Jumat, 01 November 2013

Penyadapan Oleh AS Sungguh Mengecewakan

Penyadapan  itu jelas meriusaukan pejabat pemerintah Indonesia. Karena itu sudah selayaknya Kemenlu protes keras.
JAKARTA-(IDB) : Informasi aksi spionase yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat di Indonesia mendapat perhatian luas dari publik dalam negeri. Publik menuding AS telah melanggar tata krama diplomasi internasional untuk hubungan dua negara yang selama ini berjalan baik. 
Kali ini giliran Wakil Ketua  MPR Hajriyanto Y Thohari yang mengecam perilaku intelejen AS itu. Ia  menegaskan, jika informasi penyadapan yang dilakukan AS di Indonesia itu betul,  maka pemerintah memang harus memprotes tindakan tersebut.


Karena itu, Kedutaan Besar AS di Indonesia harus segera mengklarifikasi masalah ini. Dan jika informasi itu benar, "Pemerintah Indonesia tentu berhak kecewa dan marah atas penyadapan pembicaraan para pejabat negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Kedubes AS," ujar Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Kamis (31/10).
Menurut Hajriyanto, tidak selayaknya kedutaan besar, apalagi AS yang memiliki hubungan baik dengan Indonesia, melakukan hal-hal yang tak terpuji tersebut. "Karena itu saya juga berharap, agar Kementerian Luar Negeri segera meminta mengklarifikasi," tegasnya.
Menghadapi aksi penyadapan itu, aparat keamanan dalam negeri juga perlu segera mengevaluasi atas sistem keamanan negara dari upaya penerobosan dan spionase pihak lain.
"Setelah kejadian ini, mestinya ada evalusi serius dari aparat keamanan kita, untuk lebih memproteksi dalam menjaga keamanan negara. Termasuk menelusuri dugaan aksi mata-mata yang dilakukan negara lain," tegasnya.

Seperti diberitakan, Kedutaan Besar Amerika di Jakarta masuk dalam daftar 90 pos yang disebut memiliki fasilitas penyadapan. Informasi ini berdasarkan keterangan mantan analis Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Edward Snowden. Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangon adalah lokasi lain di Asia yang disebut dalam daftar itu sebagai pos penyadapan Amerika.
Antisipasi Penyadapan, Intelijen Harus Kerja Optimal
Isu penyadapan telepon oleh AS juga terjadi di Indonesia. Aparat intelijen pun diminta kewaspadaannya.
Anggota Komisi I DPR RI Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mendukung langkah  Kemenlu sampaikan  protes keras terhadap pihak Amerika Serikat (AS). Negeri adidaya itu memang layak dikecam lantaran menyadap sambungan telepon di Tanah Air. 
Susaningtyas menilai, aksi sadap itu jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai persahabatan kedua negara dan prinsip saling menghargai sebagai sesama negara berdaulat. 

"Tentunya kita sebagai negara berdaulat harus mengantisipasi adanya spionase tersebut. Jadi early warning harus dilakukan secara lebih luas," ujar Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati di Jakarta Kamis (31/10).

Paska terungkapnya informasi aktivitas spionase yang dilakukan AS di Indonesia, maka aparat negara seperti BIN, Bais TNI dan intelejen Polri, mesti meningkatkan kewaspadaannya. "Bukan hanya Kementerian Luar Negeri(Kemenlu) yang harus mengantisipasi. Harus terintegrasi BIN, Baintelkam Polri, Kemenlu dan lainnya," imbuhnya, panjang lebar.

Seperti diketahui Kedutaan Besar AS di Jakarta masuk dalam daftar 90 pos yang disebut memiliki fasilitas penyadapan, berdasarkan keterangan mantan analis Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Edward Snowden. Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangon adalah lokasi lain di Asia yang disebut dalam daftar pos penyadapan Amerika.

Kabar soal daftar tersebut dikutip antara lain oleh koran terbitan Australia Sydney Morning Herald dan beberapa media lainnya. Namun sampai saat ini belum ada konfirmasi dari Kedutaan Besar AS terkait hal ini. 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, menyatakan, bahwa Indonesia tidak dapat menerima dan memprotes keberadaaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar AS di Jakarta.
"Indonesia mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," ujar  Marty Natalegawa, Rabu (30/10).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar