Senin, 25 November 2013

UAV untuk Intai Udara: Mungil, Praktis, Tak Perlu Penerbang


Betapa pun sederhana, alutsista buatan sendiri punya deterrent tinggi. Ke depan TNI akan banyak menggunakan UAV buatan dalam negeri untuk intai taktis.

Aaron Cross harus putar otak “mengalahkan” kelincahan MQ-9 Reaper yang dikirim dinas intelijen AS untuk menghabisi nyawanya. Eksekutor untuk operasi terselubung ini harus dimatikan, tapi ia tahu kelemahan pesawat nirawak bersenjata itu. Adegan saling telikung ala negara yang sudah maju ini pun jadi bagian paling seru dalam The Bourne Legacy – sekuel ke-4 dari petualangan Jason Bourne, salah satu film laris besutan Holywood  tahun 2012.

Benarkah kini pesawat nirawak alias Unmanned Aerial Vehicle bisa dikerahkan untuk misi pembunuhan? Meski kebenaran kisah dalam film kerap dipertanyakan,  nyatanya dinas intelijen AS memang sudah menyerahkan misi pemusnahan ke pundak pesawat  yang cukup dikendalikan via satelit ini. Kepercayaan kian meninggi karena teknologi telah memungkinkan  UAV kian presisi dengan jangkauan terbang  yang makin jauh.

Meski tidak bisa menggantikan seluruh fungsi pesawat tempur dan pesawat pengintai berawak, faktanya UAV kian banyak dioperasikan berbagai angkatan bersenjata. Seperti dilansir Popular Science, kini di dunia setidaknya ada 7.000 UAV yang dioperasikan untuk misi kombatan. UAV memang bisa dikerahkan untuk membunuh, tetapi sebagian besar masih diandalkan untuk tugas pengintaian.

Dengan demikian memang menarik mendengar kabar bahwa TNI juga memiliki minat tinggi mengakuisisi alut sista modern ini. Desas-desus ke arah ini sudah terdengar sejak 1996, setelah Kopassus menggunakannya dalam operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Papua. Sejak itu usaha untuk membeli pesawat yang cukup dikendalikan dari jarak jauh ini terus menggelinding. Ketertarikan ini secara tak langsung ikut memacu litbang dan industri untuk menggubah buatan sendiri.

Wulung dan LSU-02
Salah satu yang kemudian ditawarkan kepada TNI adalah Wulung.  Pesawat Udara Nir Awak dengan panjang badan 4,32 meter dan bentang sayap 6,34 meter yang mampu menjelajah sampai 200 kilometer ini adalah primadona dalam ajang Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-18, 29 Agustus – 1 September lalu di TMII, Jakarta. Kementerian Pertahanan dikatakan tertarik membeli, dan BPPT-PT LEN-PT Dirgantara Indonesia dilaporkan sedang berkolaborasi menuntaskan model BPPT01A-200-PA7 yang dianggap cocok untuk keperluan TNI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar