Question: Bagaimana kekuatan udara menghadapi lawan dengan
taktik gerilya namun berkemampuan pertahanan udara seperti di Suriah
dan Libanon?
Answer:
Berbagai macam konflik terbaru khususnya di Timur tengah sangat
mengubah strategi kekuatan udara. Baik yang dihadapi oleh AU Suriah,
Irak atau Mesir dimana lawan merupakan gerilyawan dengan peralatan dan
komunikasi yang semakin canggih dan berdaya hancur tinggi. Jatuhnya
beberapa pemerintahan lewat revolusi seperti di Libya bahkan memaksa
militer Israel mengubah strategi. Pasalnya berbagai persenjataan
canggih, sebagian hasil jarahan dari konflik Libya, bermigrasi lewat
Mesir dan masuk ke Gaza melalui jalur penyelundupan.
Bahkan dikabarkan dari Afrika beberapa rudal SA-18 antipesawat (dari
arsenal militer Eritrea) dan rudal-rudal SA-24 (eks militer Libya).
Beberapa SA-18 terbukti telah jatuh ke pemberontak Somalia. Sementara
rudal SA-24 telah lenyap dan mungkin di antaranya pindah ke luar negeri
oleh penjual ilegal. Sementara rudal pertahanan udara portabel SA-7
telah berada ditangan kelompok pejuang Hamas di Gaza.
Sistem rudal antipesawat yang lebih berat dan canggih lainnya sudah
dimiliki Suriah dan Iran, meskipun dikabarkan penjualan SA-20 kepada
Teheran telah ditunda, namun dalam kenyataan mungkin sudah dikirimkan.
Meski demikian, fakta bahwa senjata antipesawat canggih ini sudah berada
di pasar dunia berpotensi mengancam kekuatan udara siapapun termasuk
pesawat yang memiliki kemampuan siluman (stealth).
Brigjen (Pur) Shmuel Yachin, pejabat Israel Aerospace Industries
menyebutkan bahwa semua senjata antipesawat ini, dari yang portabel
hingga jarak jauh, membuat pasukan darat dan laut tidak bisa lagi
mengandalkan bantuan angkatan udara seperti sebelumnya. Pesawat-pesawat
militer seperti pesawat tempur, transpor dan helikopter tidak bisa lagi
mengklaim memiliki keunggulan udara dengan mudah. Kekuatan udara akan
lebih sibuk memikirkan keamanan misinya menghapi senjata antipesawat
sebelum bisa membantu memecahkan masalah pasukan taktis darat yang
sedang bertempur menghadapi kelompok gerilyawan dalam perang kota,
perang gunung dan perang hutan. Saat ini adalah era pertama dimana
pertahanan udara kaum gerilyawan jauh lebih kuat dibandingkan satuan
tentara kecil pasukan regular pemerintah pada posisi yang paling rentan.
Yachin menyebutkan berdasarkan pengalaman bertempur melawan
gerilyawan Hisbullah di Lebanon selatan, saat ini pasukan militer
reguler harus meningkatkan kemampuan satuan taktis sehingga mereka dapat
melakukan lebih banyak misi dengan lebih sedikit bantuan dari luar.
Karena pertempuran mulai berubah ke perang intensitas rendah melawan
pasukan tidak terkoordinasi, sehingga hasil pertempuran ditentukan pada
level kompi dan batalion, tidak akan lebih dari level brigade. Militer
masa kini harus menggunakan semua teknologi canggih yang dikembangkan
untuk angkatan udara, laut dan diadopsi ke dalam sistem senjata yang
lebih baik untuk satuan tingkat taktis.
Terkait hal ini adalah peran perang elektronika dan perang cyber di
arena operasional dan taktis. Panglima Strategic Command AS, Jenderal
Robert Kehler yang bertanggung jawab untuk pembinaan operasi intelijen,
pengawasan dan pengintaian (ISR), serangan global dan cyber operations
menyebutkan pentingnya pemahaman akan perang asimetris modern. Perang
masa depan banyak belajar dari metode yang dikembangkan negara seperti
Israel. Seperti pengembangan di bidang kemanan jaringan komunikasi,
khususnya penggunaan wahana robotik udara dan darat.
Wahana robotik masa depan akan mulai terlibat dalam pertempuran darat
pada kurun waktu lima tahun mendatang dan mampu bertempur bersama
sebagai kelompok. Hal ini merupakan tantangan teknologi dan sebuah
revolusi besar untuk mengoperasikan sejumlah wahana tanpa awak robotik
dalam sebuah sistem operasi perang secara bersama-sama.
Jenderal Kehler menambahkan bahwa pertahanan masa depan akan
berlapis-lapis, termasuk perlindungan oleh robot dan pesawat tanpa awak
sepanjang tahun. Dalam network centric warfare memerlukan
kemampuan mengirimkan dan menerima informasi menggunakan peralatan
komunikasi berspektrum lebar. Dalam situasi saat ini kita harus mampu
memberikan kemampuan itu pada eselon pasukan terbawah dimana dua wahana
perang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan aman tanpa gangguan.
Sebagai hasil dari beberapa ancaman baru ini, maka dua kekuatan utama militer Israel yaitu pesawat close air support dan helikopter (pengangkut pasukan dan helikopter serang) terpaksa harus mengurangi perannya di medan perang untuk bisa survive
dari ancaman rudal hanud lawan. Pergeseran kekuatan akan lebih pada
jenis kendaraan darat lapis baja yang lebih berat, wahana robotik darat
otonom serta lebih mengintensifkan penggunaan peralatan pengawasan
taktis medan dengan area pergerakan pasukan setingkat brigade (sekitar
lima kilometer persegi).
Paket surveillance taktis ini bisa meliputi peralatan radar pemindaian elektronik taktis, pengindra sinyal intelijen dan sensor electro-optical/infrared.
Sensor ini dapat mengirimkan data, memetakan medan dan menyajikan
informasi terkini bagi satuan-satuan yang sedang bertempur di garis
depan.
Dukungan udara akan terus bergeser pada senjata udara jarak jauh (stand off weapon),
baik bersenjata dan tidak bersenjata, pesawat tak berawak, roket
artileri panduan presisi dengan model serangan vertikal untuk digunakan
di daerah berbukit dan kota dan sebuah peralatan teknologi baru yang
memungkinkan pasukan setingkat kompi, peleton atau regu untuk mampu
mencari dan menghancurkan target tanpa bantuan sepenuhnya dari udara.
Pertempuran modern akan lebih menantang dan peran udara masih terus
dibutuhkan namun dalam format yang lain dan strategi serta taktik
berbeda. (Kol Pnb. Agung “ Sharky” Sasongkojati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar