Bukan sekali dua kali Australia menyadap pejabat di Indonesia. Beberapa fakta menunjukkan intelijen Australia pun menyadap komunikasi militer Indonesia tahun 1999 saat krisis Timor Timur.
Saat itu Defence Signals Directorate (DSD) begitu leluasa mengorek beberapa informasi penting dari komunikasi militer Indonesia. Australia memang menjadi salah satu tulang punggung United Nations Mission in East Timor (UNAMET). Misi PBB yang mengawasi jalannya referendum Timor-timur. Akan tetap bergabung dengan Indonesia, atau memilih merdeka. UNAMET mulai bertugas 11 Juni 1999.
Fakta penyadapan ini dituturkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo , yang juga pakar teknologi informasi. Beberapa tulisan juga telah dipublikasikan di Sidney Morning Herald edisi 14 Maret 2002.
Tak tanggung-tanggung, yang disadap tokoh-tokoh kunci di Badan Intelijen Negara dan petinggi TNI/Polri.
Berikut jalannya penyadapan tahun 1999 tersebut.
Figure terkait
1. Tim elite Tribuana menyusup ke Timor-timur
Intelijen Australia mendapat
informasi satuan elite Kopassus yang diberi sandi Satgas Tribuana masuk
ke Timor-timur. Australia menduga pasukan ini melaksanakan misi
terselubung. Percakapan tersebut diberi tanggal 9 Februari 1999.
Diketahui salah satu Komandan Satgas Tribuana adalah Letkol Yayat Sudrajat. Perwira menengah Korps Baret Merah ini kemudian menjalani sidang Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta Pusat, 30 Desember 2002.
Yayat mengaku tugas Kopassus di sana bukan operasi militer, tetapi operasi pembinaan atau teritorial. Dia juga membantah Kopassus terlibat kerusuhan berdarah di Liquica tahun 1999.
Yayat akhirnya divonis bebas karena tak terbukti berperan dalam pelanggaran HAM di Timor-timur.
Diketahui salah satu Komandan Satgas Tribuana adalah Letkol Yayat Sudrajat. Perwira menengah Korps Baret Merah ini kemudian menjalani sidang Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta Pusat, 30 Desember 2002.
Yayat mengaku tugas Kopassus di sana bukan operasi militer, tetapi operasi pembinaan atau teritorial. Dia juga membantah Kopassus terlibat kerusuhan berdarah di Liquica tahun 1999.
Yayat akhirnya divonis bebas karena tak terbukti berperan dalam pelanggaran HAM di Timor-timur.
Figure terkait
2. Percakapan Tribuana dengan Eurico Guterress
Eurico Guterres adalah komandan milisi pro-integrasi. Dia gigih memperjuangkan bergabungnya Timtim dengan Indonesia.
Intelijen Australia sempat menangkap pembicaraan Eurico dengan Tim Tribuana tanggal 14 Februari 1999. Saat itu Tim elite Kopassus tersebut menanyakan anak buah Eurico yang jadi korban kerusuhan.
Eurico menjadi komandan laskar Mahidi, mati hidup ikut Indonesia. Tribuana menjanjikan Eurico, TNI akan memberikan perhatian.
"Kami menjamin Brigjen Simbolon peduli pada anak buahnya yang terluka," garansi Tim Tribuana.
Intelijen Australia sempat menangkap pembicaraan Eurico dengan Tim Tribuana tanggal 14 Februari 1999. Saat itu Tim elite Kopassus tersebut menanyakan anak buah Eurico yang jadi korban kerusuhan.
Eurico menjadi komandan laskar Mahidi, mati hidup ikut Indonesia. Tribuana menjanjikan Eurico, TNI akan memberikan perhatian.
"Kami menjamin Brigjen Simbolon peduli pada anak buahnya yang terluka," garansi Tim Tribuana.
Figure terkait
3. Danrem tanyakan kekuatan milisi
Intelijen Australia juga menyadap
percakapan Komandan Korem 164/Wiradharma Kolonel Tono Suratman dengan
Eurico Guterres. Tono menanyakan dimana kekuatan massa pro-integrasi
yang bisa unjuk gigi.
Saat itu Eurico melaporkan ada 400 milisi bersiaga di luar sebuah hotel di Dili. Penyadapan ini menunjukkan TNI punya hubungan dekat dengan milisi pro-integrasi. Percakapan ini tercatat tanggal 5 Mei 1999.
Tahun 2002, Eurico sempat diadili karena diduga terlibat pelanggaran HAM dan kerusuhan di Timor-timur saat referendum. Dia dijatuhi hukuman 10 tahun. Namun dalam peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung memutuskan Guterress bebas.
Kolonel Tono sendiri tetap bertugas di TNI. Sempat menjadi Pangdam VI Tanjungpura di Kalimantan dan Asisten Operasi Kasad, dengan pangkat mayor jenderal.
Saat itu Eurico melaporkan ada 400 milisi bersiaga di luar sebuah hotel di Dili. Penyadapan ini menunjukkan TNI punya hubungan dekat dengan milisi pro-integrasi. Percakapan ini tercatat tanggal 5 Mei 1999.
Tahun 2002, Eurico sempat diadili karena diduga terlibat pelanggaran HAM dan kerusuhan di Timor-timur saat referendum. Dia dijatuhi hukuman 10 tahun. Namun dalam peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung memutuskan Guterress bebas.
Kolonel Tono sendiri tetap bertugas di TNI. Sempat menjadi Pangdam VI Tanjungpura di Kalimantan dan Asisten Operasi Kasad, dengan pangkat mayor jenderal.
Figure terkait
4. TNI di belakang demo anti-UNAMET
Salah satu info penting yang
disadap intelijen Australia adalah percakapan petinggi Badan Intelijen
Strategi ABRI Brigjen Ariffudin. Terungkap TNI turut membantu
demonstrasi massa pro-integrasi terhadap UNAMET.
TNI menyediakan material demonstrasi anti misi PBB di Timor-timur ini. Di antaranya bendera dan kaos.
"5.000 kaos sudah disiapkan dan 10.000 lainnya masih diproduksi." Demikian informasi per tanggal 9 Agustus 1999.
Selain itu ada juga penyadapan percakapan antara Mayjen Zaky Anwar Makarim dengan perwira polisi terkait penghitungan suara referendum.
TNI menyediakan material demonstrasi anti misi PBB di Timor-timur ini. Di antaranya bendera dan kaos.
"5.000 kaos sudah disiapkan dan 10.000 lainnya masih diproduksi." Demikian informasi per tanggal 9 Agustus 1999.
Selain itu ada juga penyadapan percakapan antara Mayjen Zaky Anwar Makarim dengan perwira polisi terkait penghitungan suara referendum.
Figure terkait
5. Tim Kiper-9 buru milisi prokemerdekaan
20 September 2009, Australia
menyadap percakapan antar para petinggi TNI. Mayjen Zaky Anwar Makarim,
Letjen Yunus Yosfiah dan Letjen Hendropriyono mendiskusikan soal
'pemindahan populasi'.
Diduga merupakan upaya antisipasi jika referendum tanggal 30 Agustus, dimenangkan massa pro-kemerdekaan.
Tanggal 21 Agustus, ada percakapan antara TNI dengan politikus pro-Indonesia Francisco Xavier Lopez da Cruz. Intinya Kopassus membentuk tim pemburu Kiper-9.
Misinya memburu tokoh-tokoh pro-kemerdekaan, atau orang-orang pro-Indonesia yang membelot pada lawan.
Diduga merupakan upaya antisipasi jika referendum tanggal 30 Agustus, dimenangkan massa pro-kemerdekaan.
Tanggal 21 Agustus, ada percakapan antara TNI dengan politikus pro-Indonesia Francisco Xavier Lopez da Cruz. Intinya Kopassus membentuk tim pemburu Kiper-9.
Misinya memburu tokoh-tokoh pro-kemerdekaan, atau orang-orang pro-Indonesia yang membelot pada lawan.