Senin, 25 November 2013

Australia yang lebih banyak bergantung pada Indonesia

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon mendarat di Pangkalan Utama TNI AU Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, Jumat (22/11). Lima F-16 Fighting Falcon bersama 60 personel di bawah pimpinan Komandan Wing 3 pangkalan udara itu, Kolonel Penerbang Minggit Tribowo, kembali ke markas menyusul penghentian latihan bersama di Australia akibat kasus penyadapan. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purnawirawan) Endriartono Sutarto, menilai adalah Australia yang lebih banyak bergantung pada Indonesia, di antaranya pada aspek keamanan teritorial Negara Kanguru itu.

"Ancaman terhadap Australia tidak mungkin datang dari arah Selatan. Di selatan itu adanya hiu. Hiu 'khan tidak mengancam," katanya, di Semarang, Senin.

Menurut dia, ancaman terhadap Australia justru berpotensi dari Utara, misalnya ada negara lain yang mau menyerang Australia pasti melewati Indonesia. Indonesia menjadi "gerbang" dalam hal ini.

Karena itu, kata dia, Australia memiliki kepentingan besar menjalin hubungan baik dengan Indonesia, sebab jika hubungan kedua negara buruk justru merugikan Negara Kanguru itu.

"Kalau buruk, maka Indonesia dengan mudah akan 'digunakan' negara lain yang punya kepentingan terhadap Australia yang tentunya merugikan negara itu," katanya.

Australia, melalui Interfet, pada 1999 berdiri paling depan saat jajak pendapat di Provinsi Timor Timur berujung pada kemerdekaan bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Saat itu, Sutarto berpangkat mayor jenderal TNI sebagai asisten operasi Panglima TNI. 

Terkait surat balasan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang sudah diterima Presiden Susilo Yudhoyono, dia menegaskan, Australia harus menyatakan permintaan maafnya.

"Tunggu saja perkembangannya, selama Pemerintah Australia tidak memberikan respons yang cukup atas permintaan pemerintah Indonesia maka pemerintah berkewajiban mengambil langkah lebih tegas," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar