UAVs RQ-4 Global Hawk (foto : hizook.com)
Pemerintah Jepang semakin serius menanggapi ulah militer China,
yang telah mengirimkan kapal perangnya untuk mengontrol dan menekan
kapal perang pasukan bela diri Jepang dari kelompok pulau-pulau tak
berpenghuni di Laut China Timur yang dikenal sebagai Senkaku (di Jepang)
dan Diaoyu (di China). Selain itu Jepang juga mengharapkan memiliki
pesawat pengintai tanpa awak (UAVs/drone) untuk memonitor
pergerakan kapal AL China. Bukan tidak mungkin justru China kini yang
sudah mengirimkan pesawat intai tanpa awaknya di kawasan tersebut untuk
memata-matai AL Jepang.
Jepang dilaporkan oleh media setempat
merasa sangat terganggu dan terancam dengan tindakan militer China yang
terus bertindak sewenang-wenang, dan setiap saat akan dapat menimbulkan
situasi yang tidak terduga. AU Jepang terus mengawasi pesawat
peringatan dini China yang terbang di atas perairan internasional antara
selatan pulau Okinawa Jepang dan luar pulau yang relatif dekat dengan
wilayah sengketa. Dalam waktu yang bersamaan, Jepang Coast Guard
melaporkan munculnya empat kapal penjaga pantai China yang bersenjata
didekat pulau Senkaku dan Diaoyu.
Menghadapi ancaman China, Jepang tidak
berdiam diri. Kyodo News/AP (26/7) melaporkan bahwa Pemerintah Jepang
mengatakan dalam buku putih pertahanan, Jepang akan meningkatkan
kemampuan pesawat intai tanpa awak (UAVs) atau unmanned aerial vehicles jarak jauh, yang dapat terbang tinggi serta kemampuan amfibi pasukan marinir pertahanan pulau.
AS dalam mengoperasikan beberapa macam
jenis UAV, dalam praktek pertempurannya telah memberikan wewenang
kepada CIA untuk mengendalikan skadron bersama-sama US Air Force.
Operasi intelijen (pulbaket, pengumpulan bahan keterangan, serta
serangan udara UAV) yang dilakukan AS di Afghanistan, Pakistan, Yaman,
Iran dan bahkan di Korea Utara dilakukan dengan beberapa type UAV/drone
seperti Predator, Sentinel dan Shadow.
Kelebihan pesawat intai tanpa awak ini
selain mampu terbang berjam-jam, dapat menyadap saluran telpon, dan
bahkan dengan teknologi terbarunya Sentinel dapat memonitor dan
menterjemahkan gerakan manusia dibawahnya. Di sisi lain UAV ini sukses
sebagai pesawat penyerang, dibuktikan dalam operasi counter teroris di
Afghanistan dan Pakistan, UAV sukses menyerang dan membunuh tokoh-tokoh
teroris Al-Qaeda dan Taliban dengan peluru kendali Hellfire yang dilekatkan pada UAV.
Di kawasan Asia Tenggara, AS akan
menempatkan UAV (RQ-4 Global Hawk) di Coocos Island untuk memonitor
hingga kawasan Laut China Selatan. Data spesifik Global Hawk. Cruise
speed : 404 mph (351 kn; 650 km/h), Range (jarak jelajah) : 15,525 mi
(13,491 nmi; 24,985 km), Endurance (Lama terbang) : 36 hours, Service
ceiling (ketinggian terbang) : 65,000 ft (19,812 m). Pesawat tanpa awak
ini dapat melakukan pengintaian (survei) ke kawasan seluas 40.000 mil
persegi (103.600 kilometer persegi) dalam sehari.
Dari beberapa jenis UAV, kelebihannya
dapat dioperasikan dari jarak beberapa puluh km dan bahkan dari jarak
ribuan kilometer. Type terakhirnya milik AS yang paling modern adalah
RQ-170 Sentinel yang termasuk berkemampuan anti radar (teknologi stealth). Selain
dilengkapi dengan kamera video, pesawat hampir dipastikan membawa
peralatan komunikasi untuk menyadap, serta dilengkapi dengan sensor yang
dapat mendeteksi sejumlah kecil isotop radioaktif dan bahan kimia
lainnya yang dapat memberikan petunjuk adanya kegiatan penelitian
nuklir.
Menilai perkembangan UAV AS, China
nampaknya tidak hanya berdiam diri. China.org.cn melaporkan pada tanggal
23 Oktober 2013, bahwa Pemerintah China akan membangun basis industri
di wilayah Daxing (Beijing Selatan) , yang di dedikasikan untuk
mengembangkan UAV. Kawasan industri seluas 134 ha tersebut dijadwalkan
akan memulai operasinya dalam beberapa tahun ke depan . Menurut pejabat
dari China Academy of Aerodinamika Aerospace, badan pembangunan UAV tersebut bagian dari China Aerospace Science and Technology Corporation ( CASC ) milik negara.
Rencana pemerintah China menunjukkan
pertumbuhan bisnis UAV yang terkait di sektor militer dan komersial
China. Kata laporan itu perkiraan nilai output industri akan menjadi
sekitar CNY10 milyar pada 2015 ( USD16 miliar ) , CNY 30 milyar (USD48
milyar) pada 2020 dan lebih dari CNY 100 milyar (USD 160 Milyar) pada
2025. Sebuah jumlah yang sangat fantastis.
Upaya tak kenal lelah para agen
intelijen industri serta pejabat China dalam menembus pengamanan baik
militer maupun industri Amerika nampaknya berbuah hasil. Pada bulan
Januari 2011, ketika Menhan AS Robert M. Gates, berkunjung ke China,
Beijing meluncurkan sebuah prototipe pesawat jet tempur siluman J-20.
Dari beberapa informasi yang beredar termasuk foto-foto yang beredar,
menunjukkan bahwa China kini mempunyai pesawat terbang tempur siluman.
Pesawat yang mampu menyembunyikan diri dari intersepsi radar dan rudal
lawan.
Pesawat J-20 desainnya sangat mirip
dengan pesawat siluman AS, F-22 Raptor, hanya ukurannya lebih besar,
sehingga diperkirakan mampu membawa persenjataan yang lebih banyak
dibandingkan F-22. Para analis intelijen mengatakan bahwa China telah
berusaha untuk mendapatkan teknologi tersebut dengan cara
sembunyi-sembunyi selama bertahun-tahun. Dapat diperkirakan kemungkinan
besar China sudah mampu menembus pabrik UAV milik AS dan akan membangun
pesawat dengan teknologi serupa.
Dari beberapa informasi tersebut,
terlihat trend akan meningkatnya persaingan antara China disatu sisi
yang bersaing dengan AS dan Jepang dilain sisi dalam pengoperasian
pesawat tanpa awak. Keandalan UAV telah dibuktikan dalam operasi
clandestine CIA dalam menyerang tokoh-tokoh Al-Qaeda dan Taliban, oleh
karena itu kini China sangat serius dalam menapaki persaingan memonitor
senyap dari udara.
Indonesia dalam Renstra 2009-2019 akan
membangun sebuah skadron UAV yang akan dioperasikan oleh TNI AU,
dislokasinya berada di Lanud Supadio, Pontianak. Walau mungkin teknologi
yang dimiliki belum secanggih UAV milik AS, paling tidak pemikiran
strategis sudah diwujudkan dan sewaktu-waktu dapat dikembangkan lebih
lanjut apabila kemampuan ekonomi mendukung. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar