TNI AL memiliki enam kapal fregat kelas Van Speijk
bekas pakai Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang berasal dari dasawarsa
’70-an.
“Sudah
terlalu tua dan perlu diremajakan dan kami juga fokus pada hal ini,”
kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, di Markas Besar TNI
AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu malam.
Dia
menyatakan itu menanggapi wacana dari sebagian anggota Komisi I DPR
tentang perkuatan TNI AL dan TNI AU. Pemerintah seharusnya lebih
menguatkan kedua matra TNI ini ketimbang TNI AD mengingat fokus
pembangunan yang bervisi kemaritiman.
Jika
fokus ini konsisten dilakukan, menurut sebagian anggota Komisi I DPR
dalam satu diskusi, Selasa (23/6), maka anggaran pertahanan perlu
ditambah dan alokasi anggaran kepada TNI AL dan TNI AU harus ditambah.
TNI
AL, menurut Supandi, berpatokan pada peta jalan Kekuatan Efektif
Minimum (MEF) yang telah ditetapkan sejak pemerintahan Presiden Susilo
Yudhoyono.
Salah
satu peta jalan perkuatan arsenal TNI AL itu adalah melanjutkan
pembangunan dua kapal patroli berpeluru kendali buatan PT PAL dan
koleganya di Korea Selatan, pengganti kapal latih tiang tinggi KRI
Dewaruci —juga akan dinamakan KRI Dewaruci— yang sedang dibangun di
Spanyol, dan pengadaan dua kapal hidrografi canggih dari Prancis (satu
sudah datang, KRI Rigel).
Ditanya
apakah TNI AL menyiapkan “rencana cadangan” jika ada penambahan anggaran
negara untuk perkuatan arsenalnya, Supandi menjawab, “Ada, percepatan
fregat itu. Kami evaluasi kapal yang dari Belanda itu, kami punya enam
fregat kelas Van Speijk itu dan evaluasi sedang dilakukan di PT PAL.”
KRI Karel
Sasuit Tubun-356 dari kelas Van Speijk itu juga sudah banyak jasanya
bagi negara, di antaranya menjadi “benteng” terapung TNI AL saat konflik
Ambalat pertama mengemuka.
Sejak
KRI Karel Sasuit Tubun-356 hadir di perairan itu, kapal-kapal perang
Tentera Laut Diraja Malaysia menjaga jarak secara signifikan dari Karang
Unarang dan perairan di Ambalat.
Dalam
doktrin perang di laut, keberadaan kapal perang kelas fregat ini sangat
menentukan. Fregat tidak didedikasikan untuk pasukan pendarat dan
berada di atas kelas korvet serta di bawah kelas destroyer.
Dengan
ukurannya yang menengah dari sisi dimensi dan tonase, dia mampu menjadi
pangkalan udara terapung, pijakan peluncuran peluru kendali permukaan
dan bawah laut, penginderaan, intelijen (peluncuran tim pasukan khusus),
dan pengamatan, hingga "jangkar" eksistensi angkatan laut di perairan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar