Minggu, 19 Januari 2014

Indonesia Kirim 2 KRI ke Perbatasan Australia


kri-badik-623
KRI Badik 623 (ilustrasi)

Australia meminta maaf kepada Indonesia, melalui media massa, karena kapal militernya memasuki perairan Indonesia. Namun Indonesia masih menunggu permintaan maaf secara resmi dari Pemerintah Australia. Deputi VII Bidang Komunikasi dan Informasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Marsekal Muda TNI Agus Barnas menyatakan, Indonesia sebetulnya sudah tahu Australia melanggar batas maritim. “Kita kan ada radar TNI AU di Kupang,” katanya kepada wartawan di kantor Kemenpora, Jumat 17 Januari 2014.
Untuk mengamankan kedaulatan wilayah dari Australia, Indonesia sudah mengirim dua KRI tipe Fast Boat Patrol ke perbatasan. Kemudian akhir bulan ini, RI juga akan mengirim 1 unit KRI tipe fregat yang disimpan di Kupang ke perbatasan.
Selain itu, tim terpadu yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Polri, dan TNI, sedang membahas masalah pelanggaran maritim oleh Australia itu.
Sementara Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Marsetio enggan menanggapi kabar tersebut. “Saya belum terima tanggapan (Australia) itu. Kalau sudah, akan saya koordinasikan dengan Keduataan Australia di Jakarta,” kata Marsetio saat di konfirmasi VIVAnews.
Menurut Marsetio, Indonesia masih menunggu keterangan resmi dari Australia mengenai pelanggaran batas maritim tersebut. “Mereka akan datang ke tempat saya dan akan menceritakan story-nya bagaimana,” ujarnya.

Australia dan kapal imigran gelap
Diberitakan sebelumnya, Menteri Imigrasi Scott Morrison mengaku menerima informasi soal “pelanggaran yang kurang berhati-hati” itu, awal pekan ini. Namun, pihak berwenang Australia langsung menginformasikannya kepada militer Indonesia, dalam hal ini TNI Angkatan Laut.
“Kami sangat menyesal akan hal itu dan telah menyampaikan maaf,” kata Morrison kepada para wartawan. “Namun pemerintah Australia tetap berkomitmen melanjutkan kebijakan menghentikan kapal-kapal [pembawa imigran gelap] itu,” lanjut Morrison.
Letnan Jenderal Angus Campbell, kepala “Operasi Penegakan Perbatasan” yang bertanggung jawab menghalau para kapal imigran gelap juga mengaku bahwa pelanggaran teritorial itu terjadi dalam beberapa hari. Namun, dia menolak memberi penjelasan lebih lanjut.
Mengusir kapal-kapal pembawa imigran gelap ke perairan Indonesia ini merupakan kebijakan kontroversial pemerintah Australia di bawah Perdana Menteri Tony Abbott. Belakangan ini pemerintah Australia juga tidak mau transparan soal bagaimana dan berapa kapal-kapal itu diusir oleh pihak berwenang, yang melibatkan militer.(vivanews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar