Selasa, 12 November 2013

Alutsista TNI dalam Pusaran Modernisasi

 
Kapal Selam Kilo buatan Rusia
Kapal Selam Kilo buatan Rusia

Indonesia kini memasuki era kebangkitan industri pertahanan, setelah sembilan tahun secara serius membangunnya. Indonesia telah mampu memproduksi sejumlah alutsista: Senjata api, Panser, Kapal Laut, dan kini tengah mempersiapkan pembuatan kapal selam dan pesawat tempur.
“Kita harus optimistis bahwa Indonesia bisa membangun industri pertahanan untuk menjaga wilayah NKRI serta menunjang stabilitas politik dan ekonomi,” ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam dialog dengan masyarakat Indonesia di Seoul, Korea Selatan, Minggu (10/11). Wakil Menteri Pertahanan berada di Seoul hingga Rabu (13/11) untuk mengikuti “Cyber Defence Conference” dan meninjau pabrik pembuatan T-50i Golden Eagle, pesawat tempur pesanan Indonesia yang dibuat Korea Selatan (Korsel).
Indonesia telah memesan satu skuadron -16 unit- pesawat T-50i dan pengiriman sedang berlangsung. Selain pesawat, Indonesia juga memesan kapal selam dari Korea Selatan. Saat ini, Indonesia sudah memiliki lima kapal selam dan sedang memesan tujuh kapal selam lagi. Korsel dipilih karena negara ini sejak awal menggunakan kapal selam buatan Jerman, sama seperti Indonesia. Kapal selam yang diproduksi Korsel merupakan pengembangan dari kapal selam Jerman.
Keputusan bekerja sama dengan Korsel membuat Indonesia akan lebih cepat menguasai teknologi pembuatan kapal selam. Lagi pula, kapal selam buatan Jerman yang kini dipakai akan mudah mendapat suku cadang dan perbaikan. Setelah kerja sama produksi di Korsel, pembuatan kapal selam akan dialihkanke Indonesia. “Kita akan menjadi negara pertama di ASEAN yang memproduksi kapal selam,” kata wamenhan.
Sesuai amanat UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan, lanjut Sjafrie, Indonesia harus memproduksi sendiri senjata dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di dalam negeri. Impor hanya untuk senjata dan alusista yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. “Itu pun dengan syarat harus ada alih teknologi agar dalam waktu tertentu, semuanya bisa diproduksi di dalam negeri. Alih teknologi sungguh menantang teknokrat dan profesional kita,” katanya.
“Kita tidak akan malu lagi saat latihan bersama sesama negara ASEAN, bahkan dengan negara lain di luar ASEAN, yang lebih maju. Kita bisa menunjukkan bahwa kita punya peralatan militer berat yang bagus. Senjata, panser, kapal, dan pesawat buatan Indonesia sudah diekspor. Semua kemampuan ini tinggal diitngkatkan,” ungkap Sjafrie menjawab pertanyaan para mahasiswa dan profesional asal Indonesia yang datang dari berbagai wilayah di seluruh Korsel.
Dalam 10 tahun terakhir, kata wamenhan, kemajuan persenjataan Indonesia cukup signifikan. Ini juga berkat alokasi anggaran untuk pertahanan yang meningkat. Dalam lima tahun, pemerintah mengalokaskan sekitar Rp 150 triliun untuk pertahanan. “Kita belum pakai semua karena Indonesia masih membutuhkan dana untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan pembangunan infrastruktur,” paparnya.
Seal Carrier Kendaraan Tempur Bawah Laut buatan Swedia, sejenis yang dimiliki Kopaska
Seal Carrier Kendaraan Tempur Bawah Laut buatan Swedia,  yang juga dimiliki Kopaska

Tiga Prinsip Universal
Mengutip Presiden SBY, Sjafrie mengatakan Indonesia memegang tiga prinsip plus satu dalam membangun bangsa dan menjaga kedaulatan negara. Pertama, kalau negara ingin kuat, politiknya harus bermartabat. Kedua, ekonomi harus tumbuh pesat. Ketiga, ada kemampuan pertahanan. “Yang harus mejadi perhatian adalah persatuan. Sepanjang ada persatuan, dalam negeri maupun yang di luar negeri, kita akan kuat,” kata Sjafrie.
Sistem pertahanan memberikan kontribusi terhadap politik dan ekonomi. Saat ini, di era global Indonesia harus meningkatkan pertahanan dan kerja sama. “Jika ingin damai, siaplah perang. Ini bukan berarti Indonesia menyiapkan perang. Tapi, sebagai negara besar dan berdaulat, kita harus mempunyai sistem pertahanan yang baik,” kata Sjafrie.
Indonesia, lanjutnya, menempuh empat kegiatan strategis untuk membangun sektor pertahanan:
Pertama, sistem pertahanan tidak hanya militer, melainkan juga nonmiliter.
Kedua, fokus pada pembangunan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan bela negara. Hal ini bisa dijalankan setiap orang lewat pekerjaan masing-masing, tanpa perlu menjadi TNI.
Ketiga, membangun sistem pertahanan setara dengan negara lain untuk melindungi bangsa dan negara. Indonesia harus membangun kekuatan militernya hingga menjangkau seluruh wilayah wilayah. “Peralatan militer dimodernisasi agar high mobility,” papar Sjafrie.
Keempat, membangkitkan kembali industri pertahanan. Indonesia sudah menguasai teknologi menengah dan kini sedang menapak menuju teknologi tinggi. “Untuk yang kemampuan yang tangible, kita masih menengah, tapi kemampuan intangible, kita sudah sangat tinggi,” ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. 
 JKGR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar