pesawat militer seperti pesawat tempur, transpor dan helikopter tidak bisa lagi mengklaim memiliki keunggulan udara dengan mudah. Kekuatan udara akan lebih sibuk memikirkan keamanan misinya menghapi senjata antipesawat sebelum bisa membantu memecahkan masalah pasukan taktis darat yang sedang bertempur menghadapi kelompok gerilyawan dalam perang kota, perang gunung dan perang hutan. Saat ini adalah era pertama dimana pertahanan udara kaum gerilyawan jauh lebih kuat dibandingkan satuan tentara kecil pasukan regular pemerintah pada posisi yang paling rentan.

Yachin menyebutkan berdasarkan pengalaman bertempur melawan gerilyawan Hisbullah di Lebanon selatan, saat ini pasukan militer reguler harus meningkatkan kemampuan satuan taktis sehingga mereka dapat melakukan lebih banyak misi dengan lebih sedikit bantuan dari luar. Karena pertempuran mulai berubah ke perang intensitas rendah melawan pasukan tidak terkoordinasi, sehingga hasil pertempuran ditentukan pada level kompi dan batalion, tidak akan  lebih dari level brigade. Militer masa kini harus menggunakan semua teknologi canggih yang dikembangkan untuk angkatan udara, laut dan diadopsi  ke dalam sistem senjata yang lebih baik untuk satuan tingkat taktis.

Terkait hal ini adalah peran perang elektronika dan perang cyber di arena operasional dan taktis. Panglima Strategic Command AS, Jenderal Robert Kehler yang bertanggung jawab untuk pembinaan operasi intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR), serangan global dan cyber operations menyebutkan pentingnya pemahaman akan perang asimetris modern. Perang masa depan banyak belajar dari metode yang dikembangkan negara seperti Israel. Seperti  pengembangan di bidang kemanan jaringan komunikasi, khususnya penggunaan wahana robotik udara dan darat.

Wahana robotik masa depan akan mulai terlibat dalam pertempuran darat pada kurun waktu lima tahun mendatang dan mampu bertempur bersama sebagai kelompok. Hal ini merupakan tantangan teknologi dan sebuah revolusi besar untuk mengoperasikan sejumlah wahana tanpa awak robotik dalam sebuah sistem operasi perang secara bersama-sama.

Jenderal Kehler menambahkan bahwa pertahanan masa depan akan berlapis-lapis, termasuk perlindungan oleh robot dan pesawat tanpa awak sepanjang tahun. Dalam network centric warfare memerlukan kemampuan mengirimkan dan menerima informasi menggunakan peralatan komunikasi berspektrum lebar. Dalam situasi saat ini kita harus mampu memberikan kemampuan itu pada eselon pasukan terbawah dimana dua wahana perang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan aman tanpa gangguan.

Sebagai hasil dari beberapa ancaman baru ini, maka dua kekuatan utama militer Israel yaitu pesawat close air support dan helikopter (pengangkut pasukan dan helikopter serang)  terpaksa harus mengurangi perannya di medan perang untuk bisa survive dari ancaman rudal hanud lawan. Pergeseran kekuatan akan lebih pada jenis kendaraan darat lapis baja yang lebih berat, wahana robotik darat otonom serta lebih mengintensifkan penggunaan peralatan pengawasan taktis medan dengan area pergerakan pasukan setingkat brigade (sekitar lima kilometer persegi).

Paket surveillance taktis ini bisa meliputi peralatan radar pemindaian elektronik taktis, pengindra sinyal intelijen dan sensor electro-optical/infrared. Sensor ini dapat mengirimkan data, memetakan medan dan menyajikan informasi terkini bagi satuan-satuan yang sedang bertempur di garis depan.

Dukungan udara akan terus bergeser pada senjata udara jarak jauh (stand off weapon), baik bersenjata dan tidak bersenjata, pesawat tak berawak, roket artileri panduan presisi dengan model serangan vertikal untuk digunakan di daerah berbukit dan kota dan sebuah peralatan teknologi baru yang memungkinkan pasukan setingkat kompi, peleton atau regu untuk mampu mencari dan menghancurkan target tanpa bantuan sepenuhnya dari udara.

Pertempuran modern akan lebih menantang dan peran udara masih terus dibutuhkan namun dalam format yang lain dan strategi serta taktik berbeda. (Kol Pnb. Agung “ Sharky” Sasongkojati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar