Minggu, 25 Mei 2014

GSh-30-1 30mm: Kanon Sukhoi TNI AU – Minim Amunisi Tapi Punya Presisi Tinggi

NbjNBynhLAFcx6fTVkObTY8p
Tidak sah rasanya bila jet fighter dengan kualifikasi multirole dan air superiority hadir tanpa senjata internal. Meski konsep peperangan di udara masa kini dan di masa mendatang mengedepankan pada keunggulan rudal lintas cakrawala alias BVRAAM (beyond visual air to air missile), namun paduan sista untuk menghadapi duel jarak dekat (dog fight) tak bisa dihapuskan, ini dibuktikan dengan masih larisnya segmen rudal udara ke udara jarak pendek dan menengah.
Menemani peran rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) jarak pendek, sudah mahfum pula keberadaan dari kanon sebagai senjata internal di pesawat tempur. Bicara tentang jet Sukhoi Su-27/Su-30 yang dimiliki TNI AU, kanon internal inilah yang menjadi satu-satunya senjata dari Sukhoi Indonesia yang mampu menggetarkan dalam patroli udara. Hal tersebut harus dipahami, sebab setelah 10 tahun dibeli, armada Sukhoi Skadron 11 TNI AU baru dibekali rudal mulai tahun 2012, yakni AAM jenis R-73, R-77, dan rudal udara ke permukaan (ASM/air to surface missile) jenis Kh-31P dan Kh-29TE.
Selama periode 2003 hingga 2012, praktis Sukhoi TNI AU hanya mengandalkan kanon internal dan bom P-100 buatan Dalam Negeri. Nah, bicara tentang kanon yang melekat di Sky Demon ini, tak lain adalah GSh-30-1 kaliber 30 mm. Merujuk ke sejarahnya, kanon laras tunggal ini dirancang oleh A. Gryazev dan A. Shipunov pada tahun 1977 dan diproduksi oleh Izhmash JSC, Rusia. Sebagai peninggalan era Uni Soviet, kanon ini mulai resmi diadopsi oleh jet tempur Soviet sejak 1980 hingga kini.
GSh-30-1 pada Sukhoi Su-27. Terletak disisi kanan body.
GSh-30-1 pada Sukhoi Su-27. Terletak disisi kanan body.
Tampilan laras GSh-30-1.
Tampilan laras GSh-30-1.

Cara kerja kanon ini masih terbilang konvensional, yakni menggunakan pola hentakan (recoil). Bobot kanon, belum termasuk amunisinya, yaitu 46 kg. Dari sisi kinerja, GSh-30-1 secara teori dapat memuntahkan hingga 1.800 proyektil dalam satu menit. Namun, dalam pelaksanaannya, kecepatan tembak (rate of fire) diturunkan untuk mengurangi efek panas berlebih pada laras, menjadi 1.500 proyetil per menitnya. Meski bisa memuntahkan ribuan proyektil per menit, faktanya logam pada laras dapat mengalami tekanan tinggi akibat panas berlebih bila dilakukan penembakan secara terus menerus antara 100 – 150 peluru. Pihak pabrikan pun memang menggariskan waktu singkat untuk usia laras, setiap melampaui 2.000 tembakan, laras harus diganti untuk menjaga keamanan dan presisi. Laras sejatinya dapat cepat dingin seiring derasnya aliran angin di body pesawat, tapi GSh-30-1 juga dibekali pendingin air berupa silinder yang ditempatkan pada pangkal laras.
Amunisi kaliber 30 mm GSh-30-1
Amunisi kaliber 30 mm GSh-30-1
gsh-301
MiG-29 milik AU Iran tampak sedang menembakan kanon GSh-30-1.
MiG-29 milik AU Iran tampak sedang menembakan kanon GSh-30-1.

Bicara soal penggantian laras, kanon PSU (penangkis serangan udara) Type 80 Giant Bow 20 mm Arhanud TNI AD, lebih cepat lagi. Secara prosedur, setiap 200 tembakan laras harus diganti. Kebetulan memang laras dirancang untuk bisan diganti secara cepat. Kabarnya, setiap kali latihan minimal harus disiapkan empat laras pengganti. karena kecepatan tembak yang tinggi, membuat laras cepat panas, ) Type 80 Giant Bow bisa memuntahkan 1.500 – 2.000 proyektil dalam satu menit.
Kembali ke kanon Sukhoi GSh-30-1, kecepatan luncur proyektil mencapai 860 meter per detik. Sementara yang jadi ‘tantangan’ justru dari bekal amunisi yang dibawa, terbilang sedikit, yaitu 150 peluru dalam satu drum magasin. Minimnya amunisi yang dibawa bukan hanya terjadi pada Sukhoi Su-27/Su-30, melainkan juga pada MiG-29 Fulcrum yang turut memakai GSh-30-1. Rusia pun menyadari akan ‘kelemahan’ pada minimnya jumlah peluru, untuk itu disiasati dengan hadirnya perangkat penjejak optik berbasis thermal OEPS-27.
Perangkat penjejak OEPS-27
Perangkat penjejak OEPS-27
Tampilan kokpit Su-27.
Tampilan kokpit Su-27.
Stick kemudi pada Su-27, dari sinilah pilot melakukan aksi penembakan kanon.
Stick kemudi pada Su-27, dari sinilah pilot melakukan aksi penembakan kanon.
Simulasi HUD (head up display) pada Sukhoi Su-27.
Simulasi HUD (head up display) pada Sukhoi Su-27.

OEPS-27 mudah dikenali pada jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30. Letak perangkat ini berada di bagian hidung, namun agak mendekat kokpit, dan bentuknya cukup unik dengan desain bola kaca. Perangkat ini terdiri dari dua bagian. Pertama disebut sebagai pengukur jarak bersistem laser (laser range finder) dengan kemampuan pengenalan target hingga delapan kilometer. Kemudian masih dalam bola kaca juga ada IRST (infra red search and track system), dimana sistem ini dapat menjangkau jarak hingga 50 kilometer. Soal cakupan (coverage), untuk sudut azimuth mulai dari -60 sampai +60 derajat, sementara sudut ketinggian mulai dari -60 sampai 15 derajat. Dengan dukungan OEPS-27 inilah, pihak pabrikan Sukhoi merasa percaya diri menjajakan jet tempur ini, apalagi dengan kombinasi sensor infra merah dan laser, menjadikan Sukhoi mumpuni dalam membidik, alias presisi tembakan sangat tinggi. Bagaimana tentang jarak tembak? Untuk menghajar target di udara, jarak tembak efektinya antara 200 – 800 meter. Sementara untuk misi melibas target di permukaan, jarak tembaknya bisa mencapai 1.200 – 1.800 meter.

Adu Lawan Vulcan M61
Dari hasil polling Indomiliter.com pada tanggal 3 – 13 Oktober 2013, dapat disimpulkan bahwa lawan terberat Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU adalah F-15SG Strike Eagle milik RSAF (AU Singapura). Lawan tanding kedua terberat, kemudian ditempati oleh F/A-18 Super Hornet RAAF (AU Australia). Boleh jadi, dimasa mendatang, kedua jet inilah yang akan menjadi kawan ‘dog fight’ Sukhoi TNI AU. Dan, bila itu benar adanya, maka GSh-30-1 akan berjumpa dengan kanon internal F-15SG dan F/A-18, yaitu Vulcan M61 kaliber 20 mm.
Perbandingan tampilan pada kanon yang populer pada pesawat tempur, nampak Vulcan M61 dan GSh-30-1.
Perbandingan tampilan pada kanon yang populer pada pesawat tempur, nampak Vulcan M61 dan GSh-30-1.



Meski kalibernya lebih kecil dari GSh-30-1, tapi jangan anggap enteng kanon yang juga terpasang di F-16 Fighting Falcon ini. Vulcan M61 mengadopsi model gatling dengan enam laras putar. Selain unggul dalam mengurai panas pada laras, Vulcan M61A1 dapat memuntahkan 4.000 hingga 6.000 proyektil dalam satu menit. Kecepatan luncur proyektilnya 1.050 meter per detik, sementara untuk jarang tembak efektifnya antara 1.500 – 2.000 meter. Untuk urusan amunisi, dengan model magasin drum, dapat dibawa hingga 511 peluru. Karena punya enam laras, beratnya pun mencapai 112 kg, belum termasuk feed system-nya.
Meski dalam banyak parameter Vulcan M61 lebih unggul, tapi GSh-30-1 tampil dengan beragam tipe amunisi, seperti Armour Piercing Tracer (AP-T), Armour Piercing Incendiary Tracer (API-T), Armour Piercing Tracer, Tungsten Alloy Penetrator (APT-T), Inert Armour Piercing (AP Inert), High Explosive Tracer (HE-T), Short Range High Explosive Tracer (HE-T-SR), Inert High Explosive Tracer (HE-T Inert), High Explosive Incendiary (HEI), High Explosive Incendiary Tracer (HEI-T), Target Practice (RTP), dan Target Practice Tracer (RTP-T). (Gilang Perdana)

Spesifikasi GSh-30-1
Manufaktur : Izhmash JSC
Kaliber : 30 mm
Berat : 46 kg
Cartridge : 30×165 mm
Jumlah laras : 1
Kecepatan tembak : 1.500 – 1.800 proyektil/menit
Kecepatan proyektil : 860 meter/detik
Jarak Tembak : 1.800 meter

Indomil. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar