Minggu, 03 April 2016

Laut Cina Selatan Memanas, TNI AU Gelar Garnisun Udara dari Natuna

25laut-china-selatan

Insiden kapal patroli Penjaga Pantai Cina yang menerobos wilayah Perairan Natuna pada 19 Maret lalu menjadi pertanda bahwa Indonesia dapat terseret ke pusaran konflik Laut Cina Selatan. Saat itu kapal Penjaga Pantai Cina nekad merangsek masuk teritori RI untuk mencegah upaya penangkapan KM Kway Fey yang melakukan illegal fishing oleh pihak Satgas KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan TNI AL. Dan sangat diyakini bila meletus peperangan di kawasan yang disengketakan enam negara tersebut, maka Indonesia akan terimbas langsung.

Menjawab potensi ancaman serius, terutama yang dihadapi adalah kekuatan ekspansi militer raksasa Negeri Tirai Bambu, sejak awal era Orde Baru TNI telah menaruh perhatian serius kepada Natuna. Kepulauan Natuna merupakan daerah terdepan karena terletak paling utara di wilayah NKRI (pulau Sekatung) dan wilayah yang sangat strategis, karena satu-satunya pulau yang berada pada lintasan jalur perhubungan di Asia baik jalur perhubungan laut (sea lines of communication/SLOC) dan jalur perhubungan udara (air lines of communications/ALOC) dari wilayah Asia Tenggara, Asia Selatan, Arab dan Afrika ke wilayah Asia Tengah, Asia Timur, Pasifik dan Amerika atau sebaliknya.

Dengan latar belakang diatas, maka wajar jika TNI mengkonsentasikan kekuatan matra udara dan laut di Natuna. Dalam wujud penggelaran pangkalan militer dengan ribuan prajurit. Dan dipicu dengan insiden 19 Maret lalu, gugus tempur laut di Natuna langsung mendapat penguatan. Sementara dari unsur udara, keberadaan Lanud Ranai di Natuna juga menjadi elemen vital, baik perannya sebagai jalur penerima logistik dan basis operasi pertahanan udara.

p1070589sejarah-ranai

Screenshot_2016-03-27-14-51-05

Melihat potensi konflik besar yang bersinggungan dengan kekuatan negara agresor, sebelum gesekan dengan militer Cina, pada bulan Januari 2016 Lanud Ranai telah dinaikkan kelasnya, dari Lanud kelas C ke Lanud kelas C, dan saat ini dipimpin komandan berpangkat kolonel. Meningkatnya status lanud tentu diikuti dengan penambahan fasiltas dan prasarana, termasuk mendukung gelar operasi pesawat tempur.

Tetap Jadi Pangkalan Aju
Meski peran Lanud Ranai terbilang strategis, namun belum ada rencana untuk menjadikan Lanud Ranai sebagai home base dari skadron tempur. Mengutip pernyataan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara (Pangkoopsau) I Marsma TNI, Yuyu Sutisna di Keprinet.com (13/1/2016), belum perlu di bangun skadron udara khusus di markas Lanud Ranai. Menurut dia, untuk menempatkan skadron harus terlebih dahulu melihat efisiensi serta biaya yang akan dikeluarkan. Karena setelah dibangun, skadron harus di dukung dengan sarana dan dan fasilitas perbaikan pesawat seperti penyiapan suku cadang dan lainnya.

Screenshot_2016-03-27-14-48-16Screenshot_2016-03-27-14-49-24

Screenshot_2016-03-27-14-49-5620140826180741-menelusuri-kepulauan-natuna-yang-sempat-jadi-sengketa-ri-china-011-nfi

“Natuna masih belum memadai dalam hal ini, makanya masih kita datangkan pesawat tempur dari skadron terdekat untuk melalukan patroli pengawasan dan pengamanan dari udara,” ujar Yuyu Sutisna. Selain itu, dalam rencana strategi (renstra) kedepan, skadron udara di Natuna memang tidak termasuk dalam pembentukan. Keterbatasan anggaran juga menjadi pertimbangan pimpinan TNI AU belum membangun skuadron pesawat tempur secara permanen di Ranai.

Dengan konsep mendatangkan pesawat tempur secara bergiliran dari skadron tempur terdekat, maka model operasinya menjadi garnisun patroli udara. Mirip dengan yang berlaku di Lanud Halim Perdanakusuma, meski menyandang Lanud kelas A, di Lanuma (Pangkalan Udara Utama) Halim Perdanakusuma tidak terdapat home base skadron tempur. Namun guna melindungi obyek vital di Ibukota Jakarta, secara bergiliran jet-jet tempur dari luar Halim melakukan misi CAP (Combat Air Patrol) ditempatkan di Lanud Halim.

EMB-314 Super Tucano saat standby di Lanud Ranai.
EMB-314 Super Tucano saat standby di Lanud Ranai.

Hawk 209 melintas diatas Lanud Ranai.
Hawk 209 melintas diatas Lanud Ranai.

Untuk kasus di Lanud Ranai, bisa disebut masih akan menjadi pangkalan aju. Tidak seperti Lanud Halim Perdanakusuma, di Lanud Ranai tak semua pesawat tempur TNI AU bisa mendarat. Sampai saat ini pesawat tempur yang bisa mendarat di Ranai adalah jenis Hawk 109/209 dan EMB-314 Super Tucano. Sedangkan pesawat tempur yang punya daya deteren tinggi, seperti Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker dan F-16 Fighting Falcon belum bisa melakukan pendaratan di Lanud Ranai. Mengapa belum bisa?

Jawabannya terletak dari kondisi landas pacu yang belum memadai, atau semisal dipaksakan dapat membayakan keselamatan penerbang dan pesawatnya. Dengan landasan pacu yang dilapisi aspal hotmix, panjang landasan pacu Lanud Ranai 2.550 meter dan lebar 30 meter. Konon pesawat sekelas C-130 Hercules untuk melakukan pendaratan harus ekstra ngerem. Ini artinya bila ada kondisi darurat, Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat yang terpakir di aprom akan beraksi lebih dulu.

Meski tak melakukan pendaaratan di Ranai, Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 yang mengambil posisi di Lanud Hang Nadim, Batam dapat menjangkau Natuna dalam tempo tidak terlalu lama. Masih ada bala bantuan lain, F-16 C/D dari Skadron Udara 16 dan Hawk 109/209 dari Skadron Udara 12 Lanud Lanud Roesmin Nurjadin dipercaya dapat memberi andil dalam operasi udara di Natuna. Terkait potensi agresi di batas teritori laut, harus diakui duo Sukhoi Su-27/Su-30 yang paling letal jika menghadapi eskalasi peperangan di lautan, pasalnya TNI AU telah memiliki rudal anti kapal Kh-59ME.

Terkait dengan peningkatan status Lanud Ranai dipercaya membawa pengaruh pada jenis pesawat tempur yang bisa mendarat. Pada bulan September tahun 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut landas pacu Lanud Ranai akan ditingkatkan kemampuannya agar bisa didarati Sukhoi Su-27/Su-30.

Kedepan Lanud Ranai memang bakal ramai, tak hanya karena keberadaan shelter jet tempur, tapi Lanud Ranai juga akan dijadikan basis pangkalan drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle).

F-16 Lebih Repot
F-16 C/D Fighting Falcon yang ber-home base di Lanud Roesmin Nurjadin akan kesulitan untuk mendarat di Ranai, sebab F-16 C/D yang dibeli secara refurbish dari AS ini tak dilengkapi dengan rem parasut, beda dengan F-16 A/B Skadron Udara 3 yang home base di Lanud Iswahjudi. Karena tak dilengkapi dengan drag chute, maka F-16 C/D bila nantinya digelar di Lanud Ranai harus menyertakan arresting cable, kabel baja penahan laju pesawat saat mendarat. Saat ini perangkat arresting cable F-16 berada di Lanud Iswahjudi dan Lanud Roesmin Nurjadin.

Kelebihan lain dari Lanud Ranai, adanya dukungan Satuan Radar 212 yang mengoperasikan Radar Thomson TRS 2215. Radar buatan Perancis ini punya jangkauan deteksi hingga 510 km dan ketinggian deteksi 30.500 meter dengan data renewal rate per 10 detik. Lebih jauh tentang radar ini telah kami kupas di link dibawah ini.

Satrad-212satrad--212

Radar Thomson TRS 2215.
Radar Thomson TRS 2215.

Anda mau berkunjung ke Lanud Ranai? Bisa saja pasalnya Lanud Ranai juga menyandang label Bandara Ranai, artinya juga digunakan untuk melayani penerbangan sipil. Mengutip dari Wikipedia.com, saat ini maskapai Sriwijaya Air, Wings Air dan Nusantara Air Charter telah melayani penerbangan domestik dari dan ke Ranai.

Pangkalan TNI AU (Lanud) Ranai terletak di Pulau Natuna yang termasuk gugusan kepulauan Natuna Utara tepatnya di Kelurahan Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, memiliki areal seluas 450,5 hektar. Pangkalan ini mulai digunakan sejak tahun 1955. (Haryo Adjie)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar