Rabu, 14 Mei 2014

SEBUTAN KARBOL BAGI TARUNA AAU


Karbol di depan gerbang almamater kebanggaannya
Istilah Karbol bagi sebagian orang bahkan masyarakat umum bisa jadi sebutan yang berbeda, namun demikian panggilan Karbol adalah sesuatu yang membanggakan bagi anak muda terbaik bangsa yang ditempa di Kawah Candradimuka TNI AU. Taruna Akademi Angkatan Udara mendapat kehormatan dipanggil Karbol karena panggilan tersebut melekat pada seorang manusia serba bisa yaitu Marsekal Muda Anumerta dr. Abdurachman Saleh. Seorang tokoh yang bukan hanya merintis berdirinya AURI tetapi juga RRI bahkan menjadi dosen di Fakulas Kedokteran UI.
        Karbol adalah nama panggilan populer yang melekat pada Marsekal Muda Anumerta Abdulrachman Saleh. Panggilan karbol dilekatkan oleh kawan-kawan beliau pada waktu itu, karena beliau serba bisa dan cerdas untuk memecahkan  persoalan-persoalan.
        Abdulrachman Saleh adalah salah satu diantara Pahlawan Pembina Angkatan Udara Republik Indonesia yang serba bisa dan serba guna atau “all raound”.   Karena dirinya adalah seorang penerbang dan ahli tehnik radio, seorang guru besar dalam ilmu kesehatan/ilmu faal, seorang bintang lapangan dalam olahraga, seorang pemimpin yang pandai, berwibawa dan jujur serta mendahulukan kepentingan tugas negara di atas kepentingan pribadi.  Oleh karena itu Taruna Akademi Angkatan Udara sangat perlu mengambil suri tauladan dari pahlawan tersebut dalam semangat, kepandaian, dan pengorbanan.
        Gagasan pemberian nama karbol kepada para Kadet Akademi Angkatan Udara dicetuskan oleh Marsekal Saleh Basarah yang ketika itu masih berpangkat Letnan Kolonel Udara sebagai Perwira Wing Penddidikan 001, merangkap sebagai anggota pelaksana proyek Akademi Angkatan Udara.     Ide ini muncul ketika beliau mengikuti perjalanan muhibah dalam misi pendidikan ke luar negeri pada tahun 1963, yang dilaksanakan ke beberapa negara Eropa, Amerika dan Asia.     Ketika berkunjung ke USAF (Angkatan Udara Amerika) di Washington selama sepekan, Letkol Udara Saleh Basarah mendengar panggilan “the doolles, doolly, Mister doolly” dan sebagainya.
        Untuk mengetahui panggilan tersebut beliau menanyakan kepada “Comandant of Cadets”  tentang asal usul penggunaan panggilan “doolles” tersebut.     Dia menjelaskan bahwa kata panggilan tersebut diambil dari nama General USAF James H. “Jimmy” Doollity, seorang penerbang militer yang terkenal serba bisa.    Dia satu-satunya Jenderal bintang empat di Amerika yang bukan lulusan Akademi Milliter West Point pada waktu itu.    Dia masuk dinas militer di negerinya karena merasa terpanggil dan tertarik menjadi penerbang tempur pada Perang Dunia I.
        Kemudian Letkol Udara Saleh Basarah mencari data biografi “Doolltlle” tersebut di perpustakaan Akademi, dibantu oleh Kepala Perpustakaan (sipil)seorang “Doctor” ahli perpustakaan.      Dalam Perang Dunia II Doolittle dipercayai empat kali berturut-turut memegang tampuk-pimpinan (comanding General dari 12”, 15”, 8” Air Force di Afrika Utara, Italia, Inggris dan Okinawa).      Misinya selalu berhasil cermelang.    Dialah yang memimpin Skadron B-25 yang take-off dari kapal induk menyerang Tokyo dan Yokohama (air raid) one-way ticket.   Sebagian dari B-25 mendarat di daratan Cina dan beberapa hilang.   Penyerangan ini  sebagai balas dendam Pearb Harbor Hawai.   Dia dianugrahi 14 Bintang jasa keberanian dan kesuksesan oleh Pemerintah-nya dan oleh Pemerintah negara-negara Sekutu.     Dalam tahun 1925 dia sudah meraih gelar “Doctor” of Science” dari Massachusetts Institute of Technology dalam usia relatief muda.    Gelar kehormatan untuk rekord prestasi-prestasi cemerlang dalam bidang penerbangan, air races, auto-races, motor races, sebagai juara dalam olah raga tinju amatir dan profesional.   Dia menemukan formula bahan bakar untuk pesawat terbang propeler sampai pesawat  turbine engine.
        Selama lima hari di Air Force Akademy, Letkol Saleh Basarah mengikuti kegiatan para kadet, mulai makan pagi bersama, masuk kelas, kegiatan olahraga, makan siang dan makan malan bersama – rutin, setiap hari, sampai malam, jam 10.00 lampu dipadamkan dengan iringan trompet.   Jam 06.00 pagi bangun dengan terompet olah raga, parade di kampus dan makan pagi jam 07.30. Setiap hari beliau mendengarkan teriakan atau panggilan atau sapaan seperti “Doollies”, “Doolly this and Dolly That!”, Mr. Dolly William, Mr. Dooly Theodore dan sebagainya.    Sebutan atau panggilan “air cadets” secara formal resmi tetap digunakan dalam dokumen laporan dan tulisan.     Para air cadets mengerti mengapa mereka mendapat panggilan “Doolly”, yaitu kepada mereka diharapkan bisa serba-bisa berprestai seperti itu.     Mereka diberi penjelasan singkat tentang “Who is who is Doolittle”.   Para air cadets bangga menyandang sebutan “Mr. Doolly”.

Pak Karbol sedang memberikan penerangan kepada para pengunjung Pameran Pekan Penerbangan di Pangkalan Udara Maguwo
       Setelah pulang ke Indonesia Letkol Saleh Basarah sangat tertarik oleh ide gagasan “Dolly” tersebut.     Sebagai pengagum tokoh DR. Abdulrahman Saleh  yang panggilan akrabnya “Karbol” beliau langsung mengajukan “saran lisan” atau “Meminta-izin” Komandan Komando Pendidikan untuk menggunakan panggilan “Karbol” kepada Taruna Akademi Angkatan Udara.     Saran tersebut langsung diterima dengan baik dan akan dilaporkan kepada Menteri Panglima AU Laksamana Madya Omar Dani.
        Sebagai Perwira Wing Dik 001 dan Dan Skadron “D” merangkap sebagai anggota pelaksana proyek AAU setempat,  Letkol Saleh Basarah langsung menerapkan panggilan “karbol” tersebut kepada para Taruna dalam tahun 1963.     Tanpa surat keputusan apapun – tapi cukup diumumkan oleh Senat Taruna dalam kesempatan upara “Appel Embun” di halaman Belimbing.     Nama panggilan karbol diterima dengan spontan antusias oleh para Taruna, setelah dijelaskan “Apa dan Siapanya” pahlawan angkasa yang bernama DR. Abdulrahman Saleh itu.    Kelebihan-kelebihannya Pak Karbol adalah karakter yang kuat dengan integritas pribadi yang luhur, cerdas, ulet dalam berkarya, tanpa pamrih dan terutama ciri khas “serba-bisa”-nya itu.

Pak Karbol manusia serba bisa dalam karier militer maupun sipil

        Sebagai penghargaan atas jasanya yang sangat besar di bidang kedokteran pada umumnya dan bagi ilmu faal pada khususnya, maka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Desember 1958 telah meresmikan Dr. Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia. Pada tanggal 16 April 1959 Presiden Sukarno berkenan memberikan Satyalencana Bintang Garuda kepada Ibu Abdulrachman Saleh, sebagai tanda terima kasih rakyat Republik Indonesia atas jasanya. Penghargaan dan penghormatan yang berikutnya juga telah diberikan pada tanggal 15 Februari 1961 oleh Presiden kepada Ibu Abdulrachman Saleh yakni Bintang Mahaputra.

TNI-AU. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar