Skadron Udara 7 (Pegasus) sebagai home base helikopter latih
TNI AU, kini memang telah diperkuat EC120B Colibri buatan Airbus
Helicopters. Bahkan, TNI AD dan TNI AL pun mempercayakan wahana
helikopter latih pada EC120B Colibri. Namun, jauh sebelum hadirnya
Colibri, ada nama besar yang telah berhasil mencetak penerbang
helikopter di lingkup TNI, heli itu tak lain Bell 47G-3B-1 Soloy yang
telah dioperasikan TNI AU sejak dekade 70-an.
Bell 47G-3B-1 Soloy dirunut dari spesifikasinya, masuk kategori
helikopter serbaguna ringan. Berdasarkan catatan, TNI AU telah
mengoperasikan Bell 47G sejak tahun 1978, ketika 12 unit heli dihibahkan
dari Australia. Saat di Australia, armada Bell 47G dipakai oleh Royal
Australian Army (AD Australia) sejak tahun 1960 hingga 1975. Sempat
disimpan dua tahun di hangar penyimpanan, Bell 47G kemudian diserahkan
ke Indonesia, penerimanya saat itu justru Puspenerbad TNI AD, baru
kemudian pada tahun 1978 dipindahkan di bawah komando TNI AU.
Di bawah operasi Skadron Udara 7, ke-12 unit Bell 47 ditempatkan di
Pangkalan Udara (Lanud) Suryadarma, Kalijati, Jawa Barat. Karena saat
itu matra lain punya keterbatasan dalam penyediaan halikopter latih,
maka Bell 47G TNI AU juga mengadakan pelatihan bagi pilot helikopter
untuk TNI AL dan Polri.
Karena aslinya ‘barang’ yang berusia lanjut, pada tahun 1984 armada Bell 47G di upgrade
menjadi Bell 47G-3B-1 Soloy. Proses upgrade ini ditandai dengan
penggantian mesin piston menjadi mesin turbin, yakni pemasangan mesin
turbin Allison 250 C20B (420 tenaga kuda) dengan kompresor sentrifugal
dan beberapa modifikasi kecil pada badan heli. Pembaharuan tersebut
meningkatkan efisiensi bahan bakar, menambah jarak tempuh dan umur
mesin.
Meski secara teknologi telah ketinggalan jaman, keberadaan Bell 47G
amat diandalkan Skadron 7, meski heli Colibri telah tiba. Ftur paling
unggul dari helikopter Soloy adalah kesederhanaannya. Sistem dan kinerja
yang sederhana membuat Soloy begitu layak untuk pelatihan tahap awal.
Sebagai heli latih, karakteristik keselamatan Bell 47G cukup tinggi, dan
menekanka lebih mudah dikendalikan daripada helikopter lain apabila
dalam masalah ‘auto rotation’ dimana sang instruktur dapat dengan mudah mengambil kendali dari siswa jika dalam situasi tersebut.
Ibarat pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak,
pada 11 Maret 2011, Bell-47G Soloy dengan nomor penerbangan H-4712 jatuh
di ladang tebu Desa Wanasari, Subang. Kecelakaan tersebut menewaskan
Lettu Engky Saputra Jaya dan mekanik Prada Ridi W. Lokasi jatuhnya
pesawat kurang lebih sekitar 12 km dari Lanud Suryadarma. Buntut dari
kecelakaan ini cukup signifikan, sisa sebelas unit heli tersebut di grounded sementara untuk dilakukan penyelidikan teknis.
Meski telah di dorong untuk pensiun, para penerbang di Skadron 7
nyatanya punya anggapan berbeda. Justru Bell 47G tengah diupayakan
peninjauan kembali dari pimpinan TNI AU untuk mempertahankan Soloy
sebagai heli latih. “Kami mengusulkan, kalau bisa Soloy dipakai sebagai
heli latih dasar dan Colibri untuk latih lanjut,” jelas seorang
penerbang seperti dikutip angkasa-online.com(27/8/2002). Kalau
ide ini diterima, berarti di Skadron 7 akan ada dua tingkat pelatihan,
sebagaimana halnya diterapkan Sekolah Penerbang (Sekbang), Yogyakarta.
Kekhawatiran penerbang skadron ini sepertinya tidak lepas dari lompatan
teknologi Colibri yang sangat tinggi, yang nantinya akan berujung kepada
faktor keselamatan terbang.
Bersama dengan Hiller 360, Bell 47 adalah helikopter pertama yang
digunakan untuk keperluan sipil, pada 8 Maret 1946. Heli ini dirancang
oleh Arthur M. Young, yang bergabung dengan Bell Helicopter tahun 1941.
Lebih dari 5.600 diproduksi hingga 1974. Bell 47 masuk dinas militer AS
akhir 1946,dalam berbagai versi. Dalam perang Korea (1950-1953) heli ini
juga memperkuat pasukan AS. (Dikutip dari berbagai sumber)
Spesifikasi Bell 47G-3B-1 Soloy
– Awak: 1 atau 2
– Kapasitas: 1 penumpang
– Panjang: 9,63 m
– Diameter rotor: 11,32 m
– Tinggi: 2,83 m
– Berat kosong: 858 kg
– Berat take off maksimum 1.335 kg
– Mesin: 1× Allison 250 C20B
– Kecepatan maksimum: 169 km/jam
– Kecepatan jelajah: 135 km/jam
– Jangkauan: 410 km
– Kemampuan menanjak: 4,37 meter/detik
– Awak: 1 atau 2
– Kapasitas: 1 penumpang
– Panjang: 9,63 m
– Diameter rotor: 11,32 m
– Tinggi: 2,83 m
– Berat kosong: 858 kg
– Berat take off maksimum 1.335 kg
– Mesin: 1× Allison 250 C20B
– Kecepatan maksimum: 169 km/jam
– Kecepatan jelajah: 135 km/jam
– Jangkauan: 410 km
– Kemampuan menanjak: 4,37 meter/detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar