Demi
mencegah penyadapan pihak lain, diplomat Indonesia punya prosedur tetap
(protap) setiap kali menghadiri pertemuan di luar negeri. Salah satunya dengan tidak menggunakan piranti yang diberikan pihak lain.
Hal
ini disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan
Internasional, Teuku Faizasyah, saat berbicara kepada VIVAnews, Jumat 1
November 2013, soal isu penyadapan oleh Rusia. Pada KTT G20 September
lalu di St. Petersburg, Rusia diduga memberikan souvenir berupa USB dan
Charger yang bisa menyedot data di laptop para delegasi.
Faizasyah mengatakan sudah menjadi protap para diplomat Indonesia untuk tidak menggunakan piranti yang tersedia. Dia mengatakan, dalam protap, diplomat tanah air hanya menggunakan piranti milik KBRI di negara tersebut.
Faizasyah sendiri mengaku tidak akan menyimpan berbagai dokumen penting di dalam piranti yang diberikan oleh panitia penyelenggara. Dia mengatakan, dokumen penting disimpan di piranti terpisah atau yang dibawa langsung dari Indonesia.
"Itu sudah menjadi protap bagi tiap diplomat asal Indonesia," kata dia.
Pemerintah Indonesia pun, ujarnya, selalu mengedepankan keamanan informasi. "Mereka memberlakukan keamanan informasi yang bersifat tertutup dan sulit diketahui oleh pihak ketiga," kata dia.
Contoh lainnya, para diplomat tidak akan menggunakan sistem yang sifatnya terbuka seperti surat elektronik dengan pusat data yang masih mengandalkan pihak ketiga.
"Kalau masih menggunakan server yang dikelola oleh pihak ketiga seperti surel, ya kami sudah dapat menduga bahwa itu rawan disadap. Sebisa mungkin, kami akan menggunakan pusat data yang dikelola pemerintah," ujarnya.
Rusia dilaporkan membagikan USB yang telah dimodifikasi itu pada 300 delegasi dari 20 negara anggota G20. Faizasyah mengatakan, Presiden SBY tidak menerimanya karena hanya untuk delegasi. Sementara dia mengaku tidak memperoleh satu pun barang itu.
"Saya kehabisan cinderamata saat KTT G20 kemarin. Para jurnalis malah banyak yang dapat sementara saya tidak kebagian," ujar Faiz sambil tertawa.
Indonesia, lanjutnya, bisa juga turut mempelajari teknologi Rusia dalam USB itu, agar para diplomat bisa menangkal apabila Indonesia dijadikan target spionase. "Jadi dipelajarinya bukan untuk ikut menyadap ya," ujar dia.
Faizasyah mengatakan sudah menjadi protap para diplomat Indonesia untuk tidak menggunakan piranti yang tersedia. Dia mengatakan, dalam protap, diplomat tanah air hanya menggunakan piranti milik KBRI di negara tersebut.
Faizasyah sendiri mengaku tidak akan menyimpan berbagai dokumen penting di dalam piranti yang diberikan oleh panitia penyelenggara. Dia mengatakan, dokumen penting disimpan di piranti terpisah atau yang dibawa langsung dari Indonesia.
"Itu sudah menjadi protap bagi tiap diplomat asal Indonesia," kata dia.
Pemerintah Indonesia pun, ujarnya, selalu mengedepankan keamanan informasi. "Mereka memberlakukan keamanan informasi yang bersifat tertutup dan sulit diketahui oleh pihak ketiga," kata dia.
Contoh lainnya, para diplomat tidak akan menggunakan sistem yang sifatnya terbuka seperti surat elektronik dengan pusat data yang masih mengandalkan pihak ketiga.
"Kalau masih menggunakan server yang dikelola oleh pihak ketiga seperti surel, ya kami sudah dapat menduga bahwa itu rawan disadap. Sebisa mungkin, kami akan menggunakan pusat data yang dikelola pemerintah," ujarnya.
Rusia dilaporkan membagikan USB yang telah dimodifikasi itu pada 300 delegasi dari 20 negara anggota G20. Faizasyah mengatakan, Presiden SBY tidak menerimanya karena hanya untuk delegasi. Sementara dia mengaku tidak memperoleh satu pun barang itu.
"Saya kehabisan cinderamata saat KTT G20 kemarin. Para jurnalis malah banyak yang dapat sementara saya tidak kebagian," ujar Faiz sambil tertawa.
Indonesia, lanjutnya, bisa juga turut mempelajari teknologi Rusia dalam USB itu, agar para diplomat bisa menangkal apabila Indonesia dijadikan target spionase. "Jadi dipelajarinya bukan untuk ikut menyadap ya," ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar