"Bangsa
kita bukan bangsa yang GOMBAL, jika kita bisa menghargai, menghormati,
menghayati, dan meneruskan spirit. Nasionalisme para pendiri dan para
patriot yang telah menegakkan kedaulatan NKRI di mata dunia", kata
R.Hendro RPU,S.Psi Seorang pengamat sejarah AURI yang ditemui penulis
di Museum Dirgantara, Janti Yogyakarta, hari Minggu 15 Januari 2012.
"Saya
prihatin dengan generasi muda sekarang yang suka saling menyalahkan dan
saling menjelek-jelekkan sesamanya, bahkan malu menjadi bangsa
Indonesia", lanjut Hendro mengungkapkan keprihatinannya.
Sudah saatnya kita menggali kembali sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perjuanganya dalam mempertahankan Kemerdekaannya. Pasca 17 Agustus 1945, kedaulatan NKRI masih diusik oleh pihak Belanda yang tidak puas dengan keadaan ini. Ketidakpuasan penjajah Belanda terhadap Perjanjian Linggar Jati yang telah ditandatangani bersama dengan pemerintah RI pada tanggal 25 Maret 1947, diwujudkan dalam bentuk Agresi Militer beruntun, yaitu pada tanggal 21, 25, dan 27 Juli 1947. Dalam Agresi itu, pihak Belanda juga melakukan serangan udara terhadap lapangan-lapangan terbang di Jawa dengan tujuan melumpuhkan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Sudah saatnya kita menggali kembali sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perjuanganya dalam mempertahankan Kemerdekaannya. Pasca 17 Agustus 1945, kedaulatan NKRI masih diusik oleh pihak Belanda yang tidak puas dengan keadaan ini. Ketidakpuasan penjajah Belanda terhadap Perjanjian Linggar Jati yang telah ditandatangani bersama dengan pemerintah RI pada tanggal 25 Maret 1947, diwujudkan dalam bentuk Agresi Militer beruntun, yaitu pada tanggal 21, 25, dan 27 Juli 1947. Dalam Agresi itu, pihak Belanda juga melakukan serangan udara terhadap lapangan-lapangan terbang di Jawa dengan tujuan melumpuhkan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Pangkalan
Udara Maguwo, Yogyakarta, saat berlangsungnya Agresi militer Belanda
1947 tertutup kabut tebal, sehingga selamat dari serangan udara Belanda.
Puluhan pesawat rusak peninggalan Jepang yang kemudian diperbaiki
(dibandrek), dan menjadi modal awal untuk mendidik calon-calon penerbang
militer Indonesia, terhindar dari kehancuran. Petinggi AURI saat itu
tidak tinggal diam, kemudian Komodor Muda Udara Halim Perdanakoesoema
(Perwira Operasi AURI) mendapat perintah dari KASAU KOMODOR UDARA
Soerjadi Soerjadarma untuk menyusun rencana Operasi Udara Pertama, pukul
19.00 WIB tanggal 28 Juli 1947.
Perintah
Operasi disampaikan Halim Perdanakusuma kepada keempat Kadet penerbang
Angkatan I AURI, Moeljono, Soeharnoko Harbani, Soetarjo Sigit, dan
Bambang Saptoadji. Empat pesawat terbang disiapkan untuk melakukan
Operasi Udara tersebut, terdiri dari dua buah Churen, sebuah Hayabusha
dan sebuah Guntei. Namun sampai menjelang pemberangkatan pesawat
Hayabusha yang akan dikemudikan kadet penerbang Bambang Saptoadji
mengalami kerusakan sehingga tidak bisa ikut serta dalam Operasi.
Bambang Saptoadji sangat kecewa dan meminta kepada tiga rekannya untuk
digantikan tugasnya, namun tidak satupun diantara mereka yang mau
digantikan, dengan semangat juang yang tinggi mereka ingin melakukan
tugas bakti kepada Bangsa dan Negara
meskipun mengandung resiko.
meskipun mengandung resiko.
Selasa
dinihari 29 Juli 1947, pukul 03.45, tiga pesawat yang akan melakukan
serangan udara lepas landas dari Maguwo. Kadet Penerbang Moeljono
didampingi penembak udara Rachman menggunakan pesawat pembom Guntei,
lepas landas yang pertama, dibelakangnya menyusul dua buah pesawat
Churen, masing-masing dengan penerbang kadet Soetardjo Sigit dengan
penembak udara Soetardjo, serta kadet penerbang Soeharnoko Harbani
dengan penembak udara Kaput. Sesuai perintah, Kadet Moeljono mendapat
tugas menyerang pelabuhan laut Semarang, sementara Soetardjo Sigit dan
Soeharnoko Harbani yang bertindak sebagai wingman menyerang tangsi
Belanda di Salatiga. Namun dalam penerbangan di kegelapan pagi hari di
atas Maguwo, Kadet Soeharnoko Harbani kehilangan pesawat Soetardjo Sigit
yang menjadi leadernya, Karena tidak ingin membuang waktu, Soeharnoko
Harbani memutuskan untuk langsung terbang ke Salatiga melalui rute
lereng timur Gunung Merapi,
dari ketinggian terbang pesawatnya, Soeharnoko Harbani melihat lampu-lampu kota Ambarawa, segera pesawat Churen diarahkan ke arah timur kota, Soeharnoko tahu bahwa di sana terdapat tangsi-tangsi Belanda. Serangan udara dimulai dengan dua bom 50 kilogram yang dijatuhkan di Ambarawa, setelah itu segera pesawat Churen diarahkan kembali ke Maguwo melalui rute berangkat yang merupakan jarak terpendek, hal itu dilakukan untuk menghindari pesawat-pesawat tempur Belanda yang dipastikan akan mengejarnya. Pesawat Churen Soeharnoko-Kaput mendarat paling awal di Maguwo, disusul pesawat Soetardjo dan Moeljono.
dari ketinggian terbang pesawatnya, Soeharnoko Harbani melihat lampu-lampu kota Ambarawa, segera pesawat Churen diarahkan ke arah timur kota, Soeharnoko tahu bahwa di sana terdapat tangsi-tangsi Belanda. Serangan udara dimulai dengan dua bom 50 kilogram yang dijatuhkan di Ambarawa, setelah itu segera pesawat Churen diarahkan kembali ke Maguwo melalui rute berangkat yang merupakan jarak terpendek, hal itu dilakukan untuk menghindari pesawat-pesawat tempur Belanda yang dipastikan akan mengejarnya. Pesawat Churen Soeharnoko-Kaput mendarat paling awal di Maguwo, disusul pesawat Soetardjo dan Moeljono.
Serangan
Udara pertama yang dilakukan dinihari tanggal 29 Juli 1947 oleh kadet
penerbang AURI berhasil dengan baik serta menimbulkan dampak yang besar.
Pertama: Dampak Psikologis: menimbulkan kekhawatiran pihak
Belanda perihal kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia, sebab
seminggu sebelum peristiwa tersebut, pesawat-pesawat AURI telah
dihancurkan melalui agresi militer tanggal 25 dan 27 Juli 1947.
Sebaliknya bagi pejuang Indonesia, peristiwa serangan udara AURI itu
mampu menguatkan tekad dan semangat juang
serta memperkuat keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuan bangsa Indonesia. Kedua: Dampak Politis: Memojokkan posisi Belanda dan mengurangi kepercayaan PBB terhadap provokasi yang dilakukan sebelumnya.
Sebaliknya, peristiwa itu semakin memperkuat posisi Indonesia dan sekaligus menunjukkan bahwa Negara Indonesia masih ada serta perjuangan rakyatnya untuk tetap MERDEKA masih berlanjut. HAl itu memacu dukungan politis Internasional yang semakin besar terhadap perjuangan Bangsa Indonesia.(VEY-LJ/ editor: M-LJ)
serta memperkuat keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuan bangsa Indonesia. Kedua: Dampak Politis: Memojokkan posisi Belanda dan mengurangi kepercayaan PBB terhadap provokasi yang dilakukan sebelumnya.
Sebaliknya, peristiwa itu semakin memperkuat posisi Indonesia dan sekaligus menunjukkan bahwa Negara Indonesia masih ada serta perjuangan rakyatnya untuk tetap MERDEKA masih berlanjut. HAl itu memacu dukungan politis Internasional yang semakin besar terhadap perjuangan Bangsa Indonesia.(VEY-LJ/ editor: M-LJ)
Sumber: Relief pada dinding MUSEUM PUSAT TNI AU DIRGANTARA MANDALA, MONUMEN PERJUANGAN TNI AU, NGOTO, BANTUL YOGYAKARTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar