Kamis, 21 November 2013

Australia Diminta Bersiap Hadapi Kebocoran Data Intelijen Lanjutan

Hubungan Australia-RI memburuk gara-gara dokumen yang Snowden bocorkan

Edward Snowden menikmati keindahan Sungai Moskow dari kapal yang berlayar di pusat kota.
Edward Snowden menikmati keindahan Sungai Moskow dari kapal yang berlayar di pusat kota. (REUTERS/Reuters TV/Pool)
Hubungan Indonesia dan Australia memburuk paska terkuaknya penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate) terhadap Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, istrinya, dan delapan pejabat tinggi RI lainnya. Rabu 20 November 2013, SBY mengumumkan dihentikannya kerjasama militer dan intelijen dengan Australia sampai Negeri Kanguru memberikan penjelasan resmi soal isu penyadapan itu.

Pakar pertahanan Australia, Philip Dorling, melalui surat kabar di Sydney telah mengingatkan kerugian yang diderita Australia dari pemutusan kemitraan oleh RI. Australia memerlukan kerjasama Indonesia dalam isu sensitif seperti penyelundupan manusia. Tanpa Indonesia sebagai ‘pagar’ Australia, ribuan imigran gelap tak hentinya memasuki negeri itu. “Jakarta dapat dengan mudah mempersulit posisi Australia,” kata Dorling.

Kesulitan Australia tak hanya berhenti pada penurunan derajat hubungan bilateral oleh Indonesia. Tak kalah serius, ujar Dorling, pemerintah Australia harus mengantisipasi kebocoran rahasia intelijen lebih lanjut oleh Edward J. Snowden. Mantan kontraktor Badan Intelijen Amerika Serikat (NSA) itulah yang mengungkap penyadapan Australia terhadap para pejabat Indonesia.

“Amat jelas materi yang dimiliki Snowden mencakup berbagai dokumen yang berhubungan dengan kepentingan intelijen Australia,” kata Dorling dalam analisisnya di Sydney Morning Herald. Ia yakin Snowden memegang rahasia intelijen Australia lebih banyak daripada yang sudah ia ungkapkan.

Oleh sebab itu Dorling meminta pemerintah Australia bersiap untuk skenario terburuk, yakni pembeberan aksi spionase Australia di seluruh Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Timur. Bila itu sampai terjadi, maka konsekuensi politik dan diplomatik yang dihadapi Australia akan jauh lebih luas.

Beberapa waktu lalu Fairfax melaporkan, data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia terentang dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, sampai Papua Nugini.
Jangan Remehkan
Luasnya aksi spionase yang dilakukan Australia selama ini – dan fakta bahwa hal itu terungkap ke publik internasional, diharapkan menyadarkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott bahwa isu ini tak bisa diremehkan. Abbott diminta segera mengambil alih kendali dari situasi yang kian memburuk.

“Tony Abbott tak boleh menunda meminta maaf kepada Indonesia. Lebih penting lagi, ia harus menggelar penyelidikan berskala besar terhadap badan dan agen-agen intelijen Australia,” kata Dorling. Ia pun mengusulkan Abbott membentuk komisi independen untuk melakukan investigasi tersebut.

Selain itu Dorling meminta para agen DSD di Kedutaan Australia di Jakarta untuk segera berkemas dan meninggalkan Indonesia. “Pernyataan (Abbott) bahwa semua negara mengumpulkan informasi intelijen sama sekali tidak membantu memperbaiki situasi,” kata dia.

Indonesia benar-benar merealisasikan ancamannya untuk menurunkan derajat hubungan dengan Australia. “Saya minta hentikan dulu pertukaran informasi intelijen, hentikan coordinated military operation untuk menghentikan people smuggling di wilayah lautan. Tidak mungkin kita melakukan itu (latihan bersama Australia) jika ada penyadapan terhadap tentara atau terhadap kita semua,” kata Presiden SBY dalam konferensi persnya di Kantor Presiden, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar