Pemerintah berpikir keras guna mempercepat peningkatan alat utama
sistem persenjataan (alutsista) untuk keperluan pertahanan Indonesia.
Kementerian Pertahanan telah membentuk Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP) demi menggenjot produksi alutsista mutakhir buat
mengganti mesin tempur uzur.
Menurut staf ahli kelembagaan bidang kerjasama Kementerian
Pertahanan, Zilmi Karim, pemerintah telah membidik sepuluh pengadaan
alutsista dari berbagai jenis. Antara lain kapal selam, program pesawat
tempur KXF-IXF bekerjasama dengan Korea Selatan, tank kelas menengah,
panser amfibi, propelan atau bahan bakar roket dan rudal, radar, amunisi
kaliber besar, satelit pertahanan, dan pesawat tempur tanpa awak
(unmanned combat air vehicle-UCAV) atau kerap disebut drone.
“Tapi, fokus Komite Kebijakan Industri Pertahanan yaitu kapal selam, propelan, program KFX-EFX, medium tank, radar, dan alat komunikasi,” kata Zilmi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (19/2/2014).
Guna memenuhi kebutuhan itu, Kementerian Pertahanan menunjuk lima
Badan Usaha Milik Negara yang bakal menjadi pimpinan pengadaan alutsista
buat tiap-tiap angkatan. BUMN yang digandeng itu adalah PT PAL buat
melayani pengadaan alutsista matra (medan) laut, PT Pindad buat
menyediakan alutsista matra darat, serta PT Dirgantara Indonesia diminta
menjadi pimpinan proyek alutsista matra udara.
Sementara dua lainnya, yakni PT LEN Industri akan menyediakan
perangkat elektronik dan PT Dahana akan menyiapkan bahan dan hulu ledak.
Meski begitu, dalam pengadaan alat tempur matra darat, laut, dan udara
masih dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan pihak luar.
Zilmi menegaskan, semua pengadaan alutsista harus melewati
persetujuan lima BUMN. Hal itu harus dilakukan karena dalam
undang-undang dan peraturan presiden tercantum tiga syarat pengadaan
alutsista. Yaitu imbal dagang, transfer teknologi, dan penggunaan
kandungan atau komponen lokal dalam tiap mesin perang.
Jika mampu membuat mesin tempur secara mandiri, Indonesia tidak lagi
dipandang hanya sebagai pengguna. Syarat keharusan penggunaan komponen
lokal juga akan memacu pertumbuhan industri dalam negeri.
Untuk urusan peswat tempur KFX/IFX, Kementerian Pertahanan
menargetkan jika tak ada halangan purwa rupa jet tempur kolaborasi dua
negara itu bakal selesai dalam waktu 10 tahun. Seementara kapal selam
produksi dalam negeri ditargetkan meluncur tahun 2018.
Sementara itu, Ketua Harian KKIP, Laksamana (Purnawirawan) Sumarjono,
menyatakan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri adalah amanat
undang-undang. Dia mengakui, kondisi saat ini mendesak Indonesia
melakukan peningkatan mesin tempur guna menjaga kedaulatan wilayah
negara yang amat besar.
Luas wilayah Indonesia yang membentan hingga lima juta kilometer persegi, dengan garis pantai lebih dari 81 ribu kilometer sangat sulit diawasi jika hanya mengandalkan mesin tempur yang itu-itu saja. Itulah alasan mengapa negara lain gemar mengintimidasi Indonesia dengan sesekali melanggar batas negara.
“Kita juga harus mengelola zona ekonomi eksklusif. Kalau diambil
negara lain kita cuma bisa gigit jari. Makanya kita harus punya
kemampuan alutsista yang besar,” kata Sumarjono.
Dari sembilan titik strategis di dunia, lima di antaranya terletak di
wilayah Indonesia. Maka dari itu, guna mempertahankan kedaulatan
wilayah, tak bisa dipungkiri penguatan mesin tempur menjadi faktor
penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar