Melaksanakan terjun payung untuk
pertama kali dari pesawat, bagi siapapun jelas merupakan pengalaman yang
paling mendebarkan. Bagi Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) Tingkat
II, kegiatan terjun payung merupakan materi wajib yang harus diikuti.
Mereka mengikuti pendidikan Susparadas (Kursus Para Dasar) selama satu
bulan di Skadron Pendidikan (Skadik) 204 yang berada di Lanud Sulaiman,
Bandung.
Komandan Skadik 204 Mayor Psk Ahmad Sunawan S. Qodri
menjelaskan, Susparadas dilaksanakan selama satu bulan di Lanud Sulaiman
dengan jumlah pelajaran mencapai 192 jam pelajaran. Terbagi dalam 50
jam pelajaran teori (ground training) serta 142 jam latihan (drill) teknis. Pendidikan teori dilaksanakan di kelas dengan sedikit praktik. Sementara drill
teknis dilakukan di luar kelas atau lapangan. Dalam latihan ini sebelum
melaksanakan penerjunan para taruna belajar di simulator kemudi,
simulator mock up untuk exit, dan lainnya.
Praktik terjun payung dari pesawat dilaksanakan pada
minggu keempat pendidikan. Para taruna harus melaksanakan tujuh kali
penerjunan. Pertama, terjun dari pintu pesawat sebelah kiri. Kedua,
terjun dari pintu pesawat sebelah kanan. Ketiga, terjun cepat dari pintu
sebelah kiri. Keempat terjun cepat dari pintu sebelah kanan. Kelima,
terjun dengan membawa perlengkapan (ransel dan senjata). Keenam, terjun
malam. Dan ketujuh, penerjunan dari dua pintu pesawat. “Kiri-kanan,
kiri-kanan, dengan interval sekira 3-4 detik,” ujar Qodri menerangkan.
Penerjunan dilaksanakan menggunakan parasut statik MC-11C dari pesawat
C-130 Hercules dengan ketinggian 1.500 kaki dan kecepatan 120 knot.
Tak terlupakan
Penerjunan pertama bagi semua Taruna AAU selain mendebarkan juga
merupakan pengalaan yang tak terlupakan. “Kita misalnya selama ini naik
pesawat yang pintunya selalu tertutup. Tapi ketika penerjunan pintu
pesawatnya terbuka. Apalagi kalau belum pernah naik pesawat Hercules,
sekalinya naik langsung disuruh terjun, dan itu pun saya alami
sendiri,” ujar Qodri, alumni AAU 1997 menjabarkan sambil tertawa.
Tidak heran, pada saat dilaksanakan penerjunan Paradas yang pertama,
macam-macam ekspresi para taruna pun terlihat. Ada yang diam, pucat,
atau komat-kamit. “Di sinilah pelatih berperan untuk membangkitkan
semangat dan nyali para mereka. Misalnya dengan membuat yel-yel atau
nyanyian agar siswa tidak terlalu ketakutan,” tambahnya.
Malam hari sebelum penerjunan pertama dilaksanakan, para taruna
diberi pembekalan akhir dan setelah itu disuruh istirahat pada jam
21.00. Pada jam 03.00 mereka dibangunkan dan kemudian melakukan
persiapan. Setelah sholat subuh, sekira jam 05.00 pagi para taruna
dibawa menuju ke Lanud Husein Sastranegara di mana pesawat Hercules sudah menunggu. Pesawat terbang dari Lanud Husein dan menerjunkan para taruna di atas landasan rumput Lanud Sulaiman.
Sebelum para taruna melaksanakan penerjunan, beberapa instruktur
terjun lebih dahulu. Tujuannya, selain untuk memastikan kondisi cuaca
bagus, juga untuk memberikan contoh kepada mereka. Sebagai Komandan
Skadik 204, Qodri bahkan selalu bertindak selaku drifter atau
penerjun pertama, setelah itu diikuti para instruktur. Dalam waktu 1,5
menit mereka sudah mendarat di lapangan rumput. Setelah semua dirasa
oke, barulah giliran para taruna melakukan penerjunan.
Pemilihan siapa taruna pertama yang harus melakukan penerjunan,
sepenuhnya berdasarkan penilaian dan pertimbangan para pelatih. Para
taruna dinilai selama melakukan drill teknis, demikian juga faktor psikologisnya. “Walaupun, pada faktanya, taruna yang mahir melakukan drill
teknis belum jaminan terjunnya paling baik. Mahir di darat, belum tentu
juga mahir di udara. Sebaliknya, ada yang saat di darat takut, tapi pas
terjun malah bagus,” tambah Qodri. Pada penerjunan berikutnya, para
pelatih pun mengacak susunan penerjunan, sehingga taruna yang sudah
melakukan penerjuanan pertama, berikutnya diganti dengan yang lain.
“Masalahnya ini kan terjun, kalau yang pertama loncat ketakutan, ini
akan memengaruhi interval waktu. Sedangkan pesawat terus melaju.”
Qodri memaparkan, kemahiran taruna dinilai dari lima hal. Teknik melipat payung, teknik exit,
teknik mengemudikan parasut, teknik mendarat, dan teknik mengepaskan
pemakaian payung, ransel, dan senjata. Mengingat panjang landasan
rupmput Lanud Sulaiman yang 1.000 meter, satu sorti penerjunan biasanya
dilaksanakan tiga atau empat run. Setiap run terdiri dari 12-14
taruna. Setelah itu pesawat berputar dan kemudian menerjunkan lagi run
berikutnya. “Pada setiap run, terdapat satu instruktur pokok, biasanya
perwira menenah, dan lima instruktur pembantu pelatih,” lanjutnya.
Faktor mental
Lalu bagaimana bila menjelang loncat taruna malah ketakutan? “Tetap
diterjunkan, pelatih akan mendorongnya,” terang Qodri. “Ketakutan
biasanya muncul karena faktor mental saja. Toh semua pelajaran dan drill teknis sudah diajarkan. Awalnya saja takut, setelah loncat dan parasut mengembang, besoknya dia sudah berani untuk terjun.”
Memang tidak dipungkiri, selama empat detik pertama penerjunan
biasanya siswa Susparadas memang “blank”. Namun begitu payung statik
yang sudah dirancang mengembang secara otomatis, siswa kemudian langsung
sadar dan kemudian mengemudikan payungnya. “Teknik loncat yang kadang
para taruna lupa walaupun sudah diajarkan,” kata seorang pelatih. Pada
saat loncat dari pintu kiri, maka siswa harus loncat dengan kaki kiri
terlebih dahulu. Ini untuk menghindari twist atau putaran
tubuh. “Sama seperti kalau kita turun dari bisa yang sedang melaju,
walaupun pelan tapi kalau kaki kanan duluan, maka kita akan terguling,”
ujarnya.
Pada saat terjun, kaki harus dirapatkan mengingat ketinggian terjun
yang rendah dan tumpuan kaki ke tanah yang harus sama. Usai menjejak
tanah, siswa harus langsung menggulingkan tubuhnya dengan baik. Ini
untuk menghindari tekanan yang keras yang dapat mengakibatkan kaki
patah.
Susparadas bagi taruna AAU merupakan kurikulum wajib. Bila gagal,
siswa harus mengulang lagi tahun berikutnya. Sebaliknya, mereka yang
lulus di akhir pendidikan akan mengikuti upacara wingday dan
mendapatkan brevet terjun Para Dasar. Bulan lalu pendidikan Susparadas
A-175 dilaksanakan oleh 113 siswa terdiri dari 97 siswa Taruna AAU dan
16 siswa PSDP Sekbang. Selain Taruna AAU, Taruna PSDP alias siswa
penerbang militer jalur cepat ini juga wajib mengikuti Susparadas.
Ada satu yang unik setiap pelaksanaan terjun Susparadas, yaitu ada
satu pelatih yang bertugas memberikan instruksi melalui pengeras suara
kepada para taruna yang sedang terjun. Dibilang unik karena intonasinya
instruksinya terdengar lucu dan kadang seperti reporter sepakbola.
Perintahnya tegas namun meliuk-liuk dan tidak menakutkan. “Kaki rapat,
kaki rapaaat, kaki rapaaat.., tarik kemudi kanaaan,” ujar Serma
Masdukin, sang pelatih yang meberikan instruksi. Semua yang menyaksikan,
termasuk beberapa orang tua siswa, kadang berdebar kadang juga
tertawa-tawa. Nyatanya, cara ini sudah dilakukan sejak dahulu dan itu
menjadi semacam tradisi yang turun-temurun diteruskan. Seru dan
menggelitik. (Roni Sontani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar