Jumat, 01 November 2013

UAV Akan Jadi Andalan Militer China, AS dan Jepang di Kawasan Asia

UAVs RQ-4 Global Hawk (foto : hizook.com)

Pemerintah Jepang semakin serius menanggapi ulah militer China, yang telah mengirimkan kapal perangnya untuk mengontrol dan menekan kapal perang pasukan bela diri Jepang dari kelompok pulau-pulau tak berpenghuni di Laut China Timur yang dikenal sebagai Senkaku (di Jepang) dan Diaoyu (di China). Selain itu Jepang juga mengharapkan memiliki pesawat pengintai tanpa awak (UAVs/drone) untuk memonitor pergerakan kapal AL China. Bukan tidak mungkin justru China kini yang sudah mengirimkan pesawat intai tanpa awaknya di kawasan tersebut untuk memata-matai AL Jepang.
Jepang dilaporkan oleh media setempat merasa sangat terganggu dan terancam dengan tindakan militer China yang terus bertindak sewenang-wenang, dan setiap saat akan dapat menimbulkan situasi yang tidak terduga.  AU Jepang terus mengawasi pesawat peringatan dini China yang terbang di atas perairan internasional antara selatan pulau Okinawa Jepang dan luar pulau yang relatif dekat dengan wilayah sengketa. Dalam waktu yang bersamaan, Jepang Coast Guard melaporkan munculnya empat kapal penjaga pantai China yang bersenjata didekat pulau Senkaku dan Diaoyu.
Menghadapi ancaman China, Jepang tidak berdiam diri. Kyodo News/AP (26/7) melaporkan bahwa Pemerintah Jepang mengatakan dalam buku putih pertahanan, Jepang akan meningkatkan kemampuan pesawat intai tanpa awak (UAVs) atau unmanned aerial vehicles jarak jauh, yang dapat terbang tinggi serta kemampuan amfibi pasukan marinir pertahanan pulau.
AS dalam mengoperasikan beberapa macam jenis UAV, dalam praktek pertempurannya telah  memberikan wewenang kepada CIA untuk mengendalikan skadron bersama-sama US Air Force. Operasi intelijen (pulbaket, pengumpulan bahan keterangan, serta serangan udara UAV) yang dilakukan AS di Afghanistan, Pakistan, Yaman, Iran dan bahkan di Korea Utara dilakukan dengan beberapa type UAV/drone seperti Predator, Sentinel dan Shadow.
Kelebihan pesawat intai tanpa awak ini selain mampu terbang berjam-jam, dapat menyadap saluran telpon, dan bahkan dengan teknologi terbarunya Sentinel dapat memonitor dan menterjemahkan gerakan manusia dibawahnya. Di sisi lain UAV ini sukses sebagai pesawat penyerang,  dibuktikan dalam operasi counter teroris di Afghanistan dan Pakistan, UAV sukses menyerang dan membunuh tokoh-tokoh teroris Al-Qaeda dan Taliban dengan peluru kendali Hellfire yang dilekatkan pada UAV.
Di kawasan Asia Tenggara, AS akan menempatkan UAV (RQ-4 Global Hawk) di Coocos Island untuk memonitor hingga kawasan Laut China Selatan. Data spesifik Global Hawk. Cruise speed : 404 mph (351 kn; 650 km/h), Range (jarak jelajah) : 15,525 mi (13,491 nmi; 24,985 km), Endurance (Lama terbang) : 36 hours, Service ceiling (ketinggian terbang) : 65,000 ft (19,812 m). Pesawat tanpa awak ini dapat melakukan pengintaian (survei) ke kawasan seluas 40.000 mil persegi (103.600 kilometer persegi) dalam sehari.
Dari beberapa jenis UAV, kelebihannya  dapat dioperasikan dari jarak beberapa puluh km dan bahkan dari jarak ribuan kilometer. Type terakhirnya milik AS yang paling modern adalah RQ-170 Sentinel yang termasuk berkemampuan anti radar (teknologi stealth). Selain dilengkapi dengan kamera video, pesawat hampir dipastikan membawa peralatan komunikasi untuk menyadap, serta dilengkapi dengan sensor yang dapat mendeteksi sejumlah kecil isotop radioaktif dan bahan kimia lainnya yang dapat memberikan petunjuk adanya kegiatan penelitian nuklir.
Menilai perkembangan UAV AS, China nampaknya tidak hanya berdiam diri. China.org.cn melaporkan pada tanggal 23 Oktober 2013,  bahwa Pemerintah China akan membangun basis industri di wilayah Daxing (Beijing Selatan) , yang di dedikasikan untuk mengembangkan  UAV. Kawasan industri seluas 134 ha tersebut dijadwalkan akan memulai operasinya  dalam beberapa tahun ke depan . Menurut pejabat dari China Academy of Aerodinamika Aerospace, badan pembangunan UAV tersebut bagian dari China Aerospace Science and Technology Corporation ( CASC ) milik negara.
Rencana pemerintah China menunjukkan pertumbuhan  bisnis UAV yang  terkait di sektor militer dan komersial China. Kata laporan itu perkiraan nilai output industri akan menjadi sekitar CNY10 milyar pada 2015 ( USD16 miliar ) , CNY 30 milyar (USD48 milyar) pada 2020 dan lebih dari CNY 100 milyar (USD 160 Milyar) pada 2025. Sebuah jumlah yang sangat fantastis.
Upaya tak kenal lelah para agen intelijen industri serta pejabat China dalam menembus pengamanan baik militer maupun industri Amerika nampaknya berbuah hasil. Pada bulan Januari 2011, ketika Menhan AS Robert M. Gates, berkunjung ke China, Beijing meluncurkan sebuah prototipe pesawat jet tempur siluman  J-20.  Dari beberapa informasi yang beredar termasuk foto-foto yang beredar, menunjukkan bahwa China kini mempunyai pesawat terbang tempur siluman. Pesawat yang mampu menyembunyikan diri dari intersepsi radar dan rudal lawan.
Pesawat J-20 desainnya sangat mirip dengan pesawat siluman AS, F-22 Raptor, hanya ukurannya lebih besar, sehingga diperkirakan mampu membawa persenjataan yang lebih banyak  dibandingkan F-22. Para analis intelijen mengatakan bahwa China telah berusaha untuk mendapatkan teknologi tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi selama bertahun-tahun. Dapat diperkirakan kemungkinan besar China sudah mampu menembus pabrik UAV milik AS dan akan membangun pesawat dengan teknologi serupa.
Dari beberapa informasi tersebut, terlihat  trend akan meningkatnya persaingan antara China disatu sisi yang bersaing dengan AS dan Jepang dilain sisi dalam pengoperasian pesawat tanpa awak. Keandalan UAV telah dibuktikan dalam operasi clandestine CIA dalam menyerang tokoh-tokoh Al-Qaeda dan Taliban, oleh karena itu kini China  sangat serius dalam menapaki persaingan memonitor senyap dari udara.
Indonesia dalam Renstra 2009-2019 akan membangun sebuah skadron UAV yang akan dioperasikan oleh TNI AU, dislokasinya berada di Lanud Supadio, Pontianak. Walau mungkin teknologi yang dimiliki belum secanggih UAV milik AS, paling tidak pemikiran strategis sudah diwujudkan dan sewaktu-waktu dapat dikembangkan lebih lanjut apabila kemampuan ekonomi mendukung. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar