Kapten Fery Rahman dari Skadron 3 Madiun, tengah berpatroli di atas Ambalat, menggunakan pesawat tempur F16 (VIVA.co.id/Siti Ruqoyah)
Pagi itu, pangkalan udara Tarakan, Kalimantan Utara terlihat berbeda. Pangkalan diguyur hujan dengan intensitas sedang. Namun, cuaca kembali cerah setelah tiga puluh menit kemudian.
Belasan prajurit dari satuan angkatan udara mulai bersiap. Mereka
akan menggelar operasi rutin selama satu tahun yang diberi sandi Perisai
Sakti 2015.
Tiga pesawat tempur F16 milik TNI AU juga sudah terparkir di tempatnya. Hari itu, Kamis 11 Juni 2015 jadwal prajurit patroli menggunakan pesawat tempur tersebut. Tujuannya, untuk mengamankan kawasan Ambalat yang masih menjadi sengketa. Tarakan merupakan kawasan yang paling dekat dengan daerah yang menjadi perbatasan RI dengan Malaysia.
Dua pilot F16 dari Skadron Udara III Madiun mulai mendekati pesawat yang akan mereka tunggangi. Dengan berbagai persiapan sebelumnya, keduanya mulai menaiki pesawat menggunakan tangga bantuan yang sudah disediakan oleh crew pesawat.
Menggunakan helm dan perlengkapan lainnya, pesawat siap dioperasikan. Mesin pesawat tempur dinyalakan dan berjalan ke runway selanjutnya lepas landas.
Selama kurang lebih satu jam, pesawat buatan Amerika ini mengelilingi Ambalat. Kali ini tak ada pesawat pengintai dari Malaysia yang masuk ke daerah sengketa. Salah satu pilot F16, Kapten Ferry Rahman mengatakan, setelah dilakukan patroli tidak ditemukan ada pesawat maupun kapal yang sengaja melintas di kawasan itu.
"Hasilnya nihil, meski demikian kami tetap melakukan patroli selama satu tahun penuh," ujar Ferry saat ditemui VIVA.co.id usai patroli di Bandara Juwata Tarakan, Kalimantan Utara.
Selama patroli, kata Ferry, pantauannya tidak lepas dari hal-hal kecil. Meski hanya lewat udara tetapi gangguan tidak boleh masuk sedikitpun. Tak hanya F16, patroli saat itu juga dibantu dengan pesawat tempur Sukhoi dari markas pertahanan Makassar. Namun pesawat buatan Rusia itu tidak mendarat di Tarakan, hanya melintas saja.
Komandan Pangkalan Udara Tarakan, Letkol Penerbang Tiopan Hutapea mengatakan, sepanjang tahun 2015 sejak Januari hingga Mei 2015 sudah ada sembilan pesawat Malaysia yang masuk ke daerah sengketa.
Pesawat yang melanggar dari militer, sipil maupun pesawat tanpa awak. Modus yang mereka gunakan juga biasanya mengaku patroli, sengaja melintas namun bukan jalur semestinya dan masih banyak lagi. Dia sudah melaporkan kasus tersebut ke Mabes AU untuk selanjutnya diserahkan ke pemerintah.
Vivanews.
Tiga pesawat tempur F16 milik TNI AU juga sudah terparkir di tempatnya. Hari itu, Kamis 11 Juni 2015 jadwal prajurit patroli menggunakan pesawat tempur tersebut. Tujuannya, untuk mengamankan kawasan Ambalat yang masih menjadi sengketa. Tarakan merupakan kawasan yang paling dekat dengan daerah yang menjadi perbatasan RI dengan Malaysia.
Dua pilot F16 dari Skadron Udara III Madiun mulai mendekati pesawat yang akan mereka tunggangi. Dengan berbagai persiapan sebelumnya, keduanya mulai menaiki pesawat menggunakan tangga bantuan yang sudah disediakan oleh crew pesawat.
Menggunakan helm dan perlengkapan lainnya, pesawat siap dioperasikan. Mesin pesawat tempur dinyalakan dan berjalan ke runway selanjutnya lepas landas.
Selama kurang lebih satu jam, pesawat buatan Amerika ini mengelilingi Ambalat. Kali ini tak ada pesawat pengintai dari Malaysia yang masuk ke daerah sengketa. Salah satu pilot F16, Kapten Ferry Rahman mengatakan, setelah dilakukan patroli tidak ditemukan ada pesawat maupun kapal yang sengaja melintas di kawasan itu.
"Hasilnya nihil, meski demikian kami tetap melakukan patroli selama satu tahun penuh," ujar Ferry saat ditemui VIVA.co.id usai patroli di Bandara Juwata Tarakan, Kalimantan Utara.
Selama patroli, kata Ferry, pantauannya tidak lepas dari hal-hal kecil. Meski hanya lewat udara tetapi gangguan tidak boleh masuk sedikitpun. Tak hanya F16, patroli saat itu juga dibantu dengan pesawat tempur Sukhoi dari markas pertahanan Makassar. Namun pesawat buatan Rusia itu tidak mendarat di Tarakan, hanya melintas saja.
Komandan Pangkalan Udara Tarakan, Letkol Penerbang Tiopan Hutapea mengatakan, sepanjang tahun 2015 sejak Januari hingga Mei 2015 sudah ada sembilan pesawat Malaysia yang masuk ke daerah sengketa.
Pesawat yang melanggar dari militer, sipil maupun pesawat tanpa awak. Modus yang mereka gunakan juga biasanya mengaku patroli, sengaja melintas namun bukan jalur semestinya dan masih banyak lagi. Dia sudah melaporkan kasus tersebut ke Mabes AU untuk selanjutnya diserahkan ke pemerintah.
Vivanews.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar