Minggu, 15 Desember 2013

Kesaksian Prajurit Tjakrabirawa Yang Menculik Mayjen S. Parman








G30S/PKI Kesaksian Prajurit Tjakrabirawa Yang Menculik Mayjen S. Parman

Buntoro adalah seorang prajurit berpangkat Prajurit Dua (Prada) yang berasal dari Divisi Diponegoro, Batalyon (Yon) 450 Purwokerto Jawa Tengah. Dia mengikuti test masuk calon anggota Tjakrabirawa (pasukan khusus pengawal kepresidenan) yang dibentuk pada tahun 1962. Setelah dinyatakan lulus, ia berangkat ke Jakarta dan menempati markas barunya di Tanah Abang II. Di Tjakrabirawa, dia tergabung dalam Yon I yang terdiri dari TNI AD dengan komandan Letkol Untung Samsuri.

Menjelang 1 Oktober 1965, seluruh kalangan Tjakrabirawa merasa curiga dengan tindakan Panglima Kostrad, Jenderal Soeharto, yang memerintahkan batalyon-batalyon elit dari Jateng dan Jatim untuk "stand by" di Jakarta dalam rangka persiapan peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1965. Buntoro pun merasa heran, mengapa untuk upacara saja didatangkan pasukan elit dengan perlengkapan tempur lengkap serta peluru tajam pula? Buntoro sangat tahu pasti, pasukan yang datang dari Jateng dan Jatim tersebut, Yon 454 Diponegoro dan Yon 530 Brawijaya, semuanya adalah penembak mahir. Perlukah untuk suatu upacara, memngusung penembak mahir dalam keadaan siap tempur dengan persenjataan lengkap?

Para anggota pasukan Tjakrabirawa yang bertugas menjaga keselamatan Presiden Soekarno semakin curiga. Apalagi isu mengenai Dewan Jenderal yang dikabarkan akan melakukan kudeta pada 5 Oktober 1965 sudah beredar luas di kalangan Tjakrabirawa. Untuk itukah maka pasukan penembak mahir dengan perlengkapan tempur lengkap didatangkan?

Nah, pada pukul 01.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965, sepasukan Tjakrabirawa dimana Buntoro bergabung berkumpul. Pada pukul 02.00 WIB mereka bergerak sesuai instruksi "untuk mengambil para anggota Dewan Jenderal guna dimintai keterangan serta tanggung jawab dengan menghadapkan mereka kepada Bung Karno. Yang salah diadili, sedangkan yang tidak salah dilepas kembali.

Buntoro memahami instruksi tersebut, yang artinya para Jenderal harus "diambil" dalam keadaan hidup. Ia bergabung dengan pasukan yang terdiri dari satu peleton Yon I Tjakra dibawah pimpinan Sersan Mayor Satar untuk mengambil Mayjen TNI/AD S. Parman dalam keadaan hidup. Mereka berhasil melaksanakan tugas tersebut dengan mudah. Pukul 04.00 WIB mereka sudah membawa Mayjen S. Parman ke Lubang Buaya dan sesuai perintah menyerahkannya kepada Letkol Untung lewat Satar. Merasa tugasnya sudah selesai, Buntoro bersama teman-temannya beristirahat. Ketika itu dia melihat, di Lubang Buaya hanya ada tentara, ya Tjakrabirawa itu. "Dan ada pasukan lain, saya tidak tahu siapa mereka. Mungkin dari Kodam Jaya," katanya. "Yang jelas, disitu tidak ada orang sipil satu pun, karena memang orang sipil dilarang masuk dan memang tidak ada. Itu kawasan militer," sambungnya.

G30S/PKI: Mayjen S. Parman
Adegan penyiksaan sadis terhadap Mayjen S. Parman dalam Film Pengkhianatan G30S/PKI karya sutradara Arifin C. Noer

Jelas sudah, tidak ada Gerwani dan Pemuda Rakyat, apalagi "Pesta Harum Bunga" (pesta seks gila-gilaan) di tempat tersebut. Karena lelah, Buntoro dan teman-temannya tertidur. Namun kemudian mereka terkejut karena mendengar suara rentetan tembakan. Siapa yang menembak dan siapa yang ditembak? Buntoro dan kawan-kawannya bingung. Prajurit Tjakrabirawa? Bukankah mereka tertidur bersamanya? Dan bukankah para Jenderal harus ditangkap dalam keadaan hidup? Mereka kemudian mendengar bahwa yang ditembaki adalah para Jenderal. Semua mati dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua yang sempit.

"Kami merasa dikhianati. Kami harus menangkap para Jenderal dalam keadaan hidup untuk dihadapkan kepada Bung Karno. Perintah itu sudah kami laksanakan. Tetapi di Lubang Buaya mereka dibunuh." ucapnya dengan nada getir.

Buntoro bersama teman-temannya berusaha mencari komandannya, Serma Satar, dan bersama Satar mereka mencari Untung. Sayangnya, yang mereka cari tidak ada. Hingga akhirnya mereka ditangkap oleh pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) dan Kostrad.
(Tempo dan berbagai sumber lain)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar