Sebanyak 122 personel TNI, antara lain 96 personel KRI Sultan Iskandar Muda 367, 10 personel Detasemen Jala Mengkara (Denjaka), Staf Maritime Security Task Force Head Quarter dan Maritime Security Exercise Planning Control Team (EPCT) terlibat dalam Latihan Maritime Security Exercise.
Latihan Maritime Security Exercise dimulai Senin, 25 April 2016 menuju Brunei Darussalam dan direncanakan tiba pada 1 Mei 2016 untuk melaksanakan Harbour Phase sampai dengan tanggal 5 Mei 2016. Selanjutnya, KRI Sultan Iskandar Muda 367 akan melaksanakan Sea Phase pada 5 – 9 Mei 2016 menuju Singapura dan diakhiri Closing Phase tanggal 9 s.d 11 Mei 2016, sedangkan untuk rute gerak kegiatan KRI Sultan Iskandar Muda 367, yaitu : Jakarta-Tarakan-Brunei Darussalam-Singapura-Tanjung Uban-Jakarta.
Wakil Asisten Operasi (Waasops) Panglima TNI Laksma TNI Harjo Susmoro , melepas para personel yang terlibat dalam latihan tersebut di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (25/4/2016). Ia mengatakan tantangan tradisional atau yang dikenal sebagai conventional threats, muncul dalam serangkaian kemajuan pesat pada pembangunan teknologi peralatan perang dan kemajuan dunia industri militer yang semakin canggih dan modern.
Sedangkan tantangan dan ancaman non-tradisional (non-conventional threats) yang timbul dan merupakan fenomena baru, antara lain berkisar pada aksi terorisme, keamanan maritim, pemanasan global dan perubahan iklim, kelangkaan energi dan pangan, penyakit menular dan penyelundupan manusia, obat-obatan serta persenjataan serta pembajakan udara dan perompakan di laut. Indonesia yang secara geografis berada dalam wilayah kawasan yang sama, yakni ASEAN, tidak luput dari kemungkinan dampak fenomena tantangan dan ancaman tersebut.
“Latihan ini dilaksanakan bersama 10 negara sahabat anggota ASEAN dan 8 negara mitra wicara ASEAN (Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, India, Australia, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru) dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan, sebagai upaya membangun interoperability, dalam rangka menghadapi strategi serta besaran, luas dan kompleksitas dampak ancaman aksi terorisme dan sejenisnya,” kata Waasops Panglima TNI.
Lebih lanjut Waasops Panglima TNI Laksma TNI Harjo Susmoro menyampaikan, harus diakui bahwa memerangi aksi terorisme yang saat ini telah berkembang pesat baik skala ataupun metodanya, tidak dapat diselesaikan oleh hanya satu negara saja secara sendiri. Menurutnya, memerangi aksi terorisme dalam konteks bilateral dan regional, diperlukan suatu kerja sama yang terkoordinasi secara strategis dan komprehensif, dalam hubungan kerja sama Lintas Angkatan Bersenjata atau Lintas Nasional, dan secara simultan bersifat pre-emptif, preventif dan represif, serta dengan pra-syarat kemampuan yang harus dimiliki oleh satuan dan prajurit Tentara Nasional Indonesia.
Sumber : Puspen TNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar