Jumat, 13 Desember 2013

AC-47 Gunship TNI AU: Pesawat Angkut Berkemampuan Serbu


ac47

Bagi para pemerhati bidang kemiliteran, laga operasi Seroja di Timor Timur yang dimulai tahun 1975 masih membekas hingga saat ini. Pasalnya inilah operasi tempur gabungan TNI terbesar yang pernah diselenggarakan. Untuk unsur udara misalnya, beragam pesawat dan helikopter dilibatkan di wilayah yang kini telah menjelma sebagai negara Timor Leste.
Bicara tentang pesawat, operasi militer ini melibatkan elemen pemukul seperti jet tempur T-33 Bird dan A-4 Skyhawk, serta pesawat tempur propeler anti gerilya, OV-10F Bronco. Ketiga pesawat yang disebutkan tadi, berperan guna melaksanakan misi penghancuran perkubuan musuh dan BTU (bantuan tembakan udara) kepada unit infanteri di darat. Tapi lain dari itu, sebenarnya masih ada sosok pesawat pemukul lain yang punya andil besar dalam operasi Seroja. Pesawat ini basisnya justru bukan pesawat tempur, melainkan pesawat penumpang/cargo yang amat legendaris, dan masuk kategori veteran Perang Dunia Kedua, C-47 Skytrain dalam versi militer.
Sementara dalam versi sipil, pesawat ini lebih kondang disebut dengan identitas DC-3 Dakota, buatan Douglas Aircraft Company. Bila menyebut Dakota, rasanya sebagian besar penduduk di Republik ini, betapa besar peran pesawat angkut ringan ini dalam masa perjuangan kemerdekaan RI. Meski kondang digunakan dalam laga Perang Dunia Kedua, tidak menyurutkan aktivitas pesawat ini. Selain dominan untuk misi penerbangan sipil, versi militer Dakota juga tak surut dalam penugasan. Bahkan pesawat gaek yang battle proven ini mendapat ‘peran’ baru sebagai gunship.

Pose awak AC-47 Gunship TNI AU saat operasi Seroja
Pose awak AC-47 Gunship TNI AU saat operasi Seroja

Penggunaan DC-3 Dakota sebagai pesawat gunship pertama kali dilakukan di Na Trang, dalam kancah Perang Vietnam pada tahun 1964. Pada waktu itu pesawat C-47 Skytrain (versi militer dari DC-3 Dakota) dipersenjatai dengan senapan mesin GE (General Electric) gatling kaliber 7,62mm disisi kiri pesawat dekat dengan cargo door. Dalam perkembangan selanjutnya senapan mesin GE 7,62mm diganti dengan tiga senapan mesin berat (SMB) Browning AN-M3 kaliber 12,7mm.
Pada awalnya pesawat Dakota bersenjata itu disebut FC (Fighter Cargo)-47 Gunship. Tetapi kemudian nama itu berubah menjadi AC (Attack Cargo)-47 Gunship. Dalam Perang Vietnam pesawat tersebut dijuluki Puff the magic Dragon. Dalam buku “Operasi Udara di Timor Timur,” karya Hendro Subroto, disebutkan TNI AU lewat Skadron Udara 2/Angkut Ringan mengoperasikan dua unit AC-47 dalam operasi Seroja di Timor Timur. AC-47 Gunship T-485 dan T-486 merupakan bekas pakai dari Perang Vietnam. Kedua pesawat dipersenjatai dengan tiga SMB kaliber 12,7mm dekat cargo door dengan dukungan alat bidik prisma di kokpit.


169_1
AC-47 Spooky milik AU AS dalam perang Vietnam, nampak menggunakan senapan Gatling kaliber 7,62 mm
AC-47 Spooky milik AU AS dalam perang Vietnam, nampak menggunakan senapan Gatling kaliber 7,62 mm

Proses penembakkan menyamping dilakukan oleh penerbang dengan cara miring ke kiri. Di Indonesia, uji coba penembakkan AC-47 Gunship dilakukan di Pameumpeuk, Jawa Barat, sedangkan demonstrasi penembakkan dilakukan di Selat Sunda dengan disaksikan oleh KSAU Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi. Sasaran di tengah laut baru dapat terkena tembakan pada run (putaran) ketiga. Tetapi sebenarnya temabakan AC-47 Gunship bukan untuk menembak sasaran secara pint point, melainkan tembakan secara acak untuk misi anti gerilya.
SMB 12,7mm mengusung tipe T25E3 atau AN-M3 pada pesawat Gunship punya kemampuan melontarkan proyektil 850-900 per menit, berarti hampir dua kali lipat dibanding SMB M2HB (Heavy Barrel) yang digunakan pasukan infanteri dan kavaleri. AN-M3 punya perbedaan 26 komponen dibanding dengan senapan mesin standar M2. Jika AN-M3 dalam keadaan baru, maka gangguan senjata berupa kemacetan biasanya terjadi setelah menembakkan sebanyak 4.000 peluru. Rangkaian peluru 99 x 12,7mm senapa mesin AN-M3 disusun empat peluru tajam dan satu peluru tracer atau empat peluru tajam dengan satu peluru asap. Tracer maupun peluru asap yang dapat dilihat dengan mata telanjang digunakan untuk menentukan ketepatan perkenaan tembakan dan untuk melakukan koreksi tembakan.


ac-47
Penempatan senjata hanya pada sisi kiri bodi pesawat.
Penempatan senjata hanya pada sisi kiri bodi pesawat.

Untuk mempertahankan ketepatan tembakkan, maka laras harus diganti setelah mencapai suhu tertentu. Laras pada Gunship dapat diganti oleh awak senjata, termasuk pada jacket pendingin di udara. Pengisian amunisi dan penggantian laras senapan mesin di udara hanya memakan waktu sekitar empat hingga lima menit. Dalam pengembangan kelompok pesawat Attack Cargo selanjutnya, penempatan posisi senjata di kiri bod pesawat juga diterapkan pada AC-130 Spectre, Gunship andalam AS yang memakai basis pesawat angkut berat C-130 Hercules.

Perangkat Komunikasi
Perangkat komuinkasi pada AC-47 Gunship TNI AU Skadron Udara 2 terdiri dari VHF-AM type AM/APC3 untuk antar pesawat dengan delapan frequency channel, tetapi hanya terdapat tiga Kristal untuk operating frequency, yaitu 118,1 Mhz, 119,1 Mhz, dan 118,3 Mhz, sedangkan frekuensi yang digunakan ialah 119,7 Mhz dan 122,5 Mhz untuk frekuensi darurat. Sayangnya Gunsip TNI AU ini tidak memiliki radio frekuensi VHF-FM yang merupakan frekuensi standar pasukan TNI AD dan Korps Marinir TNI AL. AC-47 juga tidak memiliki cross gate yang mampu merubah frekuensi VHF-FM menjadi VHF-AM dan sebaliknya. Menjadikan AC-47 tidak dapat melakukan komunikasi langsung dengan ground FAC (Forward Air Control). Untuk koordinasi dengan pasukan di darat dilakukan melalui relay station. Faktor perbedaan antara pesawat Gunship dengan ground FAC merupakan kendala yang dihadapi dalam menyelenggarakan kelancaran operasi udara di Timor Timur. Padahal komunikasi merupakan kunci utama dalam keberhasilan operasi tempur. Di kemudian hari, kekurangan pada frekuensi VHF-FM dapat diatasi oleh OV-10F Bronco.

Tampilan kokpit AC-47
Tampilan kokpit AC-47

Antara Kelebihan dan Kekurangan
Dengan spesifiksi yang ada, AC-47 Gunship yang punya kecepatan rendah dapat mempetinggi ketepatan tembakan. Disisi lain, pesawat Gunship jadi rawan terhadap tembakan dari darat, terutama jika dilakukan di daerah pegunungan, seperti Aileu dan Matabean. Dalam melakukan bantuan tembakan udara terhadap pengunduran Fretilin ke Aileu di perkebunan kopi Costa Alves di Balibar pada 7 Desember 1975, pesawat Gunship T-486 masuk dari arah timur kemudian miring ke kiri untuk melepaskan tembakan.
Faktanya, bantuan tembakkan di lereng bukit semacam itu rawan terhadap tembakan lawan dari bawah, dari samping kiri maupun dari atas bukit. Untuk memperkecil kemungkinan terkena tembakan, maka Gunship melancarkan tembakan dari jarak jauh. Dengan demikian tembakan yang dilakukan kurang efektif dan lebih bersifat menurunkan moril lawan ketimbang penghancuran terhadap lawan. Saat member BTU di Aileu, Gunship T-486 terkena tembakan pada tanki bahan bakar bagian depan kiri dan bagian sayap, yang mengakibatkan kerusakan sedang. Untungnya peluru yang mengenai tanki bahan bakar avigas bukan dari jenis tracer atau peluru api, sehingga tidak menimbulkan kebakaran atau ledakan pada tanki.

Salah satu C-47 milik TNI AU yang menjadi etalase Museum Dirgantara, Yogyakarta
Salah satu C-47 milik TNI AU yang menjadi etalase Museum Dirgantara, Yogyakarta

Suasana saat kanon AC-47 memuntahkan proyektil ke daratan
Suasana di kabin saat kanon AC-47 memuntahkan proyektil ke daratan
DC-3_018_small
Saat berlangsung serbuan pasukan lintas udara di kota Dili pada 7 Desember 1975, dua Gunship TNI AU tidak digerakkan untuk memberikan BTU. Pada waktu itu, AC-47 tidak mengudara dikarenakan kecepatan pesawat yang rendah terlalu rawan untuk memberikan BTU di atas kota Dili. Elevasi kota Dili yang semakin ke selatan semakin tinggi, akan memaksa Gunship terbang terlalu tinggi, sehingga serangan yang dilakukan menjadi kurang efektif.
Dalam operasi udara di Timor Timur, dua Gunship T-485 dan T-486 juga digunakan untuk melakukan perkuatan pasukan dengan cara air landed dan kadang-kadang melakukan evakuasi medic udara taktis. Pada awal operasi udara, sebagian besar BTU dilakukan di sector barat, seperti Aileu, Maliana, Bobonaro, Airnaro Maubisse sampai Suai. Tetapi daerah operasinya kemudian berkembang ke sektor tengah, walaupun tidak banyak. Di sektor timur, Gunship mendukung gerakan tempur pasukan Yonif 328/Raider dariu Baucau untuk merebut Mantuto. Kedudukan Fretilin di lereng-lereng bukit untuk melakukan penghadangan di tepi jalan pantai, sangat sulit dilawan dari darat.



Setelah satu flight tiga pesawat anti gerilya OV-10F Bronco Skandron Udara 3 dioperasikan di Timor Timur dari lanud Penfui, Kupang (sekarang lanud El Tari) pada Oktober 1976, maka kegiatan operasi Gunship berangsur-angsur semakin menurun dan akhirnya tidak dioperasikan lagi. Kemudian, akhirnya dua AC-47 Gunship dikembalikan fungsinya menjadi pesawat angkut. Penggunaan keluarga Dakota di Timor Timur bukan hanya sebagai pesawat angkut maupun sebagai pesawat Gunship , tetapi juga digunakan sebagai pesawat airbone command dan control post, evakuasi medic udara taktis, foto udara, dukungan logistik, hingga penyebaran pamflet dari udara.
Dari segi performance, pesawat yang ditenagai dua mesin Pratt & Whitney R-1830 radial, dapat menghasilkan tenaga 1.200 hp untuk setiap mesinnya. Dari kemampuan mesin tersebut, dapat dicapat kecepatan maksimum 375 km/jam, sementara kecepatan jelajahnya 280 km/jam. Dalam kondisi normal, pesawat ini dapat terbang hingga jarak 3.500 km. Untuk ketinggian terbang maksimum hingga 7.450 meter. Secara umum, berat kosong pesawat mencapai 8.200 kg, dan untuk beban maksimum berikut isi mencapai 14.900 kg.

Sebagai cover di model kit
Sebagai cover di model kit
dakota RI-002

Dalam operasi tempur, AC-47 membawa delapan kru, terdiri dari pilot, kopilot, navigator, loadmaster, dan juru tembak. Melihat rentang pengabdian keluarga Dakota yang begitu panjang dan bersejarah di Republik ini, sangat layak bagi kita untuk mengacungkan jempol untuk pengabdian pesawat angkut ringan ini. Eksistensi nama-nama besar di Tanah Air, seperti Adisucipto dan Soekarno – Hatta, tentunya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Dakota.
Dengan biaya operasi yang murah, AC-47 juga laris digunakan oleh negara-negara berkocek cekak yang menghadapi pergolakan senjata di dalam negeri, beberapa diantaranya seperti Kolombia, El Salvador, Kamboja, Laos, Filipina, Rhodesia, Vietnam, dan Thailand. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Indomiliter. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar