Minggu, 23 Maret 2014

Memperkuat Hankam


Salah satu elemen esensial dalam sebuah negara adalah pertahanan dan keamanan (hankam). Sebuah negara akan mampu mempertahankan kedaulatannya jika memiliki hankam yang kuat. Pembangunan hankam tentu saja harus menitikberatkan pada aspek kesinambungan. Di masa menjelang pergantian kepemimpinan nasional saat ini, kita patut mengingatkan agar hal tersebut menjadi perhatian siapa pun yang akan menjadi presiden di masa mendatang.
Terkait pembangunan hankam adagium ci vis pacem para bellum yang dikemukakan penulis militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Renatus, telah disepakati semua negara berdaulat. Adagium itu bermakna, jika ingin damai bersiaplah perang.
Penyiapan perang bukanlah upaya perlombaan senjata dan provokasi untuk menciptakan perang. Menyiapkan perang adalah perbaikan dan peningkatan kualitas sistem hankam, baik mencakup aspek sumber daya manusia maupun persenjataan, untuk menjaga kedaulatan negara. Kementerian Pertahanan telah memiliki blue print mengenai rencana pembangunan pertahanan hingga tahun 2029. Dalam blue print itu sudah memuat doktrin, strategi dan target pertahanan bangsa ini. Dengan adanya blue print itu maka pemerintah berikutnya tinggal meneruskan sistem pertahanan yang ada dan ditambahkan sesuai kebutuhan zaman. Dengan demikian, kesinambungan pembangunan hankam dapat terjaga.
Saat ini, Indonesia tengah membangun industri persenjataan. Sebab, kita yakin tidak ada satu negara pun di dunia yang memiliki kekuatan pertahanan tanpa dukungan industri persenjataan. Hanya dengan industri persenjataan yang kuat, sebuah negara mampu meningkatkan kekuatan pertahanannya.
Sesuai UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan, semua alutsista harus diproduksi di dalam negeri. Impor hanya untuk senjata dan alutsista yang tidak bisa diproduksi di dalam ngeri. Itu pun dengan syarat ada alih teknologi agar satu saat bisa diproduksi di dalam negeri. Indonesia kini sudah mampu memproduksi berbagai jenis senjata, panser, kapal laut, dan pesawat. Bersama Korsel, Indonesia menjajaki pembuatan kapal selam dan pesawat tempur.
Sebagai kekuatan utama hankam, salah satu persoalan klasik yang dihadapi TNI adalah pemenuhan alutsista, sebagai elemen paling penting bagi TNI untuk mengemban tugas menjaga kedaulatan dan integritas NKRI. Itulah mengapa, dalam berbagai kesempatan, semua kalangan, termasuk presiden, selalu menyerukan pentingnya TNI memodernisasi alutsistanya. Apalagi, kecelakaan hingga merenggut nyawa prajurit kerap terjadi, yang umumnya dipicu usia alutsista yang sudah uzur atau derajat keandalan dan keselamatan yang rendah akibat minimnya biaya perawatan.
Kebergantungan alutsista impor tentu tidak menguntungkan, dan bisa membahayakan kedaulatan kita sebagai bangsa. Sebab, sudah kerap terjadi negara produsen mengembargo pengiriman alutsista termasuk suku cadangnya, sebagai cara mendikte pemerintah untuk memenuhi apa yang mereka kehendaki. Hal tersebut tentu memperlemah kekuatan hankam nasional, mengingat aktivitas kemiliteran banyak dilakukan di medan berat dengan intensitas operasional yang tinggi, termasuk untuk latihan guna meningkatkan keahlian dan profesionalisme prajurit. Tidak ada pilihan lain, kondisi alutsista harus prima, dan itu menuntut perawatan dan ketersediaan suku cadang.
Itulah mengapa dari tahun ke tahun pemerintah selalu meningkatkan anggaran pertahanan. Tahun lalu pemerintah mengalokasikan Rp 77 triliun dan tahun ini bertambah menjadi Rp 83 triliun. Tentu tidak semua anggaran itu diserap untuk belanja alutsista, tetapi juga untuk gaji prajurit dan kebutuhan lainnya. Namun, dipastikan peningkatan anggaran tersebut juga untuk merespons kebutuhan alutsista menuju essential minimum force.
Dalam jangka panjang, seiring dengan tren pertumbuhan ekonomi yang membaik, Indonesia diharapkan menjadi negara dengan militer yang kuat. Ditargetkan, pada 2045, bertepatan dengan satu abad usai Republik ini, belanja alutsista bisa mencapai minimal 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), ditetapkan salah satu kegiatan utama di koridor ekonomi Jawa adalah industri alutsista. Saat ini, pemerintah sudah memiliki modal tiga BUMN strategis yang diberi mandat untuk menyiapkan alutsista TNI. Ketiganya adalah pertama, PT Dirgantara Indonesia (DI) yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan Udara dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan angkutan udara. Kedua, PT Pindad yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan Darat dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan persenjataan. Ketiga, PT PAL diarahkan untuk menyokong kebutuhan alutsista TNI Angkatan Laut. Dengan modal industri strategis untuk menopang alutsista ditambah peningkatan sumber daya manusia, diharapkan dapat menopang penguatan hankam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar