Kamis, 27 Agustus 2015

Ajaib, Terkena Granat Bung Karno Cuma Lecet

Ajaib, Terkena Granat Bung Karno Cuma Lecet
Bung Karno menaiki mobil kepresidenan (VIVA.co.id / Dody Handoko)
Siapa yang tidak tahu kejadian besar pada 1957 tepatnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat? Di sana, nyawa Presiden Sukarno nyaris hilang sia-sia akibat ledakan granat.

Dalam sebuah buku Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku, Guntur, anak Bung Karno begitu sapaan Soekarno, berkisah.
Yayasan Perguruan Cikini tempat di mana Guntur bersekolah mengadakan perayaan hari ulang tahunnya, orangtua murid diundang untuk menghadirinya, termasuk bapaknya, Bung Karno.

“Pak, Bapak jadi datang ke bazar di sekolahku enggak?”

“Yo ... Insya Allah. Apa acaranya di sana ... Kau punya lukisan dipamerkan ndak?”

Waktu pergi ke bazaar, Bung karno mengendarai mobil kepresidenan Chrysler Crown Imperial, Indonesia 1, hadiah dari Raja Saudi Arabia lbnu Saud, dengan iringan konvoi kepresidenan yang terdiri dari sepeda motor polisi lalu lintas, jeep pengawal dari Corps Polisi Militer, jeep pengawal dari Detasemen Kawal Pribadi Presiden dan mobil-mobil rombongan lainnya.

Bung Karno langsung melihat-lihat stand di bazar. Guntur yang kurang tertarik pada urusan pamer memamer  langsung ngacir mencari stand-stand yang berisi permainan ketangkasan. Kak Ngatijo yaitu kakak pengawal yang bertugas mengawal Guntur saat itu, benar-benar kewalahan dalam mendampingnya.

Dari atas ia melihat rombongan Bung Karno yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Ketika ia sedang menghirup sebotol limun terdengar derum suara motor dari pengawal. Tak lama kemudian tiba-tiba kudengar ledakan yang cukup dahsyat.  Bledeeeerrrr!

Sekilas ia berpikir, ini tentunya suara knalpot motor dari kakak-kakak polisi. maklum waktu itu motor-motor yang digunakan adalah Harley Davidson model ”tuek”! Tetapi beberapa detik kemudian ... Bledeeerr! ... Bledeeerrl Terdengar 3-4 kali ledakan lagi.

Kemudian suasana benar-benar jadi panik dan semrawut sungsang-sumbel. Setelah Guntur dapat menguasai lagi rasa takutku dan emosi, cepat-cepat ia melompat masuk di antara sela-sela tumpukan peti botol limun di kolong meja.

“Kak ... saya di sini!”

“Aduuuh! Kakak cari ke mana-mana jebulnya di sini. Ayo Mas, cepat pulang! Cepat pulang.”

“Bapak di mana Kak?”

“Belum tahu juga Mas! Tugas Kakak menyelamatkan Mas dulu ke rumah.”

Ia ”diseret” secepat kilat ke mobilnya B-5353.

“Ya Allah ...Hayo buruan masuk mobil, kita berangkat dah!”

“Eh Pak Ro’i enggak apa-apa?”

“Alhamdulilah Mas! Gatotkoco mah enggak mempan pelor.  Mas lebih baik tiduran saja di belakang, tiarap saja dah, nggak usah lihat jalanan. Biar pak Ro’i geber ini mobil, biar larinya kayak setaaann!”

Sesampainya di istana, begitu turun dari mobil, ia cepat ngibrit ke kamar bapaknya. Ternyata Bung Karno tidak ada di situ. “Jangan-jangan Bapak tewas kena granat dan aku sekarang jadi anak yatim," kata Guntur.
Tiba-tiba dari kejauhan seseorang berteriak ”Saiinnn ... Saiinnn ... kadieu (ke mari)”

“Lho itu kan suara Bapak!”

Secepat kilat ia kabur ke kamar Bung Karno. “Bapak enggak apa-apa?”

“Alhumdulillah. Tuhan masih melindungi Bapak. Syukur, Adis gimana? Apa Bapak kena?”

“Ini apa (sambil menunjuk lukanya di lengan). Tapi bukan kena granat, tapi kawat duri. hahaha.... Waktu nerobos pager rumah di depan sekolahmu, aku kecantol kawat durinya. Bapak disembunyikan oleh Kak Dijo dan Oding. Mereka melindungi bapak dengan badannya. Oding ternyata kena granat di pahanya. Bapak kembali ke Istana dengan naik mobil lain, karena ternyata Chrysler yang dari Pak Ibnu Saud kena granat dan mogok.”

“Bapak takut enggak?”

“Bapak pasrah terserah kehendak Tuhan. Kasihan mereka-mereka yang tak berdosa ikut jadi korban. Sudahlah, hayo Tok, Bapak musti siap-siap untuk pers conference. Kapan-kapan kau tengok Kak Ngatijono, sampaikan terima kasih dari Bapak.”

Viva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar