Luasnya wilayah perairan Indonesia
membutuhkan perhatian tersendiri. Utamanya menyangkut pertahanan dan
kedaulatan negara. Hanya saja, jumlah kapal perang yang dimiliki TNI
Angkatan Laut untuk menjaga seluruh perairan, masih jauh dari ideal.
Realitas pepereangan modern menuntut bahwa sebuah kapal perang mampu
untuk bertarung sendiri di tengah lautan menghadapi segala ancaman yang
ada.
Saat ini Negara kita masih mengandalkan
Van Speijk Class dan Sigma Class untuk menghadapi tuntutan tersebut.
Pemerintah pun melakukan kerjasama dengan Damen Schelde Naval
Shipbuilding (DSNS) Belanda untuk pembuatan 2 Kapal PKR/Fregate. Dalam
kerjasama ini akan disertakan dengan Transfer Of Technology kedepan
Negara kita sudah bisa membangun Kapal perang besar secara mandiri.
Kembali lagi ke perang modern, untuk
memenuhi kualitas kapal perang tersebut diperlukan radar yang mampu
mendeteksi kapal dalam radius tertentu, rudal SSM, dan SAM. Dan jangan
lupa, dalam filosofi TNI AL helikopter juga penting untuk kepanjangan
mata dan telinga KRI.
Saat ini negara-negara tetangga mulai
menambah armada kapal selam mereka. Seperti Australia yang berencana
menambah 12 kapal selam dan Singapura dengan tipe 218SG buatan Jerman.
Untuk menjaga KRI kita jika terjadi ancaman maka diperlukan Helikopter
ASW/AKS (Anti Kapal Selam).
Pada pagelaran demo alutsista Koarmatim
TNI AL pada beberapa waktu lalu, Skadron 400 Anti Kapal Selam Penerbal
menunjukan atraksi memburu kapal selam menggunakan helikopter Dauphin
buatan Eurocopter. Padahal sejak era 90-an kita sudah tidak memiliki
lagi helicopter AKS.
Pada tahun 1960-an, negara kita memiliki
helicopter pemburu kapal selam seperti MI-4 buatan Mil OKB, Uni Soviet
(sekarang Rusia) dan Westland Wasp HAS MK1 buatan Inggris. Melalui
pertunjukan kemarin bisa diartikan bahwa saat ini negara kita darurat
helicopter AKS.
Dalam MEF pertama direncanakan Kemenhan
akan membeli 11 helikopter AKS untuk Puspenerbal. Berbagai tipe sudah
menyebar di media seperti AW 159 buatan Lynx Wildcat Inggris atau AS-565
Panther Eurocopter adalah calon kandidat alutsista Skadron 100 yang
akan dihidupkan kembali. KSAL, Laksamana Marsetio pada 22 Februari 2013
menargetkan Helikopter AKS akan meramaikan HUT TNI pada bulan Oktober
2014 ini.
“Kami harapkan helikopter anti kapal selam tersebut sudah bisa menjadi kebanggan pada saat peringatan hari jadi TNI tahun 2014,” kata Marsetio di Sidoarjo.
Sayangnya, pada beberapa hari lalu,
melalui juru bicaranya, Laksamana Pertama Untung Suropati mengatakan
bahwa pengadaan Helikopter AKS terkendala masalah anggaran karena
mahalnya peralatan dan persenjataan. Namun, Untung menuturkan Helikopter
AKS mutlak atau wajib mengisi TNI AL.
“Karena apapun kita ini negara
maritim yang begitu luas. Laut kita bayangin aja 5.8 juta kilometer, ini
bukan pekerjaan mudah untuk angkatan laut, untuk mengawal sekaligus
melindungi lautnya. Padahal filosofi kita khususnya pesawat udara dalam
hal ini helikopter AKS sebagai kepanjangan mata dan telinga dari KRI,” ungkap Untung.
Pada beberapa hari lalu, penulis bertemu
dengan orang nomer dua di Kemenhan. Saat ditanya masalah helicopter
AKS, bapak ini pun mengatakan bahwa hingga kini belum ada bentuk
permintaan dari Mabes TNI. Namun, rencana pengadaan helicopter AKS tetap
berjalan.
“Sampai sekarang belum masuk,
prosedurnya itu dari tim analisa dan evaluasi pengadaan membawa proposal
spesifikasinya ke Mabes TNI lalu dari Mabes TNI dibawa ke Kemenhan. Nah
disini kita akan mencocokan dengan kebutuhan dan anggaran yang ada,” tuturnya.
Negara-negara tetangga Indonesia pun
telah melengkapi helikopter AKS di kapal perangnya seperti Singapura
menggunakan Sikorsky S-70B Seahawk, Australia Sikorsky MH-60R dan
Malaysia dengan Super Lynx. Filipina sendiri berencana membeli
Helikopter AKS AgustaWestland 159 (AW-159). (By Jalo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar