Badan Intelijen Negara (BIN) mendalami informasi soal fasilitas
penyadapan yang ada di Kedubes Amerika Serikat (AS) di Jakarta. BIN akan
mengkroscek langsung kepada pihak Kedubes AS.
"Terkait kemungkinan penyadapan oleh Amerika Serikat, BIN sedang melakukan pendalaman informasi tersebut dengan meminta penjelasan counterpart Amerika Serikat yang ada di Jakarta," ujar Kepala BIN Marciano Norman dalam pernyataannya, Kamis (31/10/2013).
Marciano mengatakan pihaknya juga sedang mencari bukti dari berbagai sumber lainnya. "Sebab, informasi dari sumber terbuka harus dikroscek dengan sumber lainnya, sehingga hasilnya akan dapat memberikan gambaran mengenai ada tidaknya penyadapan tersebut," jelasnya.
BIN, lanjut Marciano, mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan memanggil Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedubes Amerika Serikat di Jakarta untuk memperoleh klarifikasi resmi. Apabila klarifikasi tersebut menunjukkan indikasi positif, maka pemerintah Indonesia akan mengajukan protes keras terhadap pemerintah Amerika Serikat atas keberadaan fasilitas penyadapan tersebut.
"Karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap etika diplomasi dan kedaulatan Indonesia yang tidak selaras dengan hubungan baik yang selama ini telah dibina oleh kedua negara. Diharapkan masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk melakukan pendalaman terhadap isu ini," ungkapanya.
The Sydney Morning Herald sebelumnya menulis,Amerika Serikat (AS) menyadap sambungan telepon dan memata-matai komunikasi dari kedutaannya di Asia, termasuk Indonesia. Dikabarkan, Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi salah satu basis aktivitas penyadapan di Indonesia.
Informasi aktivitas spionase ini berhembus dari Edward Snowden. Sang whistleblower internasional itu mengungkap peta 90 fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia. Dari jumlah itu, tersebutlah nama kota Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, dan Yangon.
"Terkait kemungkinan penyadapan oleh Amerika Serikat, BIN sedang melakukan pendalaman informasi tersebut dengan meminta penjelasan counterpart Amerika Serikat yang ada di Jakarta," ujar Kepala BIN Marciano Norman dalam pernyataannya, Kamis (31/10/2013).
Marciano mengatakan pihaknya juga sedang mencari bukti dari berbagai sumber lainnya. "Sebab, informasi dari sumber terbuka harus dikroscek dengan sumber lainnya, sehingga hasilnya akan dapat memberikan gambaran mengenai ada tidaknya penyadapan tersebut," jelasnya.
BIN, lanjut Marciano, mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan memanggil Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedubes Amerika Serikat di Jakarta untuk memperoleh klarifikasi resmi. Apabila klarifikasi tersebut menunjukkan indikasi positif, maka pemerintah Indonesia akan mengajukan protes keras terhadap pemerintah Amerika Serikat atas keberadaan fasilitas penyadapan tersebut.
"Karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap etika diplomasi dan kedaulatan Indonesia yang tidak selaras dengan hubungan baik yang selama ini telah dibina oleh kedua negara. Diharapkan masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk melakukan pendalaman terhadap isu ini," ungkapanya.
The Sydney Morning Herald sebelumnya menulis,Amerika Serikat (AS) menyadap sambungan telepon dan memata-matai komunikasi dari kedutaannya di Asia, termasuk Indonesia. Dikabarkan, Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi salah satu basis aktivitas penyadapan di Indonesia.
Informasi aktivitas spionase ini berhembus dari Edward Snowden. Sang whistleblower internasional itu mengungkap peta 90 fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia. Dari jumlah itu, tersebutlah nama kota Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, dan Yangon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar