Kamis, 01 Mei 2014

Slamet Soebijanto, Obsesi Kejayaan Maritim RI

Laksamana Mayda TNI (Purn) Slamet Soebijanto

Kucuran dana Rp 6,7 triliun dalam skandal Bank Century merupakan dana yang cukup besar untuk Indonesia. Sementara, besaran dana yang tidak jelas dalam Skandal Century mencapai Rp 5,4 triliun. Jumlah dana itu jika digunakan untuk memperkuat system pertahanan, akan meningkatkan kemampuan pertahanan TNI secara drastis. Karena disisi lain, pemerintah melalui Departemen Pertahanan memang telah menunda rencana pembelian kapal selam hingga 2011 dengan alasan anggaran yang tidak tersedia.
Setidaknya, dana tersebut bisa digunakan untuk membeli dua kapal selam kelas Kilo yang dilengkapi peluru kendali dengan jarak jangkau hingga 300 kilometer. Sementara jika dibelikan kapal korvet kelas Stereguchy dengan kemampuan peperangan diatas air dan udara, serta dilengkapi peluru kendali jangkauan 300 kilometer, akan mendapatkan tiga unit kapal.
Hitung-hitungan tersebut diungkapkan Laksamana Madya TNI (Purn) Slamet Soebijanto. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) ini sangat gusar dengan besaran skandal Century yang demikian besar, sementara disisi lain, kondisi alat utama system persenjataan (alutsista) TNI sangat memprihatinkan.
Jauh sebelum kabinet Indonesia Bersatu II menempatkan “revitalisasi industry pertahanan” sebagai salah satu “program seratus hari”, mantan Wagub Lemhannas ini sering mempertanyakan kebijakan politik pemerintah terkait prioritas peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia.
Ketika menjabata sebagai KSAL, pria kelahiran Mojokerto, 4 juni 1951 ini, berjuang keras untuk meningkatkan kemampuan pertahanan, khususnya angkatan laut, yang jauh dibawah kekuatan Negara tetangga. Bahkan lebih jauh, pria yang dikenal teguh memegang prinsip dan disiplin tinggi ini, berambisi membawa Angkatan Laut kepada kejayaan Indonesia, sebagai Negara maritim.
Penyandang bintang Yudha Dharma Pratama ini bahkan sempat melontarkan ide untuk “mencuri” teknologi pertahanan Negara maju demi terhujudnya pertahanan nasional yang setara dengan Negara lain. Skenario mengadopsi teknologi pertahanan Negara lain ini juga dilakukan oleh Negara-negara maju.
Selain itu, untuk tercapainya kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan alutsista TNI, khususnya TNI AL, dilakukan reverse engineering alutsista. Reverse engineering sudah dilakukan untuk produk ranjau dan sensor. Bahkan untuk keperluan riset dan penelitian produk pertahanan, Slamet sempat mengusulkan cara trial and error. Pertimbangannya, riset dan penilitian membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
Hingga diujung jabatannya, Slamet Soebijanto tetap memegang komitmen tersebut. TNI AL telah menetapkan postur kekuatan hingga 2024 untuk pemekaran dan profesionalisme mewujudkan kebijakan “Green Water Navy”, postur kekuatan itu salah satunya penambahan jumlah armada Kapal Perang RI (KRI) sebanyak274 unit. Selain itu, dikembangkan komando armada laut menjadi tiga wilayah, komando wilayah laut (Kowilla) Barat di Tanjung Pinang Sumatra, Kowilla Tengah di Makassar Sulsel, dan Kowilla Timur di Sorong, Papua.
Salah satu implementasi komitmen itu adalah keputusan TNI AL untuk membeli Kapal Selam dari Rusia dipilh karena memiliki teknologi yang bisa diandalkan dan harga lebih murah dibanding produk Jerman atau Prancis.
Keputusan itu didasarkan kepada keputusan politik Indonesia untuk tidak menggantungkan diri terutama kepada Negara-negara Barat dalam hal keperluan persenjataan. TNI AL akan membeli 6 Kapal selam berbagai kelas dari Rusia.
Apa lacur, keputusan TNI AL tersebut justru dipangkas oleh pengganti Slamet Soebijanto, Laksamana Madya TNI Sumardjono. Satu hari setelah dilantik menjadi KSAL, Sumardjono langsung mengeluarkan kebijakan memangkas program pembelian kapal selam kelas Kilo dari Rusia yang di gagas Slamet Soebijanto. Alasan pemangkasan itu karena keterbatasan anggaran TNI yang terbatas.
Padahal, menurut Slamet Soebijanto, TNI AL mutlak membutuhkan enam kapal selam. Dengan pertimbangan, kebutuhan berdasarkan luas wilayah dan penyeibangan kekuatan di kawasan. Kapal selam merupakan alat penangkal yang paling kuat pada setiap Negara, karena kapal selam sulit diseteksi lawan. Terbatasnya alutsista TNI itu membuat Indonesia disepelekan banyak Negara, bahkan Negara tetangga.
Selain pembelian kapal selam, kebijakan Slamet terkait rencana perluasan pangkalan di pulau terluar juga di evaluasi oleh Sumardjono. Ketika itu, Slamet Soebijanto memiliki pertimbangan, pangkalan di pulau terluar akan berfungsi menagkal bahaya musuh yang biasa seliweran diperairan Indonesia.
Tak urung, sejumlah pihak menghubungkan pemangkasan program TNI AL dan penggantian Slamet Soebijanto itu sebagai satu benang merah yang saling bersinggungan. Memang, pergantian Slamet Soebijanto sangat mendadak. Di mana, Mabes TNI mengumumkan sehari sebelum pelantikan KSAL yang baru, 7 November 2007.
Slamet Soebijanto sendiri membantah sinyalemen tersebut. Slamet Soebijanto mengaku tidak kecewa atas pergantianya. Slamet juga membantah jika pergantian didasarkan adanya perbedaan sikap dengan petinggi TNI ataupun Presiden terkait kebijakan alutsista.
Langkah Slamet Soebijanto untuk menyumbangkan pengalaman dan pemikirannya bagi bangsa dan Negara tidak terhenti meskipun harus meninggalkan jabatan KSAL. Bermodalkan pengalaman berkarir menjadi anggota TNI AL lebih dari 30 tahun, Slamet Soebijanto sempat mencatatkan diri sebagai salah satu calon Presiden RI dari jalur independen pada Pilpres 2009.
Pencalonan Slamet di antaranya didukung oleh Aliansi Masyarakat adat Indonesia, Paguyuban seni dan Budaya Nusantara serta Aliasi Gerakan Mahasiswa Indonesia. Memang, pintu capres Independen tetutup setelah Mahkamah Kostitusi menolak uji material UU Pilpres yang tidak mengkomodasi capres independen.
Slamet terpanggil sebagai capres independen karena ingin menyelamatkan bangsa dari persoalan yang sedang dihadapi saat ini. Bagi Slamet, untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara Indonesia saat ini, seharusnya kembali kepada ideologi Pancasila dan UUD 1945. Selai itu Slamet mengusung program transparansi anggaran, land reform, dan pengelolaan migas oleh bangsa sendiri.
Profil
Nama                   : Laksamana Mayda TNI (Purn) Slamet Soebijanto
Tempat/Tgl Lahir  : Mojokerto, 4 Juni 1951
Agama                 : Islam
Pendidikan         :
-    Pendidikan militer AAL-19 (1973)
-    NBCD Course, Nederlands (1979)
-    Sys, Weapon Comm.Crs, Nederlands (1979)
-    Dik Alut Baru/Ops. School, Holland (1980)
-    Command Team Train , (ASW/SW&AWN) (1980)
-    Helicopter Direction, Nederlands (1980)
-    Command Post Exercise, Philindo (1981)
-    Diklapa II/Koum (1983)
-    Sus Dan Kapal Atas Air (1985)
-    Seskoal Angk-26 (1988/89)
-    Operational Art, Yugoslavia (1990)
-    Sesko ABRI Angk-20 (1993/94)
-    KRA-33 Lemhannas (2000/01)
Karier & Penugasan    :
-    Kasie Navi KRI Thamrin (1974)
-    Kadep Navop KRI Rakata (1980)
-    Komandan KRI Siliman (1984)
-    Komandan KRI pulau Ratewo (1989)
-    Kasilingstra Ditdik Seskoal (1991)
-    Komandan KRI Mongonsidi (1994)
-    Sahli “E” Pangarmatim, Ksubditstratik Ditopslatal (1996)
-    Paban V Straops Sops Kasal (1997)
-    Asrena Pangarmatim (1998)
-    Wasrena Kasal (1999)
-    Waasrenum TNI ( 2000)
-    Komandan Kodikal (2002)
-    Pengkoarmatim (2003)
-    Wagub Lemhannas (2003)
-    KSAL (2005-2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar