Jumat, 07 November 2014

Sukhoi TNI AU Semakin Menggiriskan, Force Down Tiga Black Flight



su30mki-8
Pesawat Tempur Sukhoi SU-30MKI Lengkap Dengan Persenjataan (Dispenau)

Pada minggu terakhir Oktober hingga awal November 2014, pesawat-pesawat Sukhoi TNI AU dibawah kendali Komando Pertahanan Udara Nasional telah unjuk gigi, dengan melakukan penyergapan dan memaksa turun (force down) tiga pesawat yang masuk dalam kategori penerbangan gelap (black flight) di wilayah Indonesia. Yang dimaksud dengan black flight (Hanudnas menyebut Lasa-X), adalah penerbangan yang melintas di wilayah Indonesia, bukan pesawat regular tetapi tidak mempunyai ijin lintas terbang. Ijin yang dimaksud adalah seperti yang tertera dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Keputusan Dirjen Perhubungan Udara, dimana pesawat asing tanpa ijin yang melanggar wilayah kedaulatan NKRI akan diusir atau dipaksa mendarat di bandara tertentu di wilayah NKRI. Ijin yang dimaksud adalah filght clearance atau flight approval dari Dirjen Perhubungan udara serta security clearance yang dirilis oleh Mabes TNI.

Terkait dengan Pertahanan Udara Nasional, Kohanudnas merupakan ujung tombak Kotama Operasional TNI AU yang bertugas melaksanakan penegakan hukum di udara dan mengatur seluruh potensi kekuatan udara bangsa Indonesia. Kohanudnas melakukan monitoring seluruh penerbangan yang melintas di wilayah kedaulatan NKRI, dimana sebagai pelaksana pertahanan udara dilaksanakan oleh Komando Sektor Hanudnas. Dalam kaitan pengamanan wilayah udara menghadapi black flight, pesawat tempur sergap TNI AU akan langsung dikendalikan oleh Panglima Kosek apabila diperlukan untuk melakukan penyergapan. Tugas pokok Kosek Hanudnas (I s/d IV) adalah menyelenggarakan dan mengendalikan operasi pertahanan udara di wilayahnya, sesuai pembagian tanggung jawab geografis wilayah Hanudnas untuk mendukung tugas Kohanudnas. Dalam melaksanakan tugasnya Kohanudnas didukung oleh Satuan Radar TNI-AU yang ditempatkan di berbagai daerah, pesawat tempur TNI AU, batalyon rudal Paskhasau, serta diperkuat oleh Detasemen Rudal TNI AD dan KRI TNI AL yang mempunyai kemampuan hanud. Masa kini dengan telah lengkapnya kemampuan radar yang mampu meng-cover seluruh wilayah tanah air, sulit bagi sebuah pesawat asing yang akan terbang menyelundup tanpa diketahui oleh Kohanudnas/Kosek Hanudnas. Selain itu Kohanudnas juga telah mampu mengintegrasikan data dari radar-radar sipil di seluruh Indonesia.

Operasi Penyergapan dan Force Down oleh Sukhoi 27/30 TNI AU
Rabu, 22 Oktober 2014, Force Down di Menado
Kronologis penyergapan pesawat sipil dari Australia. Pada pukul 07.41 WITA, Radar Kohanudnas mendeteksi adanya Lasa-X di jalur udara A-461 berdasarkan route chart. Sesuai dengan prosedur, Pengendali Operasi yang bekerjasama dengan MATSC (Makassar Air Traffic Centre) mengendalikan dan memerintahkan obyek melalui komunikasi radio agar pesawat tersebut membelok keluar dari wilayah udara nasional. Akan tetapi peringatan tidak dituruti oleh pesawat yang beregistrasi VH-RLS, dan tetap terbang dari Darwin meuju ke Ambon. Panglima Kosek Hanudnas II, , Marsma TNI Tatang Harlyansyah, memerintahkan Pusat Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II berkedudukan di Makassar menggelar operasi penyergapan. Dua pesawat tempur Sukhoi Su-30MKI dari Skuadron Udara 11 (Thunder Flight), diterbangkan dari Lanud Hasanudin dengan dipersenjatai peluru kendali untuk melaksanakan operasi penyergapan. Menurut Kadispenum Mabesau, Kolonel Pnb Agung Sasongkojati, "Pada pukul 09.02 WITA, Thunder Flight tinggal landas menuju sasaran, dan pada pukul 10.38 WITA berhasil menyergap pesawat sasaran pada posisi 150 mil laut, pada ketinggian 10.000 kaki dan kecepatan 170 knots di sebelah selatan Manado," katanya. Black flight tersebut ternyata sebuah Beechcraft C-55 Baron, kemudian oleh Sukhoi berhasil dipaksa mendarat (force down) pada pukul 11.29 WITA di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado. Pesawat dengan registrasi VH-RLS dengan pilot Jacklin Greame Paul dan Mc Clean Richard Wayne, yang berkebangsaan Australia itu mengudara dari Darwin dalam perjalanan menuju ke Cebu City, Filipina. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh aparat Lanud Sam Ratulangi, penerbangan tidak dilengkapi dengan flight aproval dan security clearance. Setelah dilakukan pengurusan surat-surat ijin lengkap, pesawat sesuai aturan Dirjen Perhubungan Udara di denda Rp60 juta dan diijinkan melanjutkan perjalanan.
forcedown cesna singapura
forcedown cesna singapura Sukhoi TNI AU saat Menyergap Cessna Singapura VH-PFK (Foto : Dispenau)

Selasa, 28 Oktober 2014, Force Down di Pontianak
Kronologis penyergapan. Pada hari Selasa (28/10/2014), Popunas (Pusat Operasi pertahanan udara nasional) menerima informasi dari Posek I Halim tentang adanya pesawat yang dikendalikan oleh ATC Singapura terbang tanpa security clearance. Penerbangan termonitor sekitar pukul 8.00 WIB, dimana jajaran radar Kosekhanudnas I di kepulauan Riau mendeteksi adanya sebuah pesawat asing yang melintas di wilayahIndonesia, berangkat bagian selatan Singapura menuju Sibu Kinabalu, Malaysia.
Panglima Kosekhanudnas I Marsma TNI Fahru Zaini Isnanto yang berada di Pusat Operasi Sektor Hanudnas I di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta segera memerintahkan para penerbang Sukhoi yang sedang mengikuti latihan pertahanan udara Tutuka XXXVII tahun 2014 segera bersiap melakukan operasi hanud untuk menyergap (Intercept) pesawat asing yang diketahui sebagai Lasa-x (karena tanpa ijin).
Setelah positif pesawat tersebut diyakini hanya dilengkapi Flight Plan dari ATC Singapura dan tidak dilengkapi ijin lintas (security clearance dan flight aproval) untuk pesawat non-reguler dari pemerintah Indonesia, maka dua pesawat Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU (Klewang Flight) yang dilengkapi rudal udara-ke udara R-73 Archer diterbangkan dari Bandara Hang Nadim Batam untuk mengejarnya. Namun hingga jarak 200 Nm dari Batam posisi pesawat terbang asing tersebut telah memasuki wilayah udara Malaysia, perintah penyergapan dibatalkan dan Klewang Flight kembali ke Bandara Hang Nadim Batam.
Pada pukul 11.28 WIB, radar Kosekhanudnas I memonitor pesawat yang sama terpantau kembali pada posisi di utara Pontianak dengan rute kembali menuju Seletar Singapura. Pada pukul 11.43 WIB Pangkosekhanudnas I kembali memerintahkan unsur Sukhoi klewang flight di Batam untuk melaksanakan “Scramble Take Off” untuk operasi penyergapan. Pada pukul 12.23 WIB pesawat asing tersebut dapat ditemukan serta diidentifikasi secara visual pada posisi sekitar 213 Nm dan radial 091° dari Batam pada ketinggian 26.000 ft, kecepatan 250 Knots, pesawat sipil dengan dua propeller tipe Beechraft -9L, registrasi VH-PFK di wilayah NKRI, di sebelah selatan Kepulauan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau.
Sumber Dispenau menjelaskan, bahwa saat akan di force down ke Lanud Supadio Pontianak, penerbang bersikeras menolak dengan alasan berada dalam frekuensi radio Singapore Control, dan mereka bersikeras bahwa mereka tidak melanggar wilayah udara nasional Indonesia , dan mereka terbang melewati jalur penerbangan internasional dibawah ijin dan kendali ATC Singapura.
Melalui frekwensi darurat penerbang Sukhoi menjelaskan bahwa meskipun berada di Wilayah Informasi Penerbangan Singapura (Singapore FIR) dan sudah mengisi Flight Plan di seletar namun mereka dan ATC Singapura harus mematuhi hukum dan aturan penerbangan Indonesia yang harus melengkapi persyaratan ijin lintas berupa flight aproval dan security clearance bagi pesawat non regular. Penerbang VH-PFK dan ATC Singapura tidak bisa membantah fakta pelanggaran tersebut dan mereka berhadapan dan beresiko tinggi melawan perintah dua pesawat tempur TNI AU yang bersenjata lengkap di atas ruang udara kedaulatan Indonesia.
Pada akhirnya pesawat Singapura tersebut mau bekerja sama untuk dan mendarat di Lanud Supadio Pontianak dengan tetap dikawal dua Sukhoi. Air cover tetap dilakukan kedua Flanker (SU-27 dan SU-30) tersebut dan setelah Beechcraft mendarat, keduanya kembali ke Hang Nadiem Batam. Pesawat itu berisi tiga orang crew dalam rangka training yang diidentifikasi bernama kapten Tan Chin Kian (Instruktur, Singapura, lahir 13 Oktober 1950), Xiang Bohong (Trainee Chinese, lahir 07 Mei 1989), dan Zheng Chen (Trainee, Chinese, lahir 01 Maret 1990). Setelah dilakukan pengurusan surat ijin, pesawat dilepas dengan denda Rp60 juta.
ini-kronologi-penyergapan-jet-milik-arab-oleh-sukhoi-tni-au
Penyergapan HZ-103 Saudi Oleh Sukhoi TNI AU (Sumber foto : Dispenau)

Senin, 3 November 2014, Force down di Kupang
Pesawat tempur Sukhoi 27/30 TNI AU kembali memaksa mendarat sebuah private jet Saudi Arabian Airlines pada hari Senin tanggal 03 November 2014. Pesawat jet pribadi jenis Gulfstream IV dengan no HZ-103 ini berangkat dari Singapura menuju Darwin Australia sebelum menuju tujuan akhir Brisbane.
Kronologis penyergapan (Menurut Kadispenau, Marsma TNI Hadi Tjahyanto, Selasa, 4 November 2014). Jajaran radar Kosek Hanudnas I Halim Perdanakusuma, Jakarta, telah memonitor gerak-gerik Gulfstream IV dengan registrasi HZ-103 itu sejak melintasi wilayah udara Kepulauan Riau dan memasuki Kalimantan yang masuk kategori sebagai Lasa-X (tanpa ijin). Berdasarkan enroute chart (peta udara internasional) adalah M-774 menuju Australia. Di atas Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tanggung jawab pengawasan diambil alih Kosek Hanudnas II Makasar untuk menindak lanjuti dengan operasi penindakan penyergapan.
Saat dilakukan komunikasi oleh ATC Makassar untuk pengecekan flight clearance, penerbang mencoba melakukan desepsi dan memberikan ijin palsu. Kadispenau menjelaskan, "Pilot menyebutkan dia sudah memiliki ijin penerbangan dengan nomor ijin 5042+AUNBLN+DAU3010+2014. Setelah diperiksa ulang, itu nomor ijin melintas bagi pesawat pengangkut jemaah haji jenis Boeing B-747-400," katanya. Selanjutnya dijelaskan, "Makin mencurigakan setelah ditanya berulang-ulang mengenai perijinan, dia menambah kecepatan, yang semula 0,75 Mach menjadi 0,85 Mach," kata Hadi.
Pengendali Operasi pertahanan udara di Popunas Jakarta dan Posek II Makasar menilai pesawat tersebut berniat kabur secepatnya keluar dari wilayah NKRI menuju Australia. Komandan Skadron Udara 11 (Sukhoi) mendapat informasi dari Asops Kosek II bhw ada laporan sasaran “black flight” dari Singapura menuju Darwin, yang posisinya mendekati Banjarmasin. Skadron 11 menyiapkan dua Sukhoi SU-30 Flanker (Thunder Flight). Pangkosek Hanudnas II Marsma TNI Tatang Herlyansah di Pusat Operasi Sektor (Posek) Hanudnas II di Makassar, dibawah komando penuh Pangkohanudnas Marsda TNI Hadiyan Sumintaatmaja dari Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas) di Lanud Halim Perdanakusuma memerintahkan operasi penyergapan. Dua Sukhoi-30 dengan penerbang Vincent / Wanda dan Tamboto/ Ali melaksanakan Scramble dan take off (12.12 WIB).
Saat itu posisi target 200 km di Selatan Makasar dengan kecepatan 0.80 Mach (864 kmpj) dengan ketinggian 41 ribu kaki. Pesawat Gulfstream yang terbang pada ketinggian 41 ribu kaki nampaknya tahu jika dikejar dan meningkatkan kecepatan semula dari kecepatan jelajah 0.74 Mach (700 kmpj) menjadi 0.85 Mach (920 kmpj). Namun Sukhoi mengejar dengan kecepatan suara yaitu antara 1.3 – 1.55 Mach (1400- 1700 kmpj). Thunder Flight melaksanakan pengejaran sampai melewati Eltari, Kupang dan berhasil meng-intercept, mendekati pesawat tersebut dan dapat melaksanakan komunikasi dengan radio di sekitar jarak 85 Nm atau 150 km dari Kupang serta sudah mendekati perbatasan wilayah udara Timor Leste.
Crew pesawat Gulfstream IV tidak mempunyai pilihan lain saat diperintahkan dan diarahkan oleh Thunder Flight menuju Lanud Eltari Kupang (Mengingat angkernya SU-30 TNI AU tersebut yang dipersenjatai dengan rudal R-73 Archer yang canggih.) Pada pukul 13.25 WIB pesawat Gulfstream IV Saudi Arabia tersebut landing di Lanud Eltari menyusul pada pukul 13.32 WIB kedua pesawat Su-30 MK2 juga landing di Lanud Eltari setelah melakukan air cover. Gemuruh suara mesin jet Sukhoi sempat mengejutkan penduduk di Kupang.
Dalam pemeriksaan unsur Lanud yang terdiri dari Intelijen Pengamanan dan petugas Dishubud, didapat penjelasan, Captain Pilot Gulfstream IV, registrasi HZ-103, adalah Waleed Abdulaziz M , setelah diperiksa tidak memiliki ijin lintas wilayah NKRI. Pesawat tersebut diketahui terbang dari Singapura tujuan Australia mengangkut tim pendahulu yang akan mempersiapkan kunjungan pangeran Kerajaan Arab Saudi ke Australia.
On board pada pesawat 13 orang (7 penumpang, 2 pilot, 2 kopilot, dan 2 pramugari). Sebanyak 13 orang termasuk kru menjalani pemeriksaan. Mereka adalah captain pilot, Waleed Abdul Aziz dan Abdullah Aziz Ibrahim; dua co pilot, Muhammed Suliman dan Muhammed Saud; dua pramugari, Kaitouni Oulaya dan Safa; serta para penumpang, yakni Muhammed Dhafir, Sami Amadh, Muhammed Abdulah, Hussin Ali, Khalid Mushabbad, Atiah Ayed, dan Domino Domingo. Setelah diperiksa, pesawat tidak membawa barang berbahaya.
Kepala Penerangan Lanud El Tari, Kapten Sigit menjelaskan, "Pesawat dilepas setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta melengkapi dokumen surat izin terbang (flight clearance) di wilayah Indonesia, dan membayar denda Rp 60 juta yang akan disetor ke kas negara," katanya. Senin malam hari yang sama, pesawat tersebut diizinkan melanjutkan penerbangan ke Australia sekitar pukul 22.42 WITA.
Dispenau merilis berita, Gulfsteram IV ini dilepas oleh otoritas penerbangan Singapura tanpa diberi informasi tentang persyaratan Flight Clearance untuk melintasi ruang udara Indonesia bagi pesawat tak terjadwal. Memang mereka membuat Flight Plan di Singapura namun karena melewati ruang udara yang menjadi wilayah jurisdiksi dan kedaulatan Indonesia, maka semua penerbangan tak terjadwal harus memiliki ijin penerbangan khusus dari pemerintah RI.
Semua aturan ini tidak saja berlaku bagi pesawat sipil namun berlaku juga bagi pesawat militer negara lain seperti Singapore yang tidak boleh menggunakan wilayah udara Indonesia sebagai tempat berlatih atau kegiatan lain, serta jika mereka hendak melintas ruang udara Indonesia juga harus memiliki ijin lengkap dari pemerintah Indonesia

Pengawasan Udara NKRI Semakin Ketat dan Canggih
Tiga kasus operasi penyergapan udara yang terjadi pada bulan Oktober-awal November adalah merupakan sebagian kecil contoh bahwa kini Kohanudnas dengan kelengkapan radar dan pesawat tempur yang semakin canggih telah mampu menunjukkan peran utama dalam mempartahankan dan menjaga kedaulatan wilayah udara NKRI.
Operasi penyergapan telah berulang kali dilakukan oleh pesawat-pesawat tempur TNI AU sebelumnya dan beberapa di force down. Bahkan pernah terjadi kasus Bawean antara pesawat tempur AS dari kapal induk dengan dua F-16. Kini TNI AU telah dilengkapi dengan pesawat tempur canggih dari Flanker Family (Su-27 dan SU-30).
Sukhoi Su-27 (kode NATO: Flanker) adalah pesawat tempur yang awalnya diproduksi oleh Uni Soviet, dan dirancang oleh Biro Desain Sukhoi. Pesawat ini direncanakan untuk menjadi saingan utama generasi baru pesawat tempur Amerika Serikat (yaitu F-14 Tomcat, F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F/A-18 Hornet). Su-27 memiliki jarak jangkau yang jauh, persenjataan yang berat, dan kelincahan yang tinggi. Sukhoi TNI AU adalah Su-27 MKM sebanyak 10 buah di Skadron-11, dengan dislokasi di Lanud Hasanudin, Makassar. Bentuk Su-27 dan Su-30 hampir mirip karena itu hanya satu yang ditayangkan (perbedaan utama pada warna lorengnya, Su-27 Abu-abu, Su-30 Biru).
Sementara, Sukhoi Su-30 (kode NATO: Flanker-C) adalah pesawat tempur yang dikembangkan oleh Sukhoi Rusia pada tahun 1996. Pesawat ini adalah pesawat tempur multi-peran, yang efektif dipakai sebagai pesawat serang darat. Pesawat ini bisa dibandingan dengan F/A-18E/F Super Hornet and F-15E Strike Eagle Amerika Serikat, (unggul dari Super Hornet saat latihan Pitch Black 2012). Pesawat ini adalah pengembangan dari Su-27UB, dan memiliki beberapa varian. Seri Su-30K dan Su-30MK telah sukses secara komersial. Varian-varian ini diproduksi oleh KNAAPO dan Irkut, yang merupakan anak perusahaan dari grup Sukhoi. KNAAPO memproduksi Su-30MKK dan Su-30MK2. Enam buah Su-30 MK2 kini memperkuat Skadron 11, Wing-5 Koopsau-II.
Pesawat Sukhoi telah dilengkapi rudal udara ke udara dan rudal udara ke permukaan.Lini rudal udara ke permukaan (Air to Surface Missile), yaitu Kh-31P dan Kh-29TE. Sementara di lini rudal udara ke udara, TNI AU memboyong R-77 dan R-73. Rudal R-77 buatan Rusia ini sanggup melesat dengan kecepatan 4 Mach hingga jarak 80 km. Sementara rudal R-73 (Kode NATO; AA-11 Archer), bisa disebut sebagai rudal yang punya komparasi full dengan Sidewinder AIM-P2 dan AIM-P4.
Nah, kini Kohanudnas telah mampu mengordinasikan jajaran dibawahnya (Kosek-I s/d IV) beserta jajarannya, serta rentang kendali kodal dengan Koopsau yang membawahi skadron-skadron tempur yang siap setiap saat untuk mempertahankan dan mengamankan wilayah kedaulatan NKRI. Operasi dari tiga contoh penyergapan diatas menunjukkan ketat serta rapihnya kodal antara unsur pimpinan Hanudnas, Kosek, Radar militer dan sipil, Skadron Udara, penerbang tempur, ATC Bandara, Pejabat di Pangkalan Udara (Lanud).
Penyergapan Gulfstream Saudi Arabia menunjukkan walau walau ada black flight dengan kecepatan hampit Mach-1, mereka tetap terkejar oleh Sukhoi dengan kecepatan Mach 1,5. Dari semuanya ini, membuktikan bahwa alutsista modern telah mampu diawaki oleh personil-personil TNI AU, dan kini manajemen operasi dan perang udara telah semakin tertata.
Suatu hal yang sangat positif dari pengoperasian pesawat tempur Sukhoi sebagai back bone pertahanan udara, secara psikologis kini militer Indonesia (kekuatan udara) oleh militer asing dinilai telah mampu memonitor dan bereaksi cepat terhadap setiap penerbangan asing dalam rangka mempertahankan kedaulatan wilayah. Negara-negara lain tidak akan bisa seenaknya mengacak-acak wilayah RI seperti pada masa lalu.
Semoga hasil dan bukti positif operasi penyergapan black flight tersebut semakin meyakinkan pimpinan nasional, Presiden Jokowi untuk kembali melanjutkan penataan modernisasi alutsista TNI. Kini TNI AU, Mabes TNI serta Kementerian Pertahanan mempunyai pekerjaan rumah untuk memilih, menentukan serta melakukan penggantian pesawat tempur F-5 Tiger yang harus sudah pensiun karena sudah tidak valid sebagai alutsista pertahanan udara (pesawat tempur sergap). Mudah-mudahan dalam renstra selanjutnya penggantian ini dapat di realisasikan. Semoga bermanfaat.

Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
www.ramalanintelijen.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar