Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88)
Polri telah menjadi operator penyadapan yang dilakukan intelijen
Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tokoh Indonesia
lainnya.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen, Umar Abduh, kepada intelijen
(20/11), menanggapi bocoran data intelijen yang diobral mantan agen
CIA, Edward Snowden. “Penyadapan intelijen Australia melibatkan Densus
88,” ungkap Umar.
Menurut Umar, pusat operasi penyadapan intelijen Australia di
Indonesia berada di salah satu bagian gedung Badan Narkotika Nasional
(BNN), Cawang, Jakarta Timur. “Pusat penyadapan itu dikomando dari
gedung BNN,” ungkap Umar.
Umar mengungkapkan, sejak tujuh tahun lalu, Indonesia ikut
menandatangani “Pakta Kesetiaan”, Joint Inter Agency Counter Drug
Operation Center (JIACDOC), dengan Amerika Serikat, Kanada, Australia,
Selandia Baru dan Jepang.
“Bersama AS, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Jepang, Indonesia
siap dan rela dimonitor atau disadap melalui program bantuan JIACDOC.
Dit IV/Narkoba membentuk JIACDOC, dengan bantuan US–DEA dan NSA dii
beberapa kota Indonesia,” ungkap Umar.
JIACDOC, kata Umar, diimplementasikan dalam bentuk pengembangan suatu
pusat data computer yang dapat dipakai oleh agensi atau badan penegakan
hukum yang bergerak di bidang narkoba dengan bantuan pihak pihak yang
terkait.
Pusat data JIACDOC berada di bawah payung dan koordinasi BNN.
Sementara anggotanya terdiri dari pihak Polri, Bea Cukai, Imigrasi,
Hubla Dephub dan pihak Otorita Pelabuhan Udara (Angkasa Pura).
“Survey/assesment oleh Team Teknis dan Penilai (Engineering &
Assesment Team) dari DEA sejumlah 7 orang dan dari Polri 1 ( satu) orang
yang akan meninjau ke lokasi Pusat JIACDOC,” pungkas Umar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar