Jumat, 07 Maret 2014

EKSISTENSI STASIUN RADIO PHB AURI PC-2 PLAYEN DALAM SERANGAN UMUM 1 MARET 1949

 

Stasiun Radio PHB AURI PC-2 yang berada di Playen memiliki peran strategis dalam catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Melalui  stasiun radio AURI itu, nota-nota dan radiogram berita-berita tentang perjuangan bangsa Indonesia, terutama radiogram Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dikenal dengan “Enam Jam di Yogya” sampai ke perwakilan RI di New Delhi dan diterima PBB. Hasilnya Yogyakarta diserahkan kembali kepada Pemerintah RI. 

Kurang lebih 37 km arah selatan kota Yogyakarta, tepatnya di Desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sebuah monumen bersejarah yang memiliki catatan penting dalam perjuangan bangsa Indonesia pasca Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Monumen tersebut kini dikenal dengan nama Monumen Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen. Monumen ini dibangun pada tahun 1982 oleh Yayasan 19 Desember 1948, dan diresmikan pada 10 Juli 1984 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Keberadaan dan aktivitas Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen dimulai pada awal Januari 1949, ketika Opsir Udara III Boedihardjo dibantu Basir Surya dan Sersan Udara Soeroso, masing-masing Komandan dan Kepala Bagian PHB Pangkalan Udara Gading, Wonosari membangun sebuah stasiun radio rahasia di Dusun Banaran, Kecamatan Playen. Tipe radio pemancar yang dipakai saat itu adalah People Cooperation, dengan callsign PC-2.
Pada awalnya radio PHB AURI ini ditempatkan di Desa Bandung yang letaknya berdekatan dengan Pangkalan Udara Gading, Wonosari. Setelah Kota Yogyakarta diduduki Belanda, seiring dengan kegiatan pergerakan politik, militer, dan komunikasi dalam perjuangan, peralatan PHB AURI ini kemudian dipindahkan ke Desa Banaran, Playen, Wonosari Gunungkidul. Pemilihan lokasi didapat berkat  jasa SU Soeroso, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Bagian PHB Pangkalan Udara Gading. Stasiun ini berkedudukan di rumah Ibu Prawirosetomo yang memiliki anak bernama Martono dan seorang gadis yang membantu para gerilyawan dalam menyelamatkan peralatan radio peninggalan Jepang ini dari serangan Belanda.

Di tempat baru ini instalasi radio disesuaikan dengan kondisi setempat. Pembangkit listriknya disembunyikan di sebuah tungku tanah dan ditutupi kayu bakar, sedangkan antenanya dibentangkan antara dua batang pohon kelapa dan dipasang hanya pada malam hari saat akan melakukan siaran. Pada pagi hari perlengkapan tersebut disembunyikan, sehingga aktivitas siaran ini tidak diketahui Belanda. Pemancar dan penerimanya diletakkan di dalam dapur dekat kandang sapi milik Prawirosoetomo. Pembangkit listriknya disembunyikan di sebuah lubang dalam tanah dan ditutupi kayu bakar. Kamuflase yang dilakukan pada saat itu dianggap sudah mencukupi, dan yang paling mendukung aktivitas tersebut adalah kekompakan penduduk setempat dalam menyimpan rahasia keberadaan PHB AURI  Playen selama Yogyakarta diduduki Belanda.

Kekompakan dan dukungan penduduk setempat dirasa sangat membantu tugas penyiaran dalam merahasiakan keberadaan Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen. Terutama istri Pawirosetomo dan kedua anaknya, yang selalu membantu para pejuang/gerilyawan. Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pertukaran informasi tentang berbagai kegiatan pejuang di Jawa maupun di Sumatera serta menyiarkan keberhasilan perjuangan ke luar negeri. Nota-nota yang sifatnya rahasia, pengirimannya disalin dengan huruf sandi. Dengan demikian, aktivitas perhubungan radio dapat berlangsung secara aman dan lancar.

Aktivitas dan peranan radio AURI ini berfungsi aktif saat para pejuang AURI mulai menggunakan dan menguasai beberapa mobile transmitter, yang secara terus-menerus melakukan monitoring jalannya perjuangan kemerdekaan. Alat perhubungan ini digunakan sebagai sarana untuk melakukan komunikasi antargerilyawan dan pengiriman berita antara pemimpin dari daerah dengan pemerintah maupun komunikasi dengan dunia internasional.

Stasiun Radio PHB AURI PC-2 yang berada di Playen memiliki peran strategis dalam catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Melalui  stasiun radio AURI itu, nota-nota dan radiogram berita-berita tentang perjuangan bangsa Indonesia, terutama radiogram Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dikenal dengan “Enam Jam di Yogya” sampai ke perwakilan RI di New Delhi dan diterima PBB, sehingga Yogyakarta harus diserahkan kembali kepada Pemerintah RI. 

Melalui Stasiun Radio PHB AURI yang mengudara dari rumah sederhana milik keluarga Pawirosetomo di Playen, eksistensi perjuangan bangsa Indonesia yang berhasil mengusir Belanda dari Yogyakarta tersiar ke mancanegara. Sehingga dunia internasional mengetahui eksistensi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).  Bahkan tokoh perjuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara pernah berkomentar, “Andai saja waktu itu tidak ada PHB AURI, maka eksistensi perjuangan Pemerintah Republik Indonesia mungkin tidak akan pernah diketahui dunia internasional”.

Terbentuknya PHB AURI PC-2 Playen
Pada tanggal 17 Desember 1945, Panglima Divisi III Yogyakarta secara resmi menyerahkan wewenang dan tanggung jawab bidang keudaraan kepada TKR Jawatan Penerbangan. Sejak itu pula kegiatan dalam menghimpun kekuatan udara mulai meningkat. Urusan komunikasi dan personel dipercayakan kepada Sabar Wiryonomukti yang kemudian ia menghimpun teman-temannya yang berpengalaman di bidang radio komunikasi. Di antaranya terdapat nama Opsir Udara III Boedihardjo yang diberi tugas menyiapkan sumber daya manusia, khususnya untuk Dinas Perhubungan atau PHB-AURI. Boedihardjo kemudian mengajak 16 siswa Sekolah Radio Telegrafis dari Bugis Malang, untuk dijadikan tenaga inti PHB-AURI. Dengan datangnya Adi Soemarmo Wirjokoesoemo, mantan Flight Radio Operator dari The Netherland East Indies Air Force (NIA), kinerja dan eksistensi PHB-AURI menjadi semakin baik.

Pada 9 April 1946, diterbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 tentang Pembentukan Angkatan Udara, yang menetapkan Raden Surjadi Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dengan dua orang wakil, yaitu R.Soekarnaen Martokoesoemo dan Adisoetjipto. Dua tahun kemudian, Opsir Udara III Boediardjo diangkat menjadi Kepala Jawatan Perhubungan AURI.

Pada saat penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, untuk menduduki ibukota negara serta menangkap pemimpin bangsa, Wakil Presiden Mohammad Hatta pernah mengirimkan sebuah pesan berbentuk radiogram. Pesan tersebut kemudian disampaikan Sabar Wijoyomukti ke seluruh stasiun radio AURI yang ada di Indonesia, melalui stasiun radio AURI yang berada di Terban Taman Yogyakarta. Bunyi pesan tersebut adalah :
“PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DI YOGYA DIKEPUNG MUSUH DAN TIDAK DAPAT MELAKUKAN TUGAS KEWAJIBANNYA (KOMA) TETAPI PERSIAPAN TELAH DIADAKAN UNTUK MENERUSKAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DI SUMATERA (TTK) APAPUN YANG TERJADI DENGAN ORANG-ORANG PEMERINTAH YANG ADA DI YOGYAKARTA (KOMA) PERJUANGAN DITERUSKAN (TTK HBS)”.

Selesai pengiriman berita tersebut, untuk menghilangkan jejak dan melindungi para pejuang dari serbuan Belanda, stasiun radio perhubungan AURI yang berada di Terban Taman Yogyakarta tersebut kemudian dihancurkan Opsir Udara III Boediardjo. Para pejuang kemudian kembali bergerak ke luar kota menghimpun kekuatan untuk bergerilya melanjutkan perjuangan. Di Desa Dekso, Kulonprogo, tempat para pejabat militer berkumpul dan berkoordinasi, didirikan Markas Besar Komando Djawa pimpinan Nasution, yang kemudian dikenal dengan sebutan MBKD. Sedangkan di Sumatera berdiri Markas Besar Komando Sumatra (MBKS) di bawah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara.
Setelah bergabung dalam MBKD, Opsir Udara III Boediardjo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Perhubungan AURI berusaha meyakinkan Pimpinan MBKD, bahwa ia dapat melakukan hubungan komunikasi dengan Markas Besar Komando Sumatera dan markas komando lainnya. Pada waktu itu AURI memiliki sekitar 39 stasiun radio perhubungan lain yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia.

Salah satu jasa radio PHB-AURI PC-2 Playen yang monumental adalah keberhasilannya menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Siaran berita itu dilaksanakan pada pukul 02.00 WIB tanggal 2 Maret 1949 ke seluruh jaringan radio AURI yang akhirnya sampai ke Perwakilan RI di New Delhi dan diterima PBB. Dengan adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah RI dan Pemerintah India, nota-nota penting untuk perwakilan Indonesia di PBB pusat disalurkan melalui Kotaradja (sekarang Banda Aceh) ke India dan diteruskan ke Amerika. Sehingga perwakilan RI di PBB, LN Palar senantiasa dapat mengikuti perkembangan berita perjuangan di Indonesia.

Radiogram berita Serangan Umum tersebut dikirimkan oleh Sersan Basukihardjo, seorang operator stasiun PHB AURI PC-2 Playen, dan diterima oleh Sersan Udara Kusnadi operator radio Bidar Alam. Keesokan harinya, pada 3 Maret, berita tersebut dilaporkan Opsir Udara III Dick Tamimi dan Umar Said kepada Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara.  Berita tersebut segera diteruskan ke stasiun-stasiun radio “NBM” Tangse, “ZZ” Kototinggi. Melalui radio “NBM” Tangse berita dikirim ke stasiun radio “SMN” di Rangoon kemudian dilanjutkan ke New Delhi dan perwakilan RI di PBB di Washington, Amerika. Pejabat perwakilan RI di PBB membeberkan berita itu di depan sidang Dewan Keamanan PBB pada 7 Maret 1949, sehingga membuka mata dunia tentang eksistensi perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya.

Radiogram Serangan Umum
Salah satu radiogram yang menjadi topik dalam kelanjutan diplomasi antara Republik Indonesia dan Belanda di PBB, adalah diterimanya radiogram serbuan pasukan Indonesia di siang hari ke Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949. Sampai dengan hari ini tidak banyak yang mengetahui pengirim gerilya yang mengirim radiogram berita, mengenai serbuan Pasukan Indonesia ke Yogyakarata keluar negeri, yang akhinya sampai ke Perwakilan RI di New Delhi dan PBB.

Radiogram Serangan Umum Tentara Republik ke Kota Yogyakarta yang diterima Stasiun Radio AURI "UDO" di Bidar Alam, dikirim oleh Opsir Udara III Dick Tamimi langsung kepada Ketua Menteri Syafruddin pada pagi hari 3 Maret 1949. Setelah diterima dan dibaca, Ketua Menteri menginstrusikan agar radiogram tersebut segera dikirim ke New Delhi dan New York sesuai alamat. Bapak Danu Sekretaris PDRI dan Teuku Hassan Menteri Dalam Negeri kebetulan berada di rumah Ketua Menteri, sewaktu Tamimi menghadap Ketua.

Radiogram berita tersebut diterima oleh Stasiun Radio "UDO" pada larut malam 3 Maret 1949 menjelang pagi hari tanggal 4 Maret 1949. Telegrafis yang menerima adalah telegrafis Koesnadi. Radiogram tersebut dikirim dari Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen, Yogyakarta oleh telegrafis Sersan Mayor Udara Basukiharjo. Seperti biasa radiogram-radiogram ke luar negeri dikirim melalui Stasiun Radio PHB AURI "NBM" Tangse. Radiogram mengenai 1 Maret 1949 tersebut di Tangse diterima oleh Sersan Udara Nurbaman.

Khusus mengenai radiogram Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut dibuat oleh MBKD Pusat Pimpinan Angkatan Darat di Banaran. Radiogram tersebut dikirim dengan kurir ke Stasiun Radio "POP" PHB  AD di Desa Dukuh, sekitar 3 Km dari Banaran. Pimpinan stasiun radio tersebut adalah Perwira Angkatan Darat bernama Koesoemo Dartojo. Radiogram lalu dikirim (istilahnya pada waktu itu diketok) ke Stasiun Radio PHB-AURI PC-2 Playen. Dari Stasiun Radio AURI tersebut radiogram seterusnya dikirim ke Bidar Alam, nama sebuah desa yang ditempati Pimpinan Pusat PDRI Mr. Syafruddin Perwira Negara melalui Stasiun Radio PHB AURI UDO dan selanjutnya dikirim ke luar negeri melalui jalur radio seperti diuraikan di atas.

Berita-berita pertempuran disiarkan melalui Radio Siaran biasa, seperti halnya berita mengenai masuknya Tentara RI ke Yogyakarta, menjadi berita penting pula bagi Radio Siaran biasa. Radio Siaran Belanda misalnya, dengan versinya menyiarkan berita tersebut paling dahulu, kemudian Radio Siaran Luar Negeri yang biasanya mendahului Radio Siaran dalam negeri. RRI Jawa Tengah sebagai Radio Siaran RI juga tidak ketinggalan menyiarkan berita tersebut.

Sedangkan Stasiun Radio AURI yang bukan merupakan Radio Siaran dan pada waktu itu melayani pemerintah baik di Jawa maupun di Sumatera bahkan ke luar negeri (Ranggoon), mengirim berita 1 Maret dengan surat radiogram resmi dari Pemerintahan Sipil Militer di Jawa ke Perwakilan RI baik yang berada di New Delhi maupun di PBB. Sementara radio-radio Siaran seperti Radio Siaran NICA di Jakarta, BBC di London, ABC di Australia, serta lain-lain menyiarkan warta berita melalui Radio Siaran lebih dahulu sebelum radiogram yang ditujukan ke suatu alamat, seperti halnya radiogram mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sebelum radiogram sampai di Perwakilan-perwakilan RI di PBB atau New Delhi, kota-kota tersebut sudah mendengar terlebih dahulu berita mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 melalui berbagai radio siaran seperti tersebut di atas. Pejabat-pejabat RI di luar negeri baru mengambil aksi setelah menerima radiogram resmi yang dikirim oleh Pemerintah RI di Indonesia (Jawa/Sumatera), dengan kata lain bukan bersumber dari berita Radio Siaran berupa warta berita. Radiogram mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimaksud, dikirim dari Playen ke UDO PDRI Bidar Alam, dan melalui Stasiun Radio AURI di Tangse dan Kotaraja dikirim ke Ranggoon dan dari Ranggoon selanjutnya ke New Delhi dan PBB.

Menurut tulisan Aboe Bakar Lubis yang pada Perang Kemerdekaan RI II menjabat sebagai salah seorang Staf Penerangan Perwakilan Republik Indonesia di New Delhi dalam bukunya Kilas Balik Revolusi pada halaman 316 dan 318 dikatakan sebagai berikut:

Pertama, Pendirian PDRI, diperoleh melalui radio yang diterima dari Ranggoon dan diteruskan ke New Delhi yang kemudian diteruskan ke Paris tempat Dewan Keamanan berada dan kepada seluruh dunia. (Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar