Minggu, 18 Mei 2014

Perbandingan Pesawat Kepresidenan RI dan Air Force One

Ini kecanggihan dan kehebatan pesawat kepresidenan RI
Setelah merdeka 69 tahun, akhirnya Indonesia punya pesawat kepresidenan. Pesawat berjenis Boeing Business Jet 2 tiba di Base Ops, Lanud Halim Perdanakusuma , Jakarta, Kamis (10/4) pagi.

Pesawat ini memang tak murah, harganya jika dikurs mencapai Rp 840 miliar. Sempat menuai polemik sebelum akhirnya dipesan ke Pabrikan Boeing di Amerika Serikat.

Pesawat jenis BBJ khusus untuk VVIP. Faktor keamanan dan kenyamanannya pun terjamin.

Selama ini presiden SBY menggunakan pesawat carteran dari Garuda Indonesia untuk melakukan kunjungan ke dalam dan luar negeri.

Berikut keunggulan pesawat kepresidenan RI tersebut:

1.
Mampu hindari peluru kendali



Mensesneg Sudi Silalahi menyebut keamanan pesawat kepresidenan sudah teruji untuk digunakan dalam perjalanan kepala negara dan rombongan. Pesawat ini bahkan bisa menghindari peluru kendali.

"Kalau ada peluru kendali pun, sudah ada sensor dan (petunjuk) apa yang dilakukan pesawat kalau itu terjadi," kata Sudi di Base Ops, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4) pagi.

Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menambahkan desain dari pesawat bisa diandalkan untuk perjalanan rombongan VVIP ke dalam dan luar negeri.

"Desain ini sudah mengakomodir kepentingan dari perjalanan presiden dengan stafnya. Lalu berkaitan dengan keselamatan, jumlah, jaraknya berapa yang akan dicapai dengan aman," jelas Putu.

2.
Mampu terbang jauh & mendarat di landasan sempit


Pesawat Kepresidenan BJB memiliki kapasitas bahan bakar 39.539 liter. Mampu terbang hingga 10.334 kilometer, melintasi benua. Kecepatan maksimal 0,85 mach di ketinggian 41.000 kaki.

"Kalau pesawat biasa tangkinya satu. Pesawat kepresidenan tangkinya enam," kata Sesmensesneg Lambock V Nahattand beberapa waktu lalu.

Kelebihannya Pesawat ini mampu terbang 10-12 jam. Mampu mendarat di bandara yang kecil, memiliki peralatan navigasi, komunikasi dan security sistem. Pesawat ini memiliki kapasitas maksimal 70 orang.

Pesawat ini memiliki panjang 39,5 meter, rentang sayap 35,8 meter, tinggi ekor 12,5 meter, dan diameter 3,73 meter.

3.
Dilengkapi interior mewah
 
Saat pesawat tiba di bandara Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, wartawan memang tak diizinkan masuk ke dalam. Namun merujuk pada spesifikasi, kabin pesawat BJB nyaman dan mewah.

Ada ruangan untuk tidur jika presiden melakukan perjalanan jauh, lengkap dengan tempat tidur. Selain itu ruang rapat khusus dan kamar mandi dilengkapi shower.

Untuk interior saja uang yang harus dikeluarkan mencapai 17 juta USD. Atau sekitar Rp 193 miliar. 

4. Hemat anggaran Rp 114 miliar per tahun
 
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan dengan pesawat kepresidenan ini, anggaran bepergian presiden bisa hemat sebesar Rp 114 miliar per tahun.

"Hadirnya pesawat ini lebih efektif dan mengefisienkan penggunaan pesawat terbang. Dengan hadirnya pesawat kepresidenan ini ada penghematan yang kita hitung ada Rp 114 miliar per tahun di masa-masa yang akan datang," ujar Sudi, saat menyambut pesawat kepresidenan di Bas Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4).

Proses pembuatan pesawat ini memakan waktu 4 tahun di pabrik Boeing, Seattle, Amerika Selatan. Sudi menyebut harga pesawat ini yakni sekitar Rp 840 miliar.

"Kita juga bangga, 69 tahun kita merdeka punya pesawat sendiri, ini karena kemampuan uang kita yang semakin baik," ujar Sudi.
 
5. Dioperasikan Skadron 17 TNI AU

Pesawat kepresidenan akan dioperasikan oleh Skadron Udara 17 TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Sudah sejak tahun 1963, satuan khusus ini bertugas melayani penerbangan untuk presiden, wapres maupun para pejabat TNI.

Selama ini, skadron 17 diperkuat pesawat Boeing 737, pesawat Fokker 28, Hercules C-130, dan pesawat Helikopter Super Puma.

Karena itu pula pesawat dicat biru muda. Desain pesawat ini dibuat oleh seorang perwira TNI AU.

"Yang mengoperasikan TNI AU dan seragamnya mirip," kata Mensesneg Sudi Silalahi.

Air Force One, Pesawat Komando yang Misterius

Selain merupakan pesawat kepresidenan, Air Force One bisa pula difungsikan sebagai pesawat komando sekaligus bunker terbang. Hingga kini tak seorang pun pejabat AS mengetahui detail persis bagian-bagian dalamnya. Pesawat ini mampu bertahan dari serangan rudal dan terjangan pulsa elektromagnet nuklir.

Demo antiBush yang sangat "meriah" dan adanya kabar bahwa salah satu mesin pesawat Air Force One rusak ternyata tak mengurungkan niat Presiden AS George W. Bush untuk berkunjung ke Indonesia, pada Senin sore, 20 November. Rombongan disambut meriah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meski untuk hari itu Bogor - tuan rumah yang sehari-hari dikenal dengan kota wisata - berubah mencekam karena harus menyesuaikan diri dengan gaya maximum security yang biasa menyertai Bush kemana pun pergi.

Secret Service (SS) - pasukan pengawal kepresidenan AS, telah dengan sengaja menciptakan kondisi seperti itu. Seperti diungkap sebuah situs internet internasional, pengamanan terhadap Presiden Bush dipertinggi terutama setelah AS getol memerangi teroris pasca Peristiwa 11 September. Karena musuh sudah semakin banyak, SS bisa dikatakan tak lagi percaya dengan segala bentuk sistem pengamanan yang diselenggarakan pihak luar.

"Dengan demikian, Air Force One memang tak lagi sekadar pesawat jet eksekutif kepresidenan. Pesawat ini telah meningkat statusnya menjadi bunker bergerak yang selalu mencurigai bahwa setiap tempat yang akan disinggahi adalah tempat yang tak aman dan amat rawan serangan," tulis situs tersebut.

Untuk itu jangan heran jika iring-iringan pesawat, helikopter, dan kendaraan pengangkut Presiden AS juga telah diatur sedemikian rupa agar setiap calon pembunuhnya - termasuk para wartawan yang memburunya -- terkecoh. Air Force One, misalnya, tak dibiarkan berkunjung ke sebuah negara sendirian. Ia selalu didampingi sebuah lagi pesawat yang memiliki ujud serupa. Ketika mendarat di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Angkasa mengidentifikasi pesawat pengecoh ini berasal dari jenis Boeing B757 yang telah dimodifikasi.

Atas nama pengamanan pula, perjalanan Bush dari Halim Perdanakusuma ke Bogor tak cukup hanya dikawal empat heli Marinir AS CH-46E Sea Knight. Heli VH-60E Whitehawk "Marine One" yang mengangkutnya juga terbang berdampingan dengan heli serupa sebagai decoy. Sebagai puncaknya, dalam perjalanan dari helipad di Gedung Olahraga Pajajaran ke Istana Bogor, SS lagi-lagi telah menempatkan Bush pada mobil yang lain dari biasanya. Ia tidak menumpang limousine Cadillac DTS, melainkan dengan SUV Cadillac Escalade Lincon.

Nah -- ini berandai-andai saja -- bagaimana kalau serangan terhadap dirinya terjadi juga? Untuk skenario terburuk, SS akan langsung mengevakuasi Bush dan istrinya dengan helikopter ke pangkalan udara bergerak terdekat milik AS. Ketika berkunjung ke Bogor, pangkalan berupa kapal induk USS Essex itu berada di perairan sebelah utara Jakarta. Di kapal induk kecil ini, pasukan AS akan segera melindungi kepala negaranya dan bersiap diri melakukan serangan balasan sesuai tingkat serangan yang mengancam.
USS Essex, sejatinya, adalah kapal serbu amfibi. Di kapal ini mukim puluhan helikopter CH-46 Sea Knight, satu skadron tempur AV-8B Harrier, dan satu skadron heli antikapal selam. Kapal ini juga membawa tiga hovercraft Air Cushion Landing Craft. Lebih lanjut, perjalanannya ke Indonesia dipantau langsung oleh Armada ke-7 AL AS yang bermarkas di Hawaii. Dengan demikian, Anda tahu sendiri, apa yang akan terjadi jika dalam perjalanannya ke Bogor, Bush "diganggu".

Pengganti Ruang Oval
Di antara jajaran alat transpor kepresidenan, Air Force One sendiri bisa dibilang sebagai moda transportasi paling megah, secure, dan canggih. Pesawat ini adalah ujung tombak simbol kedigdayaan AS di udara, yang mana dengannya Presiden AS dan segenap stafnya masih bisa menjalankan tugas sehari-hari. Berbagai piranti di dalamnya bahkan memungkinkan mereka mengendalikan pemerintahan dalam keadaan dunia tengah diguncang perang nuklir.

Tugas keseharian yang biasa dilakukan di Ruang Oval, Gedung Putih, dikerjakan di Ruang Utama Presidential Suite. Ruangan ini terletak di bagian depan pesawat. Di belakang ruangan ini, ada ruangan yang lebih besar dimana Presiden AS dan para stafnya bisa melakukan rapat. Yang mengagumkan, di pesawat ini, Gedung Putih juga memperkenankan setiap staf senior presiden memiliki ruang kerja sendiri-sendiri.

Nah, laiknya kantor kepresidenan, fasilitas kerjanya pun telah disesuaikan dengan bobot dan skala kepentingan para pejabat yang berada di dalamnya. Untuk itu, Air Force One telah dilengkapi 85 saluran sambungan telepon, radio dua-arah, mesin faksimili, dan jaringan komputer. Sistem telepon yang antisadap dan antijamming, telah diset untuk berhubungan langsung dengan jaringan terestrial. Dengan sistem telekomunikasi yang terhubung satelit ini, presiden dan staf bisa mengontak semua orang di segala penjuru dunia meski pesawat sedang mengawang-awang di ketinggian puluhan ribu kaki.

Untuk mengetahui perkembangan terkini, Air Force One juga telah dipasangi 19 televisi yang bisa menyiarkan hampir semua kanal televisi dunia. Boleh jadi karena begitu komplitnya peralatan elektronik yang terpasang, sebagian dari berat pesawat adalah berupa kabel. Jeroan pesawat ini terlilit kabel sepanjang 238 mil, duakali lebih panjang dari kabel yang melilit B747-200 - anjungan standar Air Force One. Begitu pun kabel sepanjang itu bukanlah kabel biasa. Kabel ini telah diberi pelapis khusus sehingga aman dari serangan pulsa elektromagnet (EMP/Electro Magnet Pulse) dan gelombang kejut yang dipancarkan ledakan nuklir.

Selain itu, di dalamnya juga masih ada ruangan lain yang disediakan khusus untuk para wartawan kepresidenan. Namun, mungkin demi menghindari penyusupan, kelompok yang terakhir ini belakangan sering diterbangkan terpisah. Ketika ke Indonesia kemarin, misalnya, rombongan wartawan asal AS diterbangkan khusus dengan pesawat B747-400 United Airlines. Singkat kata, Air Force One bisa menjadi tempat kerja yang layak bagi 70 pejabat negara berikut ke-26 awak pesawatnya.

Air Force One, pada dasarnya adalah pesawat tiga tingkat B747-200B yang telah dimodifikasi dengan ruangan seluas total 4.000 kaki persegi. Ruang kerja presiden dan stafnya mendominasi dek tingkat dua. Dek tingkat pertama atau bagian bawah pesawat menjadi ruang kargo dan bagasi. Sementara dek tingkat ketiga atau bagian paling atas, hanya dikhususkan untuk kokpit, lounge, dan ruang komunikasi. (Selengkapnya, lihat denah pesawat)

Pesawat komando
B747-200 yang menjadi dasar anjungan Air Force One tak lain adalah satu dari empat seri B747 rancangan Boeing yang berhasil dipasarkan secara luas ke berbagai negara. Jika serial pertama, yakni B747-100, diluncurkan pertama kali pada 1969, kemunculan seri-200 hanya terpaut setahun setelah itu. Dimensi keduanya tak beda, kecuali bahwa seri-200 memiliki berat maksimum tinggal landas yang lebih besar karena mesin, kerangka, dan roda pendarat yang lebih kuat.

Anda mungkin akan bertanya, mengapa kantor kepresidenan AS tak memilih B747-400 yang sudah jauh lebih canggih? Sekadar catatan saja, B747-400 memiliki badan lebih panjang, kokpit serba digital (fully glass-cockpit), dan mampu menjangkau jarak 3.000 km lebih jauh dari B747-100 yang "hanya" 10.500 km. Toh, B747-400 sudah terbang dua tahun sebelum B747-200B mulai bertugas (pada 1990). Bukankah masih ada cukup waktu untuk mengalihkannya ke seri yang terbaru itu?

Jujur saja, tak ada jawaban memuaskan untuk pertanyaan tersebut Namun, dari buku Modern Military Aircraft (2004) dapat dirunut kisah bahwa pilihan itu boleh jadi terkait dengan proyek pembuatan pesawat komando terbang AS yang sudah terlanjur dikerjakan AU AS pada awal dekade 1970-an. Kala itu mereka sudah kepalang membeli empat B747-200B untuk direkonstruksi ulang menjadi pesawat komando darurat yang telah dirancang khusus untuk kondisi dunia terlanda perang nuklir. Ujud akhir dari proyek ini adalah pesawat fully-electronic E-4A dan E-4B 

Sumber : Merdeka. & Indonesiaindonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar