Selasa, 30 Juni 2015

MK46 dan A244-S: Torpedo SUT Andalan Frigat/Korvet TNI AL

mk46mod5
Seperti telah disinggung pada artikel sebelumnya, bahwa mulai tahun 70-an, tepatnya sejak 1974, TNI AL mulai mengoperasikan alutista baru, yaitu torpedo SUT (surface and underwater target). Kedatangan torpedo SUT pada tahun tersebut merupakan bagian dari kelengkapan armada perusak kawal (destroyer escort) kelas Claud Jones (Samadikun Class). Torpedo yang dimaksud dari jenis MK (Mark) 46 yang dirancang oleh Naval Ordnance Test Station Pasadena, dan diproduksi Alliant Techsystems.
Seiring modernisasi persenjataan kapal perang yang berkiblat pada standar NATO, populasi torpedo MK46 kian bertambah pada dekade 80-an. Hal ini ditandai dengan hadirnya frigat kelas Fatahillah (KRI Fatahillah 361, KRI Malahayati 362, dan KRI Nala 363) buatan galangan kapal Wilton-Fijenoord, Schiedam, Belanda. Ketiga kapal perang yang dibeli gress ini dibekali torpedo MK46 dan torpedo A244. Kemudian masih dalam dekase yang sama, TNI AL kedatangan 6 frigat kelas Van Speijk yang juga buatan Belanda. Frigat bekas pakai AL Belanda ini (KRI Ahmad Yani 351, KRI Slamet Riyadi 352, KRI Yos Sudarso 353, KRI Oswal Siahaan 354, KRI Abdul Halim Perdanakusumah 355, dan KRI Karel Satsuit Tubun 356) juga dipersenjatai torpedo MK46 untuk misi ASW (anti submarine warfare).
Torpedo MK46 umumnya dilepaskan dari tabung peluncur Mark 32 (MK32) yang di setting dalam platform peluncur tiga tabung torpedo (triple tube) yang dapat diputar posisinya secara manual untuk diarahkan pada sasaran.
Struktur torpedo MK46
Struktur torpedo MK46
Jamaran
Memasuki millennium baru, TNI AL kedatangan tiga korvet kelas SIGMA buatan Belanda. Untuk urusan torpedo SUT, korvet canggih yang bolak balik disertakan dalam misi PBB ke Lebanon ini, mengusung jenis torpedo A244-S mod 3 buatan Italian/French EuroTorp consortium. Sebagai sista standar NATO, antara torpedo MK46 dan A244 punya dimensi yang serupa, yakni 324 mm. Namun, ada perbedaan dari tipe sistem peluncur, torpedo A244 menggunakan peluncur B515 (ILAS-3) yang juga buatan EuroTorp.
Di lini torpedo SUT yang dilepaskan dari kapal atas permukaan, masih ada lagi tipe torpedo AEG SUT. Torpedo ini punya ukuran yang jauh lebih bongsor ketimbang MK46 dan A244, lantaran kalibernya 533 mm. Torpedo ini punya panjang 6.620 mm dengan bobot mencapai 1.413 kg. Dengan pengendalian berupa kabel dan perangkat pasif aktif, maka penembakkan tak selalu harus mengarah ke target. Pada kecepatan 23 knot, torpedo ini mampu menghantam target pada jarak 28 km. Khusus untuk tipe torpedo AEG, sudah diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia pada divisi Sistem Senjata sejak 1986. Lisensinya diperoleh dari AEG Telefunken, Jerman. Khusus untuk torpedo AEG SUT, digunakan oleh kapal selam Type 209 dan armada KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 TNI AL. Untuk armada KCT, tiap kapal dapat membawa dua torpedo, tanpa isi ulang.
Torpedo SUT AEG, berkaliber 533 mm, untuk kapal selam dan armada KCT TNI AL
Torpedo SUT AEG, berkaliber 533 mm, untuk kapal selam dan armada KCT TNI AL
Peluncur Mark 32, sebagai wahana peluncur torpedo MK46
Peluncur Mark 32, sebagai wahana peluncur torpedo MK46
Dalam artikel ini, penulis menganggap torpedo MK46 dan A244 punya keunikan tersendiri, pasalnya kedua torpedo punya kaliber yang serupa, 324 mm (12.75 inchi), tergolong torpedo ringan, berpeluncur triple tube,menjadi andalan di kelas frigat/korvet TNI AL, dan dapat dilepaskan dari wahana kapal permukaan dan helikopter yang berkemampuan AKS (anti kapal selam). Sedikit menyinggung soal heli AKS, sampai tulisan ini dibuat TNI AL belum punya lagi helikopter yang punya kemampuan melepaskan torpedo. Sebelum dipensiunkan, beberapa tahun lalu Penerbal TNI AL masih mengoperasikan Westland Wasp, heli buatan Inggris ini dapat membawa 1 torpedo MK46.

Torpedo Honeywell MK46
Bisa dibilang inilah jenis torpedo yang paling laris dipasaran, lebih dari 30 angkatan laut di seluruh dunia menggunakan jenis torpedo ini pada beragam kapal perangnya. Secara umum, torpedo asal Negeri Paman Sam ini punya kecepatan luncur 40 knots (setara 74 km/jam). Jangkauan luncur menuju target yakni 11 km dengan kedalaman 365 meter. Karena tergolong torpedo ringan, bobotnya hanya 231 kg dengan panjang 2,59 meter. Untuk hulu ledaknya 44 kg menggunakan PBXN-103 high explosive. Sumber tenaga MK46 berasal dari mono-propellant (Otto Fule II) dengan dua tingkat kecepatan. Untuk pemandunya mengusung homing akustif aktif dan pasif, yakni memancarkan gelombang untuk mencari pantulan dari logam di kapal target.
KRI Martadinata 342, generasi awal pengusung torpedo SUT MK46 TNI AL
KRI Martadinata 342, generasi awal pengusung torpedo SUT MK46 TNI AL
Torpedo MK46 hadir dalam beberapa versi, mulai dari mod 1, mod 5, dan mod 5A. Uniknya, Cina pun memproduksi torpedo tiruan MK46 yang diberi label Yu-7. Ceritanya, pada tahun 1978, sebuah kapal nelayan Cina ‘mendapatkan’ sebuah torpedo MK46 mod 1 di Laut Cina Selatan. Torpedo itu kemudian dikirim ke Institu 705 untuk dipelajari dan dikembangkan lebih lanjut dalam proyek 109. Prototipe MK46 jiplakan Cina pertama kali meluncur pada 1984, dan hingga kini sudah 68 kali dilakukan uji tembak. Secara resmi, Yu-7 mulai digunakan AL Cina pada tahun 90-an, dan hingga kini masih terus diandalkan.
Torpedo A244-S
Torpedo buatan Eropa (Italia/Perancis) ini punya teknologi pemandu yang relative serupa dengan MK46. Hanya saja ada tambahan pada akustik suara baling-baling atau material magnetic yang dipancarkan oleh badan kapal target. A244 punya bobot maksimum 244 kg dengan panjang 2,8 meter. Kecepatan luncurnya 39 knots dengan kedalaman maksimum 600 meter. Untuk urusan jangkauan beda-beda, Untuk A244-S mod 1 hanya sampai 6 km saja, sementara A244-S mod 3 jarak jangkaunya mencapai 13,5 km. Dan, kabar baiknya korvet SIGMA TNI AL sudah menggunakan versi mod 3.
2-a244
Peluncur B515, wahan peluncur torpedo A244-S pada korvet SIGMA TNI AL
Peluncur B515, wahan peluncur torpedo A244-S pada korvet SIGMA TNI AL
torpedo1
Mesin Pada Torpedo
Mesin torpedo menggunakan bahan bakar khusus, dimana tidak seperti pada umumnya mesin mobil atau jet yang mengambil udara disekitarnya untuk oksidizer yang dibakar bersama bahan bakarnya. Torpedo tidak bisa melakukan hal itu, sehingga torpedo memerlukan bahan bakar tanpa oksigen sebagai oxidizernya, atau mereka dirancang untuk membawa oxidizer sendiri di dalamnya. Bahan bakar ini sering disebut sebagai “otto fuel” yang mana bahan bakar ini memiliki campuran oxidizer sendiri. Hidrogen peroksida adalah salah satunya, dia tidak memerlukan oxidizer. Bahan bakar seperti ini jarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dikarenakan bahan bakar yang mengandung oxidizer seperti ini mudah meledak dan memiliki berat lebih dari bahan bakar umumnya. (Bayu Pamungkas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar